Kamis, 13 Oktober 2011

Pendidikan Karakter Cuma di Dalam Kelas?

AKSES, PGRI dan Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis mengadakan Pelatihan Pendidikan Character Building di Gedung Dakwah Islam Kecamatan Padaherang, Selasa (4/10). Latdik tersebut diikuti oleh lebih dari 600 guru dari Kecamatan Kalipucang, Padaherang dan Mangunjaya.
..................................................
Hadir sebagai narasumber, Prof.Dr. H. Dedi Mulyasana, M.Pd., mantan rektor Uninus Bandung, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis H. Akasah dan Kepala SMPN 1 Padaherang Dodi Budiana.
Menurut Prof. Dedi, pendidikan karakter bukanlah pengajaran ilmu pengetahuan dalam arti proses mentransfer ilmu, teori dan konsep tentang karakter. Bukan pula sekedar pengajaran nilai yang menekankan pada hapalan dan angka-angka.
“Pendidikan karakter pada hakekatnya adalah proses pembentukan jati diri peserta didik yang dilakukan melalui pematangan kualitas logika, akhlak dan keimanan. Pendidikan karakter adalah proses menjadi, yakni menjadikan peserta didik tumbuh sejalan dengan bakat, karakter, kemampuan dan hati nuraninya secara utuh.” Jelasnya.
Selanjutnya Dedi menambahkan bahwa membangun karakter tidak cukup hanya di dalam kelas saja, tetapi perlu dikembangkan di lingkungan yang lebih luas. Membangun karakter tidak cukup hanya menekankan pada latihan, pembiasaan, bimbingan, penularan prilaku dan lainnya.
“Tetapi juga perlu kebijakan, kepedulian, dan komitmen dari pemerintah dan masyarakat.” kata Profesor yang pernah memimpin beberapa perguruan tinggi terkenal di Bandung dan saat ini masih memimpin Program Pasca Sarjana di salah satu perguruan tinggi swasta.

Beda dengan Pembangunan Karakter
Prof. Dedi juga mengingatkan bahwa pendidikan karakter (character education) berbeda dengan pembangunan karakter (character buildings). Pendidikan karakter merupakan bagian dari pembangunan karakter. Pendidikan karakter dikembangkan melalui jalur pendidikan, baik pendidikan formal, non formal maupun informal. Sedangkan pembangunan karakter dikembangkan dengan memperhatikan seluruh sektor baik agama, pendidikan, politik, ekonomi, budaya, keamanan maupun lainnya.
Menurutnya, kualitas belajar tidak diukur dari lamanya jam belajar, tapi dilihat dari efektivitas guru dalam membangun semangat, motivasi dan perilaku yang positif.
“Yang terpenting dalam pendidikan karakter adalah membiasakan anak melakukan nilai-nilai kebajikan, kejujuran, kebenaran, keadilan, disiplin, tanggungjawab dan kebermanfaatan.” pesannya.

Kognitif & Prilaku
Sebagaimana diketahui Mendiknas Prof. Mohammad Nuh, pernah mengatakan bahwa konsep pendidikan karakter sudah disiapkan sejak 2010. Pada tahun ajaran 2011-2012 ini , pendidikan karakter diterapkan di semua jenjang pendidikan, mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Pendidikan Tinggi.
Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini.
“Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa.” Kata M.Nuh.
M.Nuh menjelaskan pula bahwa karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, tetapi secara bersamaan membangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi.
Mendiknas mengingatkan, bentuk pendidikan karakter diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah.
Pendidikan karakter bukan hanya diajarkan melalui papan tulis, tetapi harus melalui pembudayaan.
“Jangan sampai terjebak hanya pada ranah kognitif, tetapi harus diterjemahkan dalam ranah perilaku,” katanya.
(arif/agus ponda/ganesha)

Rabu, 05 Oktober 2011

Guru Jangan Memble, Jika Mutu Pendidikan Tak Ingin Memble

63% Mutu Pendidikan Ditentukan Kinerja Guru
Guru ternyata memegang peran sentral dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Di sisi lain pemerintah telah ‘meng-anak-emaskan guru’ dibanding PNS lainnya. Pangkat yang cepat melejit, kesejahteraan terus membaik. Masihkah pantas terlena dan tak mau beranjak lebih berkualitas?
…………………………………………..

Dalam kunjungan kerjanya baru-baru ini ke PGRI Kabupaten Ciamis, Ketua PB PGRI Pusat, Dr. H. Sulistiyo, M.Pd., berani menyimpulkan bahwa 63% mutu pendidikan ditentukan kinerja guru. “Guru memble mutu pendidikan juga memble, pendidikan bermutu adalah melalui kinerja guru yang baik,” ujar Dr. Sulistiyo.
Menurut Dr. Sulistiyo, pendidikan yang baik sangat membutuhkan tenaga yang terampil agar menghasilkan peserta didik yang terampil. Oleh karena itu, bekerja sebaik-baiknya sebagai guru merupakan investasi agar generasi di masa depan sesuai karakter manusia Indonesia yang didasari Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Dr. Sulistiyo mengimbau agar minimal setelah guru mendapatkan sertifikat profesional melalui sertifikasi ada perubahan kinerja ke arah yang lebih baik, bekerja lebih rajin, lebih disiplin, lebih tanggung jawab, lebih semangat dengan datang lebih awal. Menurut, Dr. Sulistiyo, hanya guru dan dosenlah PNS yang naik pangkatnya dua tahun sekali. “Kalau tidak ada peningkatan kinerja, ini sangat memalukan !” tegas Dr. Sulistiyo.
Perubahan kinerja tentu saja harus melalui pelatihan-pelatihan yang terus menerus, sangat berdosa sekali bila guru PNS seenak-nya saja bekerja, apalagi jika tugasnya banyak diserahkan kepada Non PNS yang nota bene digaji cuma Rp 100.000.-

Peran PGRI
Menurut Dr. Sulistiyo, ke depan PGRI sedang memperjuangkan guru non-PNS men-dapatkan honor yang layak dari pemerintah yang diharapkan di atas UMK dalam program mengentaskan satu juta guru miskin.
“Oktober ini akan ada PP Honorer tentang penetapan penghasilan minimal guru non PNS, kalaupun belum ada bulan ini maksimal November sudah ada. PGRI akan terus mendorong supaya secepatnya terealisasi PP honorer tersebut,” katanya.
Ia menambahkan, PGRI sejak lahir sudah menjadi mitra bagi pemerintah, gairahnya organisasi guru adalah ciri organisasi profesi. Dari tahun 1945, PGRI satu-satunya organi-sasi yang kejayaannya diakui pemerintah.
Pendekatan kepada guru sangat mudah, karena kekompakan, intelektual cerdas, maka jika dijelaskan dengan baik dan juga rasional sudah cukup. “Jadi, guru tidak usah demo kecuali terpaksa,” seloroh Dr. Sulistiyo.
Dr. Sulistiyo juga menambahkan bahwa PGRI harus mendorong peningkatan kinerja guru, dosen, dan tenaga kependidikan, mendorong terwujudnya peningkatan profesionalisme guru dan dosen. Selain itu, PGRI juga harus mendorong peningkatan kinerja jabatan birokrasi pendidikan, kepala sekolah, pengawas, dan penilik PNFI.
“Mudah-mudahan PGRI ke depan lebih kuat dan lebih tertata,” tambahnya. Itu sebabnya, kata Dr. Sulistiyo, sangat keliru dan keterlaluan jika guru tak mendukung program-program PGRI yang senantiasa berjuang demi kepentingan anggota. Sertifikasi itu hasil perjuangan PGRI berikut beberapa tunjangan lainnya. “Tak ada satu pun peningkatan dan pembaharuan pendapatan guru yang muncul tiba-tiba tanpa usul dan desakan PGRI kepada pemerintah,” ujar Dr. Sulistiyo.
Selanjutnya, Dr. Sulistiyo mengimbau agar guru senantiasa mengikuti perkemba-ngan iptek dan jangan sampai tertinggal oleh pesatnya kemajuan berbagai bidang.
“Guru harus dinamis dan optimis. Ikuti setiap perkembangan! Jangan kecewakan masyarakat dan bangsa yang telah menaruh kepercayaan besar terhadap guru dalam mendidik, mengajar, dan mempersiapkan generasi unggul dan berkarakter mulia.
Dalam kesempatan ini pun Dr. Sulistiyo, sangat berterima kasih kepada Wakil Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis yang sampai akhir acara masih meng-hadiri acara. “Biasanya di tempat lain sete-lah sambutan langsung pergi,” selorohnya.
(nung/ayu/ayu berliani/ganesha)

Awas, Dana BOS Bukan untuk Biaya Pribadi!

Pengadmintrasian Pengelolaannya Harus Hati-Hati
Tahun ini, 2011 total dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dialokasikan untuk 497 kabupaten/kota di tanah air adalah sebesar Rp 16,81 triliun. Banyak pihak menilai penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) rawan penyelewengan. Penggunaan dana BOS juga terkadang tidak tepat sasaran. Bahkan ada temuan dana BOS ini dijadikan sebagai proyek demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Misalnya dana BOS untuk keperluan perjalanan dinas kepala sekolah, biaya seragam guru/siswa, biaya perpisahan, biaya try out yang bekerja sama dengan bimbingan belajar, dan biaya lain yang tidak berhubungan dengan operasional sekolah.
Dari Sumatera Utara, Kadis Pendidikan Samosir, Jabiat Sagala, didampingi sekretarisnya Penas Sitanggang, mengimbau para kepsek yang menerima dana BOS dapat mempergunakan anggarannya dengan baik dan efisien.
“Pelaporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS juga harus benar, agar nantinya tidak menjadi masalah karena ada unsur dugaan penyelewengan. Jangan coba-coba mempergunakan alokasi dana BOS untuk kepentingan pribadi kalau tidak mau berurusan dengan aparat penegak hukum,” ujarnya.
Dari Ciamis, Jawa Barat, H. Endang Siregar, selaku tim Monev Kabupaten Ciamis mengimbau agar para pengelola Dana BOS berhati-hati dalam pengadministrasian yang merujuk pada tiga sumber ketentuan, yakni Permendagri, Permenkeu, dan Permendiknas. Ketiganya harus benar-benar dikaji secara cermat hingga dipahami dan bisa diterapkan secara benar dan runut.
“Saya khawatir dengan banyaknya asumsi tentang boleh tidaknya Dana BOS digunakan untuk pos-pos tertentu. Ada pernyataan yang mengatakan bahwa pembuatan PTK bisa didanai dari BOS. Ini keliru, bahkan salah! PTK tidak bisa didanai dari BOS. Makanya baca aturannya yang benar,” tegas H. Endang.
Sedemikian rawannya penyaluran dana BOS, perlu pengawasan yang ketat. Untuk mengawasi penyaluran BOS, pemerintah telah membentuk tim Monitoring Evaluasi (Monev) yang terdiri dari Kemenkeu, Kemdiknas dengan melibatkan pemerintah Kabupaten dan kota.
“Sesungguhnya tim monev ini sudah ada hanya saja kali ini lebih diperkuat,” kata Mendiknas Muhammad Nuh.
Tim monev ini, kata Nuh, akan melakukan evaluasi terhadap distribusi dana BOS sekali dalam tiga bulan, dengan inti evaluasi apakah dana yang ditransfer tepat waktu, jumlah yang ditransfer sesuai dengan ketentuan, serta pengawasan dana oleh sekolah.
Kata Nuh sampai akhir 2011, pemerintah tidak akan mengubah mekanisme penyaluran BOS yaitu dari kas pemerintah pusat ke kas pemerintah kabupaten/kota.
Menkeu Agus Martowardoyo menambahkan dana BOS tahun 2011 mencapai Rp 16 triliun. Dia mengungkapkan penyaluran BOS kerap terlambat karena adanya azas kehati-hatian dari pihak dinas pendidikan kabupaten/kota, terutama dalam pembuatan laporan pertangungjawaban (LPJ). Senada dengan itu, Mendagri Gamawan Fauzi mengakui pencairan dana BOS sering terkendala format LPJ. Sebagian sekolah belum mampu membuat LPJ sesuai aturan dari pusat.
“Kami sudah membuat revisi Peraturan Mendagri yang mengizinkan pembuatan LPJ secara sederhana, tapi masih ada keterlambatan maka diusulkan ada monitoring, asistensi, dan evaluasi,” ujar Gamawan.
(Agus Ponda/ganesha)

Kemarau Tak Ganggu Aktivitas Sekolah

Yang Penting Jaga Keseimbangan Alam
Musim kemarau yang melanda daerah Kabupaten Ciamis sejak beberapa bulan lalu dirasa menyulitkan warga masyarakat untuk mendapatkan air yang cukup dan bersih. Di daerah dekat kota Ciamis, PDAM Ciamis malah sejak dua tiga bulan lalu tidak mampu mengalirkan air ke sejumlah wilayah sehingga ribuan pelanggan di-”fuso”-kan tagihan airnya. Kalau pun di kota Ciamis air PDAM masih mengalir, itupun harus digilir. Kondisi ini cukup menguras emosi warga yang butuh air untuk kelancaran kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana dengan sekolah? Apakah musim kering mengganggu aktivitas di dunia pendidikan?
……………………………………
Hari itu, udara sekitar Desa Cibogo Kecamatan Padaherang Kabupaten Ciamis mulai terasa terik, padahal waktu masih menunjukkan sekitar jam 9 pagi. Di hadapan jurnalis Ganesha terhampar sawah yang kering kerontang. Nampak tunggul-tunggul jerami menghiasi sawah-sawah yang sudah beberapa bulan terakhir tidak menerima cucuran air hujan. Walaupun ada turun hujan namun hanya sebatas membasahi permukaan saja, tidak meresap membasahi akar. Saluran irigasi yang melintang kaku di antara sawah-sawah pun nampak kering kerontang. Di latar belakang hamparan sawah sebelah timur jalan desa, yang menghubungkan jalan raya Padaherang dengan desa-desa di Kecamatan Mangunjaya, nampak dua bangunan di komplek sekolah SDN 1 Cibogo. Sedangkan anak-anak SD beserta TK asik bermain mengisi waktu istirahat mereka. Halaman sekolah pun terlihat kering dengan rumput-rumput yang diantaranya sudah berwarna kuning kecoklatan.
Baru tersadar, nampaknya banyak yang tidak tertarik bagaimana musim kemarau berkorelasi dengan kegiatan dunia pendidikan khususnya aktivitas sekolah. Terlebih pada saat bersamaan pemerintah sedang mengkampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah. Apakah program itu terkendala oleh musim kemarau?
Setelah diterima oleh para guru pimpinan Kepala Sekolah Wawan Waryono, diketahui bahwa program PHBS di sekolah yang memiliki 6 ruang kelas dengan jumlah murid 123 orang tidak terganggu.
“Alhamdulillah di sekolah kami program PHBS tidak terganggu, meski kemarau, “ ujar Wawan.

Punya Sumur Bor
Menurut Dede Heryadi, salah seorang guru di sekolah tersebut, dari total 10 orang guru di SDN 1 Cibogo, walaupun musim kemarau panjang sekolahnya tidak pernah kekurangan air.
“Kami memiliki dua buah sumur, yaitu sumur gali dan sumur bor. Untuk sumur gali saat ini memang sudah kering sekali tetapi sumur bor masih berfungsi baik”, jelasnya.
Bahkan di daerah sekitar sekolah, menurutnya, sumber airnya masih cukup bagus. Di setiap rumah warga masih tersedia air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Sekolah tersebut sebenarnya memiliki empat buah WC. Tetapi dua buah yang terletak di salah satu ujung bangunan sekolah, rusak parah sehingga tidak dapat difungsikan. WC yang rusak ini berhadapan langsung dengan sumur gali yang kering. Beruntung ada dua WC di salah satu ujung bangunan sekolah yang lain yang masih berfungsi. Satu WC diperuntukkan bagi guru dan satu lagi untuk para murid. Baik untuk murid TK PGRI Paringgawangsa maupun SDN 1 Cibogo.
Memang salah satu kelas di sekolah tersebut difungsikan sebagai TK PGRI Paringgawangsa. Namun pemakaian kelas ini oleh TK, menurut Dede, tidak sampai mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Kantor UPTD Pendidikan Padaherang.
Ganesha yang menyempatkan diri melihat-lihat WC tersebut, mendapati air dari sumur bor mengalir deras dengan warna jernih. Tidak ada tanda-tanda terganggu musim kemarau.
“Kebetulan juga sekolah kami dekat dengan saluran irigasi Citanduy sehingga mungkin ada resapan dari saluran tersebut”, ujar Dede.
Mengenai program PHBS, Dede menjelaskan, sekolahnya selama ini telah mendapat beberapa kali penyuluhan. Baik dari Puskesmas maupun mahasiswa yang KKN di Desa Cibogo.
“Pada bulan Juni dan Juli lalu kami telah mendapat penyuluhan tentang sanitasi dan kesehatan gigi dari mahasiswa UNPAD yang KKN”, pungkas salah seorang guru. Ternyata kemarau yang saat ini baru berlangsung sekitar 2 bulan belum sampai mengganggu aktifitas para siswa di daerah sekitar Desa Cibogo Padaherang, khususnya terkait program PHBS.

Di Daerah Lain
Walaupun di beberapa wilayah banyak sawah dan kolam kekeringan secara umum di Kabupaten Ciamis, musim kemarau tidak terlalu parah dampaknya bagi masyarakat. Ini bila dibandingkan dengan daerah lain. Misanya di Cimahi.
Kekeringan yang melanda di sejumlah wilayah tersebut akibat kemarau terus meluas. Bahkan ratusan warga di Cibabat kota Cimahi, harus berjuang mengantri sejak pagi hingga malam hari hanya untuk mendapatkan jatah 5 ember air yang bersumber dari jetpam bantuan pemerintah setempat. Sulitnya air juga dirasakan warga di Majalengka, Jawa Barat. Sejak 4 bulan, warga disini harus antri air bersih yang dipasok PDAM. Pihak perusahaan air minum daerah (PDAM) Tirta Raharja Cimahi memastikan debit air hingga saat ini dalam kondisi kritis.
Di pulau Sulawesi setiap tahun, ketika musim kemarau tiba, warga Kabupaten Maros yang bermukim di Kecamatan Bontoa dan sekitarnya mengalami krisis air. Daerah yang berpenduduk sekitar 10.000 kepala keluarga (KK) itu kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan minum dan mencuci.
Tidak jauh dari tempat itu, anak-anak terpaksa menggunakan air laut untuk mandi., sebelum mereka ke sekolah.
“Kemarau ini menyebabkan sumur, rawa, dan sungai mengering, sehingga kami kesulitan mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Unding, salah seorang warga Desa Pajjukukang, Kecamatan Maros Utara, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Setiap harinya di musim kemarau, mereka harus mencari air bersih hingga ke dalam goa, perjalan tersebut harus di tempuh dengan berkilometer jauhnya. Hal ini dilakukan tiap hari demi memenuhi kebutuhan akan air bersih.

Pentingnya Menjaga Keseimbangan Lingkungan
Musim kemarau sebenarnya hal yang biasa di daerah tropis. Pilihannya, di daerah ini bila tidak musim kemarau ya, musim hujan. Namun bila kemarau akhir-akhir ini berarti petaka, (sulit air alias kekeringan), maka ada yang tidak beres dalam hal hubungan manusia dengan lingkungan hidup dan alam di sekitarnya.
Kekeringan sebagai akibat berkurangnya pasokan air dari sumber mata air, sungai dan danau/waduk, terjadi diyakini karena penggerusan bukit-bukit, atau gunung. Bukit dan tanah sekitar pemukiman kian hari kian langka ditumbuhi pohon-pohon. Air pun sulit tersimpan di dalam tanah, maka mata air kian berkurang dan hilang. Pembabatan hutan, kian banyaknya atau bahkan populasi manusia yang over mengakibatkan tumbuhnya pemukiman yang menghancurkan lahan hijau.
Dalam kondisi ini adalah penting pihak sekolah terus menanamkan pentingnya pendidikan lingkungan hidup pada para siswanya. Tidak semata di sekolah yang berpredikat Adiwiyata atau sekolah yang punya program sekolah berbudaya lingkungan.
Di Ciamis sekolah yang terus peduli pada program pendidikan lingkungan hidup misalnya SMPN 2 Ciamis dan SMPN 7 Ciamis. Bila di SMPN 2 Ciamis sukses menjaga keseimbangan lingkungan sekolah, menata, mengolah limbah dan mendidik arti penting lingkungan hidup sehingga meraih penghargaaan Adiwiyata Nasional, baru-baru ini pun di SMPN 7 Ciamis ada persemaian 100.000 pohon yang ditanam guru, siswa dan warga sekitar. Bila ini terus diprogramkan dan diikuti seluruh sekolah, maka ke depan bukan hanya lingkungan sekolah yang hijau dan sehat, lingkungan alam di mana masyarakat tinggal pun akan terhindar dari kekeringan ketika musim kemarau tiba. (Arief/Agus Ponda/Ganesha)