Selasa, 14 September 2010

Sentuh Hati dengan Kata Maaf

Lebaran Tiba
Bulan Ramadhan akhirnya berlalu. Kita memuncaki perjalanan spiritual satu bulan penuh dengan perayaan Idul Fitri, yang dalam tradisi kita disebut Lebaran.
Namun, kita perlu sadar, hakikat Idul Fitri tidak terletak pada momentum perayaan yang sering jus-tru berbau konsumtif, tetapi pada ke-sadaran kembali pada fitrah yang suci. Sebab, manusia selalumemiliki kecen-derungan pada kebaikan dan kebenaran dengan fitrahawalnya yang bersifat alami. Sebaliknya, kejahatan pada dasarnya berten-tangan dengan fitrah manusia sehingga tidak alami.

Saling Memaafkan
Apakah kembali pada kesucian disimbolkan adanya maaf dari Allah? Ternyata perlu disempur-nakan dengan maaf dari manusia pula.Dalam Islam ada yang disebut hak Allah (haqqullah) dan hak manusia (haqqul adami). Dosa kepada Allah menimbulkan hak bagi Allah untuk menuntut penebusan dari manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak luput dari perbuatan salah kepada sesama manusia. Maka, ungkapan “mohon maaf lahir dan batin” merupakan bentuk pelak-sanaan hak manusia. Di situlah kaitan antara ungkapan minalaidin alfaizin yang berdimensi vertikal dan ungkapan mohon maaf lahir dan batin yang berdimensi horizontal.
Ajaran Islam melalui nash maupun institusi ibadah amat menekankan sikap saling memaafkan. Dari sinilah kehidupan kemasya-rakatan yangsehat bisa dimulai. Jika rasa saling curiga dan semangat balas dendam telah tumbuh, suatu pertanda ma-syarakat itu sedang sakit. Proses penyembuhannya harus dilakukan dengan cara damai melalui sikap saling memaafkan. Dengan cara itu, manusia saling mengenal kultur kehidupan tiap individu atau kelompok untuk dicarikan penye-lesaian terbaik.
Rasanya, tidak ada konflik yang tidak dapat diselesaikan dengan ketulusan untuk saling memaafkan. Penyelesaian boleh secanggih apa pun, tetapi hakikatnya kembali pada individu maupun kelompok untuk saling memaafkan.
Prinsip saling memaafkan adalah nilai-nilai moral agama yang cinta kedamaian dan kehar-monisan hidup. Bahkan dalam sejarah ke-hidupan Nabi Muhammad sering digambarkan, betapa pun sering diperlakukan zalim, beliau tetap memaafkan kezaliman pelakunya. Salah satu sikap yang mengesankan banyak orientalis adalah saat terjadi fathu makkah (pembebasan kota Mekkah) dan nabi mendapat kemenangan. Di sanalah beliau menunjukkan teladan puncak akhlak kaum Muslim (matsal al-a’la) dengan memaafkan kezaliman kaum Quraisy Mekkah yang selama bertahun-tahun hidup di Mekkah dulu, hidupnya diboikot dan pengikutnya dia-niaya, malah ada yang dibunuh. Namun, beliau tidak dendam dan mengembangkan permusuhan. Saat kemenangan di tangan beliau, kesempatan itu tidak digunakan untuk meng-hukum musuhnya, apalagi sebagai ajang balas dendam.
Agama selalu mengingatkan, pada sesuatu yang kita benci mungkin menyimpan potensi yang bisa disenangi, dan pada sesuatu yang kita senangi siapa tahu justru menyimpan potensi yang bisa kita benci.
Maka, segala yang terben-tang secara menjengkelkan maupun menyenangkan selalu mengandung hikmah di belakangnya.
Mudik, wujud kembali ke fitri sebenarnya lambang-lam-bang kecenderungan manusia untuk kembali kepada kefitriannya tidaklah sulit ditemukan dalam aktivitas di hari Idul Fitri. Kita me-lihat setiap Idul Fitri orang selalu menyempatkan diri pulang kam-pung. Mereka rela berjejal-jejal di kereta atau bus, saling sikut, saling dorong, meski dengan bekal uang sekadarnya. Bahkan, banyak yang harus menginap di terminal atau stasiun kereta karena tidak men-dapat tempat. Besoknya berjuang lagi untuk mendapat tiket pulang. Semua itu dilakukan untuk suatu tujuan yang disebut mudik Lebaran. Bukankah mudik itu sebenarnya “kem-bali ke asal, kembali ke fitrah” dalam aktualisasi antropologis?
Apa yang akan dilakukan di kampung halaman bukan pamer keberhasilan hidup di perantauan. Tak jarang di antara mereka hidup di rantau dengan amat sengsara. Dengan mudah kita bisa menebak rata-rata penghasilan para pendatang yang me-ngadu nasib di Jakarta atau di kawasan Jabotabek sebagai pekerja pabrik atau pedagang sektor informal. Itu pun kalau mereka belum kena PHK akibat pabriknya digulung krisis.
Jadi, tujuan mudik sama sekali jauh dari kepentingan material. Sebaliknya, tujuan mu-dik didorong kecenderungan spiritual, yakni hasrat untuk kembali kepada orang-orang dekat seperti orangtua, saudara, kerabat, dan handai tolan untuk meminta maaf, mem-bersihkan diri dari dosa yang pernah diperbuat.
Jika ritus mudik ini dibawa ke dalam logika agama, dengan asumsiadanya dorongan spi-ritual, tidaklah keliru pendapat yang me-ngatakan mudik Lebaran merupakan pelak-sanaan perintah ajaran agama, yaitu men-jadikan Idul Fitri sebagai sarana untuk bersi-laturahmi dan bermaaf-maafan setelah men-jalani pertobatan di bulan suci Ramadhan. Lalu,disempurnakan dengan melaksanakan kewajiban zakat fitrah, yaitu proses penyu-cian diri dengan memberikan makanan pokok atau uang kepada mereka yang berhak, terutama kaum miskin, agar mereka juga dapat merasakan kebahagiaan di hari yang fitri.
Kesucian lahir dan batin menjadi motivasi untuk memberikan kesadaran guna melaksanakan keberpihakan kepada orang-orang yang lemah. Kesadaran demikian akan menghantarkan kita menjadi manusia yang utuh,yang diresapi dan disemangati untuk selalu berjiwa besar dengan saling memaafkan serta kepedulian terhadap kemanusiaan.
Puasa yang telah dilaksanakan akan mem-beri dampak revolusioner bagi pembersihan dan pengembangan kedirian menuju kepa-ripurnaan sebagai khalifatullah.
Ramadhan hadir tiap tahun dan sungguh merugi jika kita hanya menjadikannya ru-tinitas, tanpa ada ikhtiar untuk terus mem-perbaiki diri. Perintah agama bukanlah “pe-pesan kosong”, tetapi senantiasa menyim-pan kekuatan mendidik dan melatih manusia secara konstruktif.
Bangsa kita yang tengah diterpa berbagai musibah dan krisis saat ini membutuhkan pri-badi-pribadi yang bersih, peduli, dan terce-rahkan untuk turut serta dalam pembangunan menuju keadilan yang menjadi dambaan selama ini.
Lebaran tiba, sentuh hati dengan kata “Maaf”. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. (SAS)

Gaji Guru Honorer TK di Bawah Upah PRT

Berharap BOS TK Terealisasi















Bantuan Operasional Sekolah dari pusat telah berjalan cukup lama. Namun peruntukannya hanya bagi siswa SD-SLTP. Padahal biaya operasional sekolah juga menjadi masalah di Taman kanak-Kanak.
................................................................

Sekbid Dikdas Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Hj. Iah Hanifah, M.Pd, belum lama ini kepada Ganesha mengatakan, BOS TK sebenarnya sangat dinanti para pengelola pendidikan TK. Namun hingga kini hal itu baru sebatas usulan.
“Sudah sering diusulkan, namun soal menjadi kenyataan, entah kapan,” kata Iah seolah pasrah.
Iah mengatakan di Kabupaten Tasikmalaya, jumlah sekolah TK negeri dan swasta cukup banyak. Semuanya di bawah binaan dinas pendidikan Kabupaten Tasikmalaya.
Selama ini biaya operasional TK tak lepas dari kebijakan komite, ketua yayasan, dan kepala TK. artinya bersifat otonomi.
“Disdik tak ikut campur. TK diberikan hak otonomi. Artinya boleh menentukan berapa saja, dan tentu saja besarnya akan sangat variatif. “ kata Iah.
Dibutuhkannya biaya operasional yang cukup bagi TK juga tak lepas dari banyaknya TK yang memiliki guru tenaga sukwan. Iah menilai para sukwa TK kurang mendapat perhatian pemerintah. Padahal gaji mereka perbulan jauh di bawah standar UMR.
“Mereka sabar, mungkin karena kadung terpatri sebutan guru sukarela,” katanya.

Biaya TK Mahal
Pengelola TK di Kabupaten Bantul, Jawa Tengah, juga mendesak pemerintah untuk memerhatikan nasib pendidikan TK. Selama ini, TK dibiarkan tumbuh tanpa dukungan dana pemerintah sehingga mereka terpaksa menghimpun dana sendiri.
Para pengelola TK tersebut juga berharap, pemerintah pun mengucurkan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) untuk siswa TK.
"Karena tidak ada dukungan dana, pengelola kerap menarik biaya lebih kepada siswa. Di sekolah kami misalnya, uang SPP bulanan mencapai Rp 20.000-Rp 30.000 per anak, mungkin dibandingkan biaya SD, SPP TK jauh lebih mahal," kata Nanik Sunarni, guru TK Masitoh, Ketandan, Pandak, Bantul.
Menurutnya, selama ini pemerintah hanya memberikan dukungan dana kepada TK negeri, padahal di Bantul hanya ada satu TK negeri. Sebagian besar adalah TK swasta.
"Karena tidak ada dana BOS, uang masuk TK saat ini tergolong mahal, bahkan mencapai jutaan," katanya.
Dia menambahkan, bagi sekolah-sekolah TK yang sulit menghimpun dana swadaya biasanya tidak akan bertahan lama.
Posisi kami dilematis, mau menarik uang terlalu banyak masyarakat pasti terbebani karena kemampuan mereka terbatas, tetapi jika tidak kami yang kelimpungan. "
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Menengah dan Pendidikan Non-Formal Kabupaten Bantul, jumlah TK mencapai 513 buah. Dari pantuan lapangan biaya pendaftaran masuk TK berkisar antara Rp 15.000-Rp 200.000.
Di TK dan Playgroup Primagama Bantul, misalnya, uang pendaftaran dipatok Rp 200.000, sementara biaya operasionalnya berkisar Rp 3 juta. Sementara itu, di TK An Nisa Baturetno, uang pendaftaran Rp 35.000, sedangkan uang masuknya berkisar Rp 800.000.

Di Bawah PRT
Beberapa waktu lalu tabloid Ganesha pernah menulis, bahwa banyak gaji guru TK, jauh lebih rendah dari pembantu rumah tangga. Memang inilah kenyataan.
“Di TK kami saja, honor yang diterima guru hanya Rp 100.000/bulan," kata kata Nanik Sunarni.
Hal ini diakui pula oleh TK Nurul Hikmah Kab. Tasikmalaya. Kepala TK Nurul Hikmah, Iis Yeti Haryati SPd, mengaku pihaknya sering kesusahan untuk membayar honor guru sukwan TK.
“Keberadaan BOS TK kalau dimungkinkan jangan hanya sebatas usulan saja, tapi harus direalisasikan. Biar kami tidak susah,” ujarnya.
KH. Adang, juga seorang pengelola TK di Tasikmalaya juga berharap BOS bagi siswa TK segera terwujud.
“Kalau jumlah murid banyak sih tidak jadi masalah, tapi kalau pas murid sedikit, itu yang repot, jadi BOs bagi kami perlu.” katanya.
Kapan BOS TK akan direalisasikan, tentu saja ini menjadi harapan semua pihak, pengelola sekolah, guru sukwan, dan yayasan, juga para orang tua, sebab acap kali biaya sekolah TK jauh lebih mahal daripada SD yang malah telah gratis. Dan yang tak kalah penting guru TK malah bsa kalah bergengsi ketimbang pangasuh anak atau pembantu rumah tangga.
(deanur)

Di Dunia Pendidikan Perempuan Masih “Belum Merdeka”















Guru Wanita Berprestasi. Herfen Suryati, (kanan) guru biologi SMA Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra (Vidatra) Bontang Kalimantan Timur. Ia masuk 100 Wanita Insfiratif 2010 Versi Majalah Kartini.

Gembar-gembor masalah gender, ternyata dalam dunia pendidikan, perempuan memiliki keterwakilan yang sangat kurang dalam banyak jabatan. Hal itu terkuak dalam acara Pelatihan MGMP Penjaskes SMP kabupaten Ciamis di Wisma Guru baru-baru ini.
Para narasumber yang terdiri dari Koordinator Pengawas Tauhid Maskur yang juga sebagai salah seorang narasumber, Kasi Olah raga Anwar dan Ketua Sanggar MGMP Penjaskes SMP Drs. Umar Saleh, serta Kabid PO, dan Pengawas Penjas SMP Lilis Irianti, S.Pd, menilai di Ciamis ditemukan kenyataan rendahnya keterwakilan perempuan dalam jabatan struktural dan fungsional.
Untuk guru yang menjadi kepala sekolah, hanya di tingkat Sekolah Dasar yang banyak kepala sekolah dari kaum hawa, sedangkan di tingkat SLTP hanya satu dua orang saja. Di tingkat SLTA tidak ada kepala sekolah perempuan.
Keterwakilan perempuan dalam jabatan fungsional sangat kurang seperti pengembang kurikulum, peneliti, atau profesor. Sementara itu di struktural belum pernah ada perempuan Ciamis menjadi kepal dinas kabupaten. Di samping itu untuk posisi startegis di lingkungan Disdik juga tak pernah terdengar ada pejabat wanita. Kecuali di UPTD Kecamatan pernah ada Kepala UPTD wanita.
Hal ini selain kurangnya pontensi, juga masih adanya pemahaman para pengelola dan pelaksana pendidikan yang masih kurang memahami pentingnya kesetaraan dan keadilan gender.
Kesetaraan gender adalah keadaan dimana kaum perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berperan berpartisipasi, mengakses, mengontrol, memperoleh manfaat dalam pembangunan, sehingga kesempatan untuk bekerja, belajar/pendidikan, berkarya, berkreasi, dan berkembang dapat dilakukan secara optimal. Sedangkan keadilan gender adalah keadaan dimana kaum perempuan dan laki-laki memperoleh perlakuan yang sama pada semua aspek kehidupan sosial masyarakat yang tidak menunjuk pada perbedaan fungsi biologisnya

Hamil Dipecat
Isu-isu kesetaraan dan keadilan gender di dunia pendidikan secara nasional malah lebih parah. Sederet masalah memasukan perempuan sebagai bagian ’kedua’ dibanding pria sebagai bagian ’utama”. Kaum perempuan lebih banyak menjadi pihak yang dikorbankan atau dikalahkan.
”Contohnya keputusan Kepala Sekolah mengeluarkan siswi yang hamil di luar ni-kah sedang siswa (laki-laki) yang meng-hamili tetap sekolah (tidak dikeluarkan dari sekolah).” kata seorang pembicara.
Terpinggirkannya kaum hawa juga nampak dalam bacaan dan ilustrasi gambar pada bahan ajar seperti Bahasa Jawa, PPKn ternyata masih menunjukan peran laki-laki dan perempuan yang tidak sama yakni publik dan domistik.
Selain terkuak juga bahwa saat ini masih terjadi gejala segragasi gender (gender segregation) dalam pemilihan jurusan atau program studi di SMU, SMK, Perguruan Tinggi. Di samping itu kelanjutan studi bagi anak, bila dana terbatas yang mendapat prioritas adalah anak laki-laki meskipun prestasinya lebih rendah dari anak perempuan.
Jumlah perempuan yang menyandang buta huruf dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki. Fakta pula tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. (arief/ap/ganesha)