Rabu, 11 Mei 2011

Masih Banyak Guru ‘Sakti’ di Sekitar Kita

Mengajar Tanpa Persiapan
Kesaktian tak hanya dimiliki para pendekar/jawara di masa lalu atau mereka yang ahli ilmu beladiri. Para guru pun di zaman millenium justru tak sedikit yang ‘sakti madraguna.’ Seperti apakah para guru sakti tersebut?
………………………………………………………....

Di masa kini masih banyak dijumpai, guru dalam mengajar, tidak lebih dari mengandalkan apa yang di kepala. Singkatnya tanpa persiapan pun berani masuk kelas. Guru-guru ini merasa ‘hebat’ untuk materi yang akan diajarkan.
Menurut Thomas Rosid, seorang mantan Ketua MGMP Bahasa Inggris SMK di Semarang, para guru seperti itu mewarisi kesaktian dari ‘masa lalu’ yang terus melekat. Atau lebih keren disebut ‘guru sakti’.
“Para guru sakti ini mengajar siswa terbiasa dengan tangan kosong. Karena sangat saktinya ia tidak perlu membawa apapun ke kelas. Siswa pun terkesima dengan kesaktian sang guru. Padahal, alhasil guru hebat seperti itu ternyata menghasilkan siswa sekarat,” ujar Rosid serius.
Rosid menyayangkan, masih banyak guru sakti di zaman sekarang. Padahal seharusnya sudah semakin punah. Guru sakti semacam itu tak perlu dilestarikan. Sebab guru sakti seperti itu malah tidak dianjurkan oleh ‘pakem’ mengajar jaman sekarang.
Seorang penulis di website juga dengan kritis menyorot guru-guru sakti. Charlest Sibudeak Naso mengungkap, banyak guru mengajar tanpa persiapan.
“Apa jadinya? Pastilah situasinya ‘amburadul’. Guru macam itu tak bisa fokus pada tugas, pelajaran tidak menarik, dan suasana kelas kacau!” kata Charlest, geregetan. Guru sakti, tetap menjadi fenomena lama yang terus ada.
Padahal para guru tahu, bahwa tugas guru yang paling utama adalah mengajar, dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik. Namun berbagai kasus menunjukkan bahwa di antara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukkan alasan yang mendasari asumsi itu. Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehingga banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
Kalau kita sedikit mau berteori, menurut para ahli pendidikan, resep keberhasilan proses belajar-mengajar sebenarnya sederhana saja, yaitu: (1) guru siap mengajar, dan (2) siswa siap belajar. Sayangnya, meskipun sederhana, tidak semua bisa melakukannya. Oleh karena itu, jangan heran kalau tidak semua proses belajar dapat berjalan dengan baik.

Pentingnya Persiapan Mengajar
Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam kenyataannya, dengan berbagai alasan, banyak guru yang mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan ketika mau melakukan pembelajaran, sehingga guru mengajar tanpa persiapan. Mengajar tanpa persiapan, di samping merugikan guru sebagai tenaga profesional juga akan sangat mengganggu perkembangan peserta didik. Banyak perilaku guru yang negatif dan menghambat perkembangan peserta didik yang diakibatkan oleh perilaku guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran.
Sebenarnya para guru menyadari bahwa persiapan memiliki peran penting dalam pembelajaran, namun masih banyak guru sering tidak membuat persiapan mengajar, khususnya persiapan tertulis. Ada kalanya guru membuat persiapan mengajar tertulis hanya untuk memenuhi tuntutan administratif, atau disuruh oleh kepala sekolah karena mau ada pengawasan ke sekolahnya. Mungkin anda pernah mendengar ucapan kepala sekolah yang menyerukan agar guru-guru membuat persiapan mengajar karena mau ada pengawas, atau ada penilaian di sekolahnya. Sungguh suatu kekeliruan besar, karena persiapan mengajar adalah suatu persiapan yang harus dibuat guru untuk melakukan pembelajaran, bukan untuk disuguhkan kepada pengawas.
Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru hendaknya memandang pembelajaran sebagai suatu sistem, yang jika salah satu komponennya terganggu, maka akan mengganggu seluruh sistem tersebut. Sebagai contoh, guru harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau melakukan kegiatan pembelajaran, serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan perkembangan zaman.
Harus selalu diingat, mengajar tanpa persiapan merupakan jalan pintas, dan tindakan yang berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan mengancam kenyamanan guru itu sendiri.
Mengajar dengan tanpa persiapan hasilnya memang berantakan. Ini adalah salah satu sebab mengapa siswa sering mengalami kesulitan memahami apa yang guru sampaikan. Atau kalau tidak karena salah cara menyiapkan prosedur pembelajarannya. Guru seperti itu kadang anehnya, menanyakan sampai mana pelajaran pada pertemuan terakhir. Ini indikasi guru tidak melakukan persiapan, yang tahu justru siswa. Tapi apa yang bisa siswa lakukan terhadap guru semacam itu?
Dari beberapa sumber, banyak temuan di lapangan yang layak untuk direnungkan demi peningkatan kualitas pendidikan. Agar kegiatan belajar-mengajar (KBM) menarik dan efektif, persiapan mutlak perlu. Lebih baik lagi didokumentasikan. Dokumen ini bisa menjadi pedoman, arah, dan tujuan, sekaligus laporan kegiatan. Di dalamnya terinci apa yang dilakukan, ke mana kegiatan diarahkan, apa tujuan pembelajaran, dan bagaimana tujuan mesti dicapai.
Beberapa pertanyaan sering terlontar: Haruskah guru membuat persiapan secara tertulis? Perlukah semua yang dilakukan ditulis rinci? Bisakah mengajar tanpa persiapan? Tampaknya masalah utama di sini bukan perlu/tidaknya dokumen itu, melainkan lebih pada penulisannya.
Harus diakui, dokumen pembelajaran punya fungsi strategis. Dari sini guru bisa merancang dan menyiapkan strategi untuk tampil mengajar secara optimal. Hanya saja, bisakah dibuat sederhana, tidak harus rinci dan bertele-tele?

Terlalu Banyak Beban?
Ada tudingan, karut-marutnya pendidikan di negeri ini salah satunya akibat berbagai beban guru yang sangat rumit dan menyita waktu, tetapi tidak selalu relevan dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Guru-guru sakti ini, umumnya mengaku sulit menyiapkan dokumen KBM yang demikian banyak dan begitu rinci. Bayangkan, tak kurang dari sepuluh dokumen harus disiapkan setiap kali mengajar. Empat di antaranya yang paling rumit membuatnya adalah rencana pelaksanaan pembelajaran interaktif (RPPI), silabus,agenda mengajar, dan analisis ulangan harian.
Untuk RPPI, misalnya, harus ditulis apa materi pokok pembelajaran, metode yang dipakai, model pembelajaran interaktif yang dipilih, kecakapan hidup (life skill) yang ditanamkan, indikator pencapaiannya, materi esensial yang dibahas, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, serta dijelaskan bagaimana kegiatan pembelajaran dilakukan secara urut dan rinci.
Itu baru menyangkut persiapan, belum tindak lanjutnya. Dua hal paling rumit dan membuat frustrasi adalah tugas koreksi dan analisis ulangan harian. Dengan jumlah siswa di tiap kelas yang begitu besar, tugas seperti itu akan menyita waktu hingga tugas yang lain terbengkalai.
Namun, bagaimanapun alasannya, membuat persiapan mengajar sangat penting dilakukan guru sebelum masuk kelas atau memulai pembelajaran. Mengajar tanpa persiapan ibarat tentara maju perang tanpa strategi dan amunisi memadai. Kalaupun harus dibuat rinci , banyak guru justru tidak sungguh-sungguh membuat perangkat pembelajaran itu.
Kegagalan guru dalam mengajar sering terjadi sebagai akibat kesalahan mendasar yang tidak disadari telah dilakukan oleh guru. Melalui tulisan ini para guru semoga terinspirasi untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Guru harus terus melakukan koreksi diri secara reflektif sehingga pada gilirannya sanggup memberikan yang terbaik buat peserta didik yang diampunya. Ini menjadi autocritic buat para guru.
Sebetulnya setiap guru memiliki potensi untuk berhasil menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran yang handal. Keberhasilan guru ini secara nyata dapat dilihat dari keberhasilan murid-murid ketika mengikuti proses dan mencapai tujuan pembelajaran. Tanpa keberhasilan murid, maka apa pun yang dilakukan guru tidak ada nilainya.
Sistem pembelajaran tanpa persiapan yang masih dilakukan banyak guru harus mulai ditinggalkan. Mereka harus siap dengan persiapan dan media pembelajaran interaktif.
Guru itu harus profesional, baik yang belum lulus sertifikasi apalagi yang telah lulus sertifikasi guru. Keengganan membuat persiapan mengajar harus dibuang jauh-jauh. Jangan bermain-main dengan resiko besar bila pembelajaran di kelas berlangsung seadanya dan tanpa arah.
Salah satu ciri keprofesionalan seorang guru adalah menyusun perencanaan pembelajaran secara benar. Dengan persiapan yang terencana baik, maka hasil pembelajaran siswa dapat menggembirakan semua komponen pembelajaran. Ingin berhasil dalam mengajar, buat persiapan secara matang. Persiapan mengajar itu ibarat skenario dalam film. Tidak akan ada film yang baik dan enak ditonton tanpa skenario yang baik. Begitu pula, tidak akan ada pembelajaran yang berhasil tanpa persiapan yang benar.

Tidak ada komentar: