Rabu, 11 Mei 2011

Kelas Ribut? Jangan Melulu Salahkan Siswa!

Tak jarang terjadi, saat jam pelajaran berlangsung suasana kelas malah ribut. Siswa banyak bicara atau bergerak tak sesuai tujuan pengajaran. Guru jengkel, siswa pun disalahkan.
.....................................
DALAM konsep pembelajaran dikenal prinsip bahwa semua pengajaran pasti bertujuan. Ini berarti bahwa dalam proses pembelajaran harus diupayakan agar semuanya bertujuan bagi terselenggaranya pembelajaran yang efektif, baik yang terkait dengan komunikasi maupun benda-benda di kelas.
Masalah timbul ketika didapat siswa ribut di dalam kelas. Guru harus bijaksana, mungkin siswa ribut biasanya ada sesuatu yang tidak beres dengan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru. Atau, ada sesuatu yang lebih menarik bagi siswa dibanding proses pembelajaran. Itu sebabnya, maka hal yang membuat siswa lebih tertarik itu harus didayagunakan untuk mendukung proses pembelajaran.
“Guru harus mampu membaca suasana hati siswa ketika mengajar, kemudian menyesuaikan aktivitas pembelajaran dengan suasana hati siswa. Ini penting, agar proses pembelajaran berlangsung mulus,” ujar Heni, seorang guru Ciamis saat dimintai pendapat.
Menurut Heni, idealnya, guru menyesuaikan proses pembelajaran dengan suasana hati setiap siswa di kelas. Namun ini agaknya tidak mungkin. Oleh karena itu cukuplah jika guru menyesuaikan proses pembelajaran dengan suasana hati sebagian besar siswa di kelas.

Manajemen Kelas Ala Carolyn
Berkaitan dengan ‘tidak beresnya’ sebuah kelas, pakar manajemen kelas, Carolyn Evertson, membedakan antara intervensi minor dan moderasi dalam menangani perilaku siswa bermasalah.
Menurut Carolyn, beberapa masalah hanya membutuhkan intervensi minor atau kecil. Masalah-masalah yang kerap muncul biasanya mengganggu aktifitas belajar di kelas. Misalnya, murid mungkin ribut sendiri, meninggalkan tempat duduk tanpa ijin, bercanda sendiri, memainkan HP, atau memakan permen di kelas.
“Strategi yang efektif antara lain guru harus menggunakan isyarat non verbal.
Jalin kontak mata dengan siswa. Kemudian beri isyarat dengan meletakkan telunjuk jari di bibir anda, menggeleng kepala, atau menggunakan isyarat tangan untuk menghentikan perilaku tersebut,” kata Carolyn.
Dalam kondisi itu guru harus terus melanjutkan aktifitas belajar.
Lanjut Carolyn, biasanya terjadi suatu jeda dalam transisi aktifitas dalam kegiatan belajar mengajar, di mana pada jeda tersebut murid tidak melakukan apa-apa. Pada situasi ini, siswa mungkin akan meninggalkan tempat duduknya, mengobrol, bercanda, dan mulai ribut. “Strategi yang baik adalah bukan mengkoreksi tindakan mereka, tetapi segera melangsungkan aktifitas baru berikutnya,” pesannya.
Fenomena yang paling sering dilakukan guru adalah mendekati siswa yang ribut.
Saat siswa mulai bertindak menyimpang. Guru cukup mendekatinya, maka biasanya dia akan diam.
Penting pula guru terus mengarahkan perilaku siswa. Jika siswa mengabaikan tugas yang diperintahkan guru, sebaiknya siswa diingatkan tentang kewajiban itu. Guru bisa berkata, “Baiklah, ingat, semua harus menyelesaikan soal matematika ini.”
Suasana ribut juga bisa muncul ketika siswa melakukan kesalahan kecil saat tidak memahami cara mengerjakan tugas. Untuk mengatasinya guru harus memantau siswa dan memberi petunjuk jika dibutuhkan.
Selanjutnya, Carolyn pun memberi tips yang agak tegas. Para guru bisa menyuruh siswa berhenti dengan nada tegas dan langsung menjalin kotak mata dengan murid, dan bersikap asertif agar siswa menghentikan tindakannya.
“Buat pernyataan, singkat dan pantau situasi sampai murid patuh. Strategi ini bisa dilakukan dengan mengkombinasikan strategi mengarahkan perilaku murid. Penting pula siswa diberi pilihan. Berilah siswa tanggung jawab dengan memilih dua pilihan, bertindak benar atau menerima konsekuensi negatif. Beri tahu siswa apa tindakan benar itu dan apa konsekuensi bila melanggar,” kata Carolyn.
Carolyn mengingatkan, situasi “lebih gawat” bisa terjadi di dalam kelas. Untuk itu guru harus melakukan intervensi moderat. Beberapa perilaku siswa yang salah membutuhkan intervensi yang lebih kuat ketimbang yang baru saja dideskripsikan pada intervensi minor di atas, misalnya, ketika siswa menyalahgunakan aktifitasnya, mengganggu, cabut dari kelas, mengganggu pelajaran, atau mengganggu pekerjaan murid lainnya.
“Strategi yang bisa dilakukan, banyak pilihan, misalnya jangan memberi privilege atau aktifitas yang mereka inginkan. Bila guru memperbolehkan murid untuk berkeliling kelas atau mengerjakan tugas dengan siswa lain dan ia malah menyalahgunakan privilege yang guru berikan atau mengganggu pekerjaan temannya, maka guru bisa mencabut privilege-nya,” kata Carolyn.
Selain itu guru dan siswa dapat membuat perjanjian behavioral. Atau membuat perjanjian yang bisa disepakati oleh semua siswa. Perjanjian ini harus merefleksikan masukan dari kedua belah pihak, yaitu guru dan siswa. Jika muncul problem dan siswa tetap keras kepala, guru bisa merujuk pada kesepakatan bersama yang telah dibuat.
“Bila cara-cara tadi belum juga ampuh, pisahkan atau keluarkan siswa dari kelas. Ini dapat dilakukan bila siswa tidak mengindahkan peringatan, “Anda bisa memisahkan ia dari siswa di sekitarnya ataupun mengeluarkannya dari dalam kelas,” kata Carolyn. Cara ampuh lainnya, mengenakan hukuman atau sanksi. Namun ia mengingatkan, menggunakan hukuman sebaiknya tidak melakukan tindakan kekerasan, tetapi bisa dilakukan dengan memberikan tugas mengerjakan soal atau menulis halaman tambahan.

Trik Lain
Dalam sebuah tulisan di www.gurusukses.com, ada beberapa trik lain bagaimana mengatasi keributan yang tak diinginkan di dalam kelas. Pertama, masukilah dunia siswa. Guru dapat memasuki dunia siswa dalam pembelajaran melalui pertanyaan pancingan yang mengarah pada sesuatu yang sedang menjadi topik perbincangan siswa. Atau, guru mencermati apa yang sedang menarik perhatian siswa, kemudian membicarakan sesuatu yang menarik dari apa yang diperhatikan siswa tersebut. Sebentar saja. Tujuannya adalah untuk membawa siswa kepada pelajaran.
Selanjutnya, mencari hubungan apa yang diperbincangkan tadi dengan materi pelajaran, sehingga siswa memberikan perhatian kepada pelajaran. Namun jangan dipaksakan! Jika sebentar saja perhatian siswa kembali ke hal di luar pelajaran, maka berarti pelajaran hari itu memang tidak menarik bagi siswa.
Dalam situasi seperti ini guru harus cerdas dan kreatif untuk mengubah pelajaran yang tidak menarik itu menjadi menarik bagi siswa. Guru harus menemukan, apakah karena metode yang tidak tepat, materi yang terlalu sulit, komunikasi yang monoton tidak menginspirasi, atau karena tidak digunakannya media pembelajaran yang sesuai?
Apabila sudah ditemukan penyebab tidak menariknya pelajaran bagi siswa (kalah menarik dibandingkan dengan situasi di luar kelas), maka segera temukan solusinya, dan terapkan dalam pembelajaran. Guru akan menemukan bahwa sebenarnya tidak sulit mengelola situasi di kelas agar fokus pada pembelajaran ketika seorang guru memang sudah mencintai pekerjaannya, mencintai murid-muridnya, dan berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan dan keberhasilan murid-muridnya. Selamat mencoba!
(gns/dari berbagai sumber/nt)

Tidak ada komentar: