Rabu, 21 Desember 2011

Ini Sekedar Nasehat di Akhir Tahun 2011

Ubah Paradigma Kuno yang Menyesatkan
Tahun 2011, tinggal hitungan hari akan berakhir. Bagi anda ini saatnya untuk mempersiapkan lebih baik lagi di tahun 2012 nanti. Baik dalam kinerja, baik dalam hati, dan baik dalam prilaku nyata. Pertanyaannya, selama tahun 2011, resolusi apa yang sudah Anda capai? Apa yang belum tercapai? Bagaimana dengan resolusi Anda di tahun baru 2012? Itu bisa jadi agenda Anda.
Sekedar untuk referensi anda agar lebih baik lagi di tahun 2012, di bawah ini ada tulisan berisi nasehat, pencerahan atau mungkin tips buat anda, anak anda atau para guru. Selamat membaca.
...............................

Pertama-tama saya hanya mau menanyakan beberapa hal yang sering sekali orangtua katakan pada anaknya. Mengapa mereka sering mengatakan, “Nak, belajar yang pintar, biar nanti gampang cari kerja.”
Sepertinya kok aneh sekali mereka bicara seperti itu. Dari kalimat tadi, ada dua tujuan yang bisa kita tangkap jelas: Belajar biar pintar.
Dua hal ini sebenarnya jelas-jelas paradigma yang dibangun kaum penjajah biar kita bisa dimanfaatkan dengan mudah.
Kenapa?
Pertama, biar pintar. Jadi kita dididik biar pintar saja, otak kita penuh dengan pelajaran-pelajaran. Kita tak dididik jadi orang yang cerdas, penuh akal, karena penjajah takut kita justru bisa mengakali mereka. Kita tak dididik jadi orang yang kritis, tanggap, dan demokratis, karena penjajah takut kita bisa memberontak seketika.
Kedua, cari kerja. Jadi kita dididik hanya untuk mencari pekerjaan, bukan untuk menciptakan pekerjaan. Penjajah hanya ingin kita bekerja untuk mereka, bukan untuk kita sendiri. Penjajah takut kita lebih maju dari mereka.
Jadi, kalau yang sampai saat ini masih menggunakan paradigma itu, maaf, Anda masih hidup dalam masa penjajahan.
Kalau hanya untuk pintar, beli buku saja di toko-toko buku sekitar kota anda tinggal. Satu minggu khatam 1 buku. Dijamin pintar. Kalau hanya cari kerja, sampah di jalanan masih banyak, menyapu di jalanan juga pekerjaan yang mulia bukan?

Introspeksi Diri
Tapi sekarang sudah terlanjur begini, apa yang bisa kita lakukan?
Gampang. Lakukan introspeksi diri. Cari hal apa yang sering bisa membuat Anda lupa makan, minum, tidur, bahkan bernafas.
Apakah editing video? Kalau iya, jadilah editor profesional. Gambar-gambar di Photoshop atau Corel? Jadi desain grafis saja. Atau menata ruang kerja anda, lebih menarik dan membangkitkan semangat bekerja mendidik anak bangsa. Guru layaknya harus punya ruang kerja, bukan hanya di sekolah tapi juga di rumah. Mungkin kamar sekaligus perpustakaan pribadi.
Jangan takut untuk beralih ke segala hal yang Anda sukai, ketika Anda berjuang untuk sesuatu yang Anda suka, seberat apapun tantangannya, pasti akan Anda hadapi dengan senang hati.
Berikutnya, fokus. Jadikan hobi sebagai fokus profesi Anda atau pelengkap aktivitas pokok. Jangan takut kalau nanti telah pensiun atau tidak dapat kerja, kerjaan itu bisa datang dari mana saja. Ketika Anda sudah menjadi profesional di bidang tertentu, pekerjaanlah yang akan mencari dan mengejar Anda.
Kalau hobimu mancing, profesional-lah di bidang mancing, lalu tunggulah pengusaha-pengusaha kolam pemancingan yang akan datang berkonsultasi tentang kolam ikannya atau pengusaha peralatan mancing yang meminta Anda menjadi kepala bidang research and development.

Ubah Paradigma Kuno
Saatnya kita tahu esensi pendidikan yang kita jalani saat ini, jangan sampai kita hanya menghambur-hamburkan uang untuk mengejar embel-embel SBI (Sekolah Berstandar Internasional), atau good will suatu universitas, bukan itu esensi pendidikan.
Seharusnya dunia pendidikan membuat yang berada di dalamnya menjadi insan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Bukan untuk menambah beban hidup orang tua atau menambah beban negara.
Cara belajar paling efektif adalah: Bekerja sambil belajar. Betapa banyak mahasiswa yang malas kalau suruh belajar? Itu karena tidak ada motivasi lain untuk belajar, kecuali untuk lulus ujian. Lihat bedanya, seorang pegawai swasta yang sangat antusias dalam mengikuti kursus brevet pajak meski begitu banyak aturan pasal-pasal dan tarifnya. Mereka sangat antusias karena mereka merasa butuh pelajaran itu untuk kehidupannya. Kehidupan nyatanya.
Di sini kita bisa lihat, dunia pendidikan seperti memiliki dunia sendiri dan tidak peduli dengan dunia nyata yang akan dihadapi oleh almamaternya. Ironis. Tapi kalau bekerja dulu sambil belajar, mana ada perusahaan yang mau nerima pegawai yang belum tahu apa-apa, dan baru mau belajar nanti kalau sudah kerja?
Hanya ada satu perusahaan yang mau menerima orang-orang seperti itu. Yaitu perusahaan Anda sendiri. Jadi, jangan takut untuk memulai untuk membangun perusahaan sendiri. Dan jangan bayangkan perusahaan itu harus yang megah, punya kantor, punya pegawai banyak, modal miliaran.
Coba tengok dulu forum Kaskus. Awalnya bukankah Kaskus ini didirikan hanya oleh 1 orang. Bang Andrew Darwish. Awalnya Kaskus hanya memiliki kantor di sebuah kosan kecil, sampai akhirnya sekarang punya kantor sendiri dan jutaan member.
Mulailah dari yang kecil, lihat sekeliling Anda, di sana banyak sekali peluang menanti. Dari sesuatu yang Anda mulai itu, bersiaplah untuk menjadi pribadi pembelajar, yang tak sadar bahwa sebenarnya Anda sedang belajar keras untuk meningkatkan kualitas diri.
Nah, jadi harusnya apa yang dipelajari di sekolah biar nyambung dengan dunia nyata?
Buang paradigma bahwa sekolah adalah tempat menimba ilmu. Sekolah seharusnya tidak hanya untuk menimba ilmu, tapi juga membangun sikap dan perilaku siswanya.
Mungkin akan lebih bijak jika sekolah SD tidak perlu memberikan pelajaran susunan pemerintahan, hukum, dan kewarganegaraan. Alangkah bijaksana jika SD hanya mengajarkan hal-hal yang nyata-nyata dibutuhkan untuk anak-anak seusianya. Mereka butuh bermain, butuh berinteraksi dengan teman-temannya. Mereka tidak membutuhkan les Matematika, les Bahasa Inggris, dan les-les lainnya.
Biarkan si anak mengutarakan keinginannya, kesukaannya. Berikan waktu yang cukup untuk mereka melakukan hobinya. Ketika sudah mulai beranjak dewasa, saatnya dunia pendidikan memberikan arahan untuk menjadi pribadi yang anggun.
Tanamkan nilai-nilai kejujuran, integritas, kerjasama, gotong-royong, pantang menyerah, kreatif, kritis, atraktif. Sediakan ilmu-ilmu yang mereka butuhkan, yang mereka tanyakan kepada gurunya. Pertanyaan yang mereka dapatkan sendiri dari observasi sederhana dalam kehidupan mereka di rumah, bersama teman di lingkungannya, ataupun di lingkungan sekolahnya.
Jadikan sekolah tempat yang menyenangkan untuk berinteraksi, mencari dan menggali ilmu. Bukan menjadikan sekolah sebagai tempat untuk membuang uang, tenaga, pikiran, hanya untuk mencari titel bekal mencari pekerjaan. Lalu, kenapa mereka juga mengatakan: “Sudahlah, nggak usah mikir yang macam-macam, yang penting kuliah, belajar, pintar, terus kerja.”
Berapa banyak anak SMA/SMK yang melanjutkan ke perguruan tinggi? Banyak.
Berapa banyak lulusan perguruan tinggi yang sampai sekarang masih menganggur? Banyak.
Berapa banyak yang mengeluhkan lulusan perguruan tinggi tidak siap turun di dunia kerja? Banyak juga.
Jelas lulusan perguruan tinggi itu banyak yang tidak siap turun di dunia kerja karena memang tidak dididik untuk siap di dunia kerja. Mereka tidak dididik untuk siap dalam menghadapi problematika hidup.
Mahasiswa di perguruan tinggi itu, diajarin tentang ilmu-ilmu yang tinggi. Abstrak, tak bisa dibayangkan di dunia nyata. Sebenarnya bukan tak bisa dibayangkan, tapi tak butuh dibayangkan, karena mereka tak punya pengalaman dan juga tak butuh bagi implementasi di dunia nyata mereka untuk menganalogikan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diterima dari kampus.
Mahasiswa itu dididik untuk selalu kritis atas pernyataan dosen. Mahasiswa itu dididik untuk siap sedia kalau mau ujian saja, sedangkan dunia kerja menuntut setiap yang kita kerjakan adalah ujian yang menentukan nasib pekerjaan kita selanjutnya. Jadi kalau mau cari kerja, bukan di perguruan tinggi tempatnya.
Di tempat kursus komputer, kursus menjahit, kursus bahasa, dan kursus-kursus lainnya yang mengasah kemampuan praktek, keterampilan, bukan hanya kemampuan otak.
Bukan berarti orang bekerja hanya butuh keterampilan dan tak butuh otak. Orang bekerja juga butuh otak, tapi bukan otak yang isinya logaritma, aljabar, statistika, manajemen keuangan, ekonomi makro, mikro. Bukan otak yang isinya hanya angan-angan tinggi. Tapi otak yang penuh akal, inspirasi, dan inovasi. Latihannya bukan dengan buku, tapi dengan praktek dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana menyiasati uang bulanan yang tiap tanggal 15 sudah tinggal 5 ribu perak? Bagaimana langganan internet bukan hanya untuk browsing BB+17, tapi bisa buat beli BB untuk kebutuhan dinamis. Itu yang dibutuhkan buat dunia kerja.

Hanya 10 %
Sudah banyak orang bilang, kalau ilmu yang kita terima di sekolah/kampus hanya terpakai 10% saja di dunia kerja. Tapi kenapa kita masih bela mati-matian sampai setengah mati berusaha dapat yang cuma 10% itu dengan beratus-ratus ribu hanya untuk beli formulirnya? Berjuta-juta untuk dapat topi yang ada gantungannya? Padahal itu cuman 10%!
Katanya, yang 90% itu EQ dan SQ. So, apa iya berteman itu bayar? Sejak kapan sholat harus bayar? Kenapa kita tak mati-matian melatih inovasi, kreatifitas, dan kejujuran? Apa orang jujur harus bayar juga? Apa belajar inovasi dan kreatifitas juga harus bayar? Bukannya inovasi dan kreatifitas yang membuat kita berusaha untuk memperoleh segala sesuatu dengan gratis? Kenapa coba bisa begitu? Konyol kan? Mencari burung rajawali yang terbang tinggi, padahal di depan mata ada merpati dalam sangkar.
Masih bangga dengan pendidikan tinggi?
Kalau bisa dikagumi tanpa harus berpendidikan tinggi, kenapa tidak? Zaman dulu it’s ok! Tapi sekarang pendidikan tinggi bukan sebuah kebanggaan semata!
Sekarang yang patut dibanggakan bukan pendidikan yang tinggi, tapi seberapa bermanfaatnya kita buat orang banyak. Sekarang jarang ada orang yang bermanfaat buat orang banyak. Sekarang isinya cuma berlomba memenuhi kantong sendiri buat anak istri cuma berlomba baca buku yang banyak biar nilainya bagus.
Lihat Bill Gates, Bob Sadino, apa yang dibanggakan dari mereka? Pintar? Sekolahnya pun tidak tamat. Yang dibanggakan dari mereka, betapa hebatnya manfaat yang mereka berikan untuk orang lain.
Jadi, zaman sekarang orang lebih kagum kalau melihat orang yang bisa memberikan manfaat buat orang banyak.
Maka jangan heran ada yang protes, anak-anak kita. “Mah, Pah, Bu, Pak, Ayah, Bunda, please... Ini bukan zamanmu lagi. Jangan paksa aku harus pintar. Aku tak bisa kalau harus dapat nilai 9 terus, tak bisa kalau harus IPK di atas 3 terus. Sekarang itu semua itu tak terlalu penting!”
“Aku ingin bermanfaat buat orang banyak! Biarkan aku melakukan hal kecil yang sederhana, yang penting bermanfaat buat orang banyak! Aku tak butuh ilmu yang macam-macam. Aku butuh ilmu yang bisa dipakai buat banyak orang!”
“Aku ingin membahagiakan kalian. Tapi apa engkau bahagia melihatku tersiksa? Aku tahu, kalian orang tua yang sangat menyayangiku. So, please let me do what i love. Bukankah ketika aku bahagia, kalian juga bahagia? Biarkan aku menjalani hidup dengan paradigma zjamanku sekarang, bukan paradigma zamanmu dulu!”
Bukan maksud hati sok tahu, orang tua tetap lebih berpengalaman, tapi pengalaman mereka adalah pengalaman zaman dulu. Sudah banyak berbeda dengan zaman sekarang. Tak ada alasan kalau kuliah tujuannya cuma membahagiakan orang tua. Terbalik! Orang tua menguliahkanmu biar bahagia. Kalau kamu ternyata tak bahagia kuliah, berarti selama ini cuma buang-buang uang, tenaga, pikiran, dan umur.
Kejarlah pendidikan yang memiliki tujuan untuk bekal hidup bahagia dunia akhirat.
Benar kan Mah, Pah, Ayah, Bunda?
(agus ponda/fimadani)

KETAHUAN MENYIMPAN MILIARAN UANG NEGARA

PNS Muda Sedang Disorot
Selama ini sorotan publik tentang pelaku korupsi uang negara, terfokus pada sosok pejabat atau pegawai negeri sipil berusia tua atau boleh dikata senior. Mereka itu sering dikaitkan sebagai bagian dari generasi lama orde ini atau orde itu. Namun kini, ternyata pelaku indikasi korupsi, bukan berasal dari kaum tua, justru pelakunya disinyalir para abdi negara generasi baru. “Hebatnya” lagi, mereka bukan hanya PNS muda di tingkat pusat, namun juga PNS muda di daerah. Jumlahnya pun mencengangkan.
..........................................................

Baru-baru ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir temuan mengejutkan. PPATK menemukan fakta, kini korupsi tidak hanya dilakukan pejabat yang tua, namun sudah dilakukan sejumlah pegawai negeri sipil yang masih muda.
Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, di Jakarta, Selasa 6 Desember 2011, mengatakan pihaknya menemukan ada dua orang anak muda golongan III B potensial, usia 28-38 tahun menyimpan rekening belasan miliar. “Mereka mengerjakan proyek fiktif dan menilep belasan miliar," kata Agus .
Menurut Agus, dengan demikian kini, PNS muda yang memiliki rekening miliaran rupiah ternyata bukan hanya Gayus Tambunan saja. "Sejak 2002, yang kami serahkan 1.800 laporan indikasi korupsi. Ternyata Gayus (Tambunan) nggak cuma satu, saya prihatin membaca laporan itu," ujarnya.
Agus yang baru menjabat selama sebulan, mengaku syok atas temuan tersebut. Awalnya, Agus menduga kedua PNS ini 'bekerja' untuk atasan mereka. "Ternyata tidak, mereka bermain sendiri."
Modus yang dilakukan PNS ini untuk korupsi dengan cara memasukkan dana miliaran tersebut ke rekening istrinya. Lalu, sang istri memecah ke anak mereka yang baru berusia 5 bulan. "Anaknya sudah diasuransi Rp 2 miliar, lalu anaknya yang 5 tahun juga diasuransikan pendidikan Rp 5 miliar. Uang itu juga dikirim ke ibu mertuanya," terang Agus.
Selain itu, Agus juga menemukan tiga anak perempuan menerima gratifikasi reguler sebanyak Rp 50 juta per bulan. "Untuk jumlah pegawai golongan IIIB yang punya rekening miliaran rupiah, selama saya menjabat jumlahnya kurang lebih 10 orang," katanya.

Pegawai Strategis di Pemda
Agus mencontohkan PNS tersebut adalah pegawai yang duduk di tempat-tempat strategis, seperti posisi bendahara. Menurutnya, data bendaharawan di hampir semua Pemda di seluruh Indonesia menunjukkan banyak terjadi penyimpangan.
Modusnya adalah dengan memanfaatkan proyek-proyek yang berjalan hingga akhir tahun. Misalnya pada akhir tahun dimana semua lembaga harus melakukan laporan pemindahan dan tutup buku, akan tetapi banyak proyek-proyek yang masih berjalan.
"Ini pragmatis, mereka pindahkan uang negara ke rekening pribadi. Alasannya biar mudah," kata Agus.
Menurutnya, praktik yang demikian kerap terjadi dan itu terjadi di pertengahan bulan Desember setiap tahunnya. Konyolnya uang tersebut dipindah ke rekening istrinya dan anaknya.
"Kan di bank ada bunga, lalu bunganya punya siapa dan kalau mati uangnya jadi wasiat dan itu jadi milik dia, ini kan uang negara," ujarnya.
Agus menjelaskan, hal tersebut diketahui dari aplikasi komputer yang dimiliki PPATK. "Ketika kita mengetik nama dan tanggal lahir orang itu, muncul riwayat transaksi keuangannya di bank, asuransi, agen," ujarnya.
Agus berharap KPK segera menindaklanjuti temuan PPATK itu. "Kami sudah laporkan ke KPK, karena masih berupa data intelijen masih butuh pendalaman, penyelidikan, dan penyidikan," kata Agus.
Menurutnya, PPATK merupakan institusi intelijen keuangan untuk memperkuat penegakan hukum sehingga data yang diserahkan bersifat intelijen. Karena itu ia tidak bisa menyebut detil data-data PNS muda yang disinyalir memiliki rekening miliaran rupiah. "Kami tidak bisa menyebut nama, ini kan intelijen unit, tentunya bila ada hasil dilaporkan ke penegak hukum," ujarnya.
Ia mendorong KPK agar dapat menerapkan dalam penyidikan dan penuntutan secara kumulatif terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang. "Maka saya katakan jangan kaget, semua pelaku pencucian uang baik pasif dan efektif akan terseret," ujarnya.
Menurutnya, dengan menggunakan UU Pencucian Uang, maka tidak hanya pelaku saja yang dapat dijerat. "Kalau gunakan UU TPPU, anak istri atau suaminya juga bisa ditarik bila terbukti melakukan hal itu. UU ini juga meminta pelaku untuk melakukan pembuktian terbalik, kalau dia tidak bisa membuktikan hartanya itu maka ada perampasan aset," ujarnya.

Awasi Anak Buah Glamor
Untuk itu, pihaknya meminta kepada Inspektorat Jenderal di kementerian untuk semakin memperketat pengawasan melekat (waskat). Apalagi, jika ada anak buah yang kelihatan glamor, dengan penghasilan yang bisa diketahui jumlahnya dan terus-menerus menduduki jabatan strategis. "Kami pertanyakan mengenai tindakan administratif yang dilakukan," ujarnya.
Selain itu, Agus meminta semua lembaga agar melakukan perbaikan, khususnya yang menyangkut pelayanan publik serta pengadaan barang dan jasa. "Sistem manualnya harus diperbaiki. Apakah memungut, pengadaan proyek dan rawan tergoda perbuatan koruptif," tuturnya.
Mengenai dugaan tersebut, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengusulkan agar tiap proyek pemerintah dilaksanakan pada awal tahun. Atau pembangunan harus dipercepat.
"Saya selalu bilang pembangunan itu harus dipercepat, itu harus diselesaikan hibernasi nasional itu. Hibernasi nasional itu orang baru kerja April. Harus dicari kiat yang tidak menyalahi prinsip akuntabilitas tapi bisa dipercepat. Jadi Januari atau Februari orang sudah mengerjakan proyek, jadi ada waktu 10 bulan untuk mengerjakan proyek," kata Azwar.
Azwar pun menilai tidak bakal ada proyek yang dapat selesai jika dimulai pada akhir tahun. "Mana mungkin ada proyek bulan November 70 persen, tiba-tiba bulan Desember sudah 100 persen, itu kan nggak mungkin," ujarnya. "Makanya saya berulang kali bilang, daripada kita berakrobat di ujung tahun, kita paksa lebih cepat mulainya di awal tahun."
Caranya, lanjut Azwar, satuan tiga sudah boleh buat tender. "Di DPR sudah dibahas. Sebelum dimulai satuan tiga sudah boleh tender, dengan catatan nanti tidak boleh diikat kontrak," ujarnya.
Azwar pun meminta agar temuan tersebut ditindaklanjuti. Apakah benar uang itu benar milik PNS tersebut atau karena hasil penyimpangan jabatan atas uang proyek yang dipindahkan.
Meski demikian, Azwar mengaku belum mendapatkan laporan tersebut. “Saya baru baca di koran saja. Rencananya kan hari ini ke PPATK," ujarnya.

Perjalanan Dinas Lahan Basah
Selain itu, Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, juga mengungkapkan sekitar 60 persen PNS diduga melakukan tindakan korupsi dengan modus perjalanan dinas. Menurut Abdullah, para PNS ini diindikasikan melakukan korupsi disebabkan besarnya gaji yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Gajinya hanya cukup untuk 10 hari," ujar Abdullah Hehamahua saat memberikan sambutan dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta.
KPK menilai, selama ini, para PNS yang melakukan perjalanan dinas lebih banyak dibanding waktu untuk bekerja. Bahkan, sering terdapat PNS yang memiliki laporan surat pertanggungjawaban selama 360 hari. "Itu kesempatan untuk memperoleh penghasilan," tuturnya.
Masyarakat, dia menambahkan, sering menganggap reformasi birokrasi yang digulirkan pemerintah untuk mengurangi tindakan korupsi hanya terpaku pada persoalan gaji. Namun, KPK menganggap alasan tersebut hanyalah salah satu alasan munculnya tindakan korupsi.
"Kami tawarkan pada Menteri Keuangan, gaji besar tapi tunjangannya tidak sampai sepertiganya," tuturnya.

Laporan Hasil Analisis
Dugaan kepemilikan rekening miliaran rupiah ini juga pernah diungkapkan Kepala PPATK Muhammad Yusuf. "Masak PNS punya rekening sampai ratusan miliar," ungkap Kepala PPATK, Muhammad Yusuf di Jakarta, Senin 28 November 2011.
Berapa jumlah temuan itu, kata Yusuf, diketahui dari Laporan Transaksi Keuangan (LHA) mencurigakan dari penyedia jasa keuangan atau perbankan. Berapa jumlah Laporan Hasil Analisis (LHA) yang terkait dengan PNS, Yusuf enggan membeberkannya. "Ada. Tapi tidak bisa disebutkan," katanya.
Informasi dan data soal itu, lanjutnya, bersifat rahasia, agar para oknum PNS 'miliarder' itu tidak dapat menyusun strategi apabila laporannya disebutkan ke publik. "Kalau saya bicara, nanti mereka bikin strategi dong," ucapnya.
Yusuf menegaskan bahwa ada beberapa LHA yang sudah dilaporkan dan kemudian disidik oleh penegak hukum. Contohnya, Gayus Tambunan dan Bahasyim Assifie. Banyak juga LHA, lanjutnya, yang belum ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum meski kasusnya sudah berjalan di ranah penyidikan.
PPATK sudah bersepakat dengan Kapolri untuk menindaklanjuti LHA tersebut. "Saya sudah meminta Kapolri untuk meninjau ulang dan beliau berkenan dan menjanjikannya. Artinya, kami sudah kirim. Belum ada tindak lanjut karena ada alamat yang fiktif, identitas palsu atau ada juga yang masih dalam proses," jelasnya.
Mantan Kepala PPATK, Yunus Husein pun sudah mencium soal transaksi yang mencurigakan di pemerintah daerah. "Kalau pemda banyak menyalahgunakan, jawabannya ya," kata Yunus.
Yunus menjelaskan, penyalahgunaan di daerah lebih banyak dilakukan dengan cara menyimpan dana pemerintah daerah di rekening pribadi. "Seharusnya kan tidak boleh," kata dia.
Meski demikian, Yunus tidak menyebut daerah mana saja yang paling banyak menyalahgunakan dana pemda tersebut, termasuk besarnya dana yang disalahgunakan. "Bisa menyesatkan itu kalau besaran. Kami tidak pernah hitung jumlah, tapi transaksi. Kalau jumlah berputar-putar," kata calon pimpinan KPK itu.
Yunus juga mengaku tidak tahu-menahu berapa banyak laporan PPATK yang sudah ditindaklanjuti penegak hukum. "Tanya penegak hukum. Kami kan kasih umpan saja," ucap Yunus.
Termasuk soal tindakan menyimpan dana tersebut di rekening pribadi, Yunus tidak berani menyebut hal itu kriminal atau bukan, sebab penyidiklah yang akan menentukan.
Kepemilikan rekening gendut oleh PNS muda ini mendapat perhatian dari Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, permasalahan ini cukup serius dan harus dituntaskan. "Saya kira agak serius, supaya diungkap," kata Mahfud.
"Kalau PNS-nya mendapatkan itu dengan wajar tidak apa-apa. Tetapi harus diungkap bagaimana seorang PNS golongan III atau bahkan golongan IV sekalipun punya harta ratusan miliar, itu nggak masuk akal."
Mantan politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan yang perlu diungkap adalah dugaan apakah mereka memanfaatkan dana negara. "Karena sebenarnya masalah kita itu birokrasi yang sangat bermasalah," ujarnya.
Dia menyarankan agar PPATK melaporkan indikasi-indikasi uang itu dari mana, kemudian jika sudah diketahui akan mudah mencari bagaimana bisa ada uang seperti itu. "PPATK tidak boleh menyebut itu secara samar-samar, dilaporkan saja daftarnya. Kemudian diseleksi lagi mana yang benar-benar bermasalah. Sehingga ini menjadi jelas," katanya.
Dia menambahkan karena inspektor pengawasan tidak bekerja dan maka PPATK harus bekerja keras. "Menurut saya ini serius untuk pemberantasan korupsi," pungkas Mahfud. (vvnws/jps/nt)

Ini Kritik SBY untuk Guru Bersertifikasi

Gaji Bertambah, Kinerja Tak Banyak Berubah
Perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap guru boleh dikata kian baik. Nasib guru, terutama guru PNS cukup beruntung di era pemerintahan SBY. Salah satunya dengan keluarnya Undang-undang Guru dan Dosen yang akhirnya memicu lahirnya kebijakan sertifikasi guru dan dosen. Berkat sertifikasi, gaji guru PNS naik berlipat, sedangkan bagi guru non PNS, tunjangan sertifikasi sangat membantu kehidupan mereka. Karena sudah ‘membela guru’, SBY pun tak ragu mengkritik guru. Terlebih ada sesuatu yang membuatnya gundah.
......................................
Itu sebabnya peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2011 dimanfaatkan SBY untuk memberikan koreksinya kepada guru. SBY menyoroti kinerja guru-guru yang telah lulus sertifikasi, namun tidak ada peningkatan dalam hal kinerjanya.
"Saya masih menerima masukan dari masyarakat, sebagian saudara-saudara kita yang sudah mencapai itu (lulus sertifikasi, Red.), kinerjanya belum banyak berubah," kata SBY dalam Peringatan HGN dan HUT ke-66 PGRI di Sentul Internasional Convention Center (SICC), kemarin (30/11).
Padahal, kata SBY, guru yang telah lulus sertifikasi, sudah bisa menerima tunjangan profesi dan tunjangan khusus. "Berarti kesejahteraan meningkat," kata SBY.
Selain soal kinerja, SBY juga memberikan dua koreksi lain untuk para guru. Yakni para guru yang diharapkan memiliki kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap sekolahnya sehingga lebih tertib dan teratur.
SBY juga mengkritik guru yang tidak bisa menjadi panutan bagi para muridnya. Padahal, kecintaan murid kepada mata pelajaran itu juga bergantung dari peran guru tersebut dalam memberikan teladan atau ajaran yang baik.
"Kenapa saya suka matematika dan ba-hasa? Itu karena saya terinspirasi oleh guru yang mengajar matematika dan bahasa," terangnya. Dengan perbaikan-perbaikan itu, maka masa depan guru ke depan dapat lebih baik lagi dari sekarang.
"Dengan demikian lingkungan pendidikan menjadi bagian character building. Saya koreksi, mari kita perbaiki tempat itu," urainya.

Pujian pada Guru Berprestasi
Selain koreksi, SBY juga menyampaikan apresiasinya terhadap guru yang berhasil dalam berbagai bidang. Kemudian juga me-reka yang melampaui panggilan tugasnya.
"Atau sangat dedikatif. Beyond the call of duty, benar-benar luar biasa," ujar SBY yang disambut riuh tepuk tangan ribuan guru di SICC.
Apresiasi juga ditujukan pada guru yang bertugas di daerah dan mendidik masyarakat yang kondisinya ekstrim. Misalnya infrastruktur yang serba kurang.
"Mereka patut mendapat penghargaan dari negara karena mengemban tugas di daerah yang penuh tantangan," katanya.

Pengelolaan Guru
Dalam kesempatan itu, presiden merespon pembahasan mengenai pengelolaan guru, apakah dikelola pemerintah pusat atau daerah. Kalimat itu spontan disambut ribuan guru dengan teriakan "pusat".
"Dengarkan dulu," potong SBY. "Ada plus dan minusnya. Kalau dikelola pusat, ada plus dan minusnya," imbuhnya.
Dia menyebut sudah memerintahkan un-tuk dilakukan kajian. Termasuk mengonsul-tasikannya dengan DPR jika diperlukan.
"Pembahasannya tidak emosional, tidak grusa-grusu. Sehingga ketika ditetapkan adalah solusi, bukan masalah," kata SBY.

Honorer Diperhatikan
Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepada jajarannya terutama kepada Kementrian Keuangan, Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama, untuk memperhatikan gaji dan tunjangan guru. Bukan hanya yang berstatus PNS, namun juga yang masih berstatus tenaga honorer.
Presiden SBY mengatakan masih banyak persoalan guru khususnya di daerah yang sampai padanya. Mulai dari masalah kesejahteraan, hingga aturan pengangkatan tenaga guru honorer.
“Kalau semua diangkat jadi PNS, kan tidak mungkin. Kita punya PNS itu sekitar 4 juta orang, setiap tahun ada 200 ribu orang yang pensiun. Artinya ada 200 ribu yang bisa masuk (jadi PNS),’’ ungkap SBY.
Dari jumlah inilah diharapkan, ada pengangkatan guru PNS yang berasal dari guru honorer. Untuk menentukan siapa yang berhak mengisi 200 ribu kursi ini, diharapkan jajaran terkait bersikap adil dan bijaksana.
“Sehingga angkatan kerja baru mendapat tempat dan mereka yang sudah antri juga bisa menjadi PNS. Ini harus dibicarakan dengan Menkeu dan pihak terkait lainnya, yang terbaik seperti apa,’’ kata SBY.
Selain itu SBY juga menyorot masalah keterlambatan tunjangan profesi yang sering dikeluhkan di daerah. Menurutnya masalah seperti ini jangan sampai lagi terjadi, karena menyangkut kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut.
“Tolong diperbaiki. Saya tidak ingin dengar terus ada yang terlambat. Kalau ada yang belum terima, harus ada aturan yang mengaturnya,’’ tegas SBY.
(agus ponda/berbagai sumber)

Ini Kata Dr. Sulistyo:

Tak Sembarang Orang Bisa Jadi Guru!
Peringatan HUT PGRI ke-66 dan Hari Guru Nasional 2011 telah usai. Ada sejumlah pesan disampaikan Ketua Umum PB-PGRI, Dr. H. Sulistyo untuk para guru, masyarakat dan pemerintah. Apa saja? Berikut laporan Tabloid Ganesha.
.....................................................

Peringatan HUT PGRI ke-66 dan Hari Guru Nasional 2011 di pusat dan daerah telah usai. Ketua Umum PB-PGRI, Dr. H. Sulistyo mengatakan, ada anggapan bahwa saat ini di Indonesia, menjadi guru merupakan hal yang mudah. Padahal untuk menjadi seorang guru, seseorang harus memiliki kriteria tertentu. termasuk kriteria ketika ia akan menjadi guru.
“Tak sembarang orang bisa jadi guru. Ada berbagai kriteria yang harus dipenuhi termasuk untuk kaum muda yang akan jadi guru,” kata Dr. H. Sulistyo, dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Jumat (25/11).
Kepada kaum muda, terutama para mahasiswa, Sulistyo memberikan warning agar tidak memaksakan diri menjadi guru bila tidak memenuhi kriteria tertentu.
“Pertama, kaum muda calon guru harus cerdas. Kita butuh anak muda cerdas terpilih. Kedua, jadi guru harus merupakan panggilan hati untuk berandil mau mendidik anak bangsa. Tanpa itu, jangan jadi guru!” katanya.
Sulistyo menjelaskan, ketika profesi guru kian mendapat perhatian dari pemerintah, maka minat kaum muda untuk menjadi guru menjadi berlipat. Maka sudah saatnya pemerintah memiliki aturan atau sistem yang baik dalam hal rekrutmen calon guru.
“Jangan sampai terlalu mudah menjadi seorang guru. Setiap orang bisa menjadi guru dan setiap orang bisa mengangkat guru. Padahal tidak sembarang orang bisa jadi guru dan tidak sembarang orang dapat mengangkat guru,” ujarnya.
Ucapan Sulistyo terkait munculnya booming guru sukwan akhir-akhir ini sebagai akibat tidak adanya sistem rekrutmen calon guru dari pemerintah. Akibatnya pemerintah daerah mengangkat guru honor, bahkan cukup dengan SK kepala sekolah saja seseorang bisa menjadi guru. Dampaknya, kini sejumlah persoalan guru muncul, termasuk persoalan guru honorer.

Satu Kesatuan Sistem
Kini sejumlah persoalan guru pada akhirnya harus segera ditangani. PGRI, kata Sulistyo, terus mendesak Pemerintah dan DPR agar membenahi guru dengan sebuah sistem yang terintegrasi. “Di banyak negara maju, pembe-nahan guru sudah sejak lama dilakukan dengan rangkaian sistem yang tak terpisahan,” katanya.
Sistem dimaksud, lanjut Sulistyo, mulai dari sistem seleksi calon mahasiswa keguruan, pembenahan lembaga pendidikan penghasil guru, rekrutment calon guru, distribusi atau penempatan guru, kesejahteraan, perlindungan hukum, hingga jaminan masa pensiun.
“Rangkaian itu satu kesatuan, itu kalau mau membenahi persoalan guru di negeri ini,” tegasnya. Ia mencontohkan, di negara maju, pemerintah menyeleksi kaum muda yang cerdas untuk menjadi guru. Yang terpilih karena cerdas dan memiliki panggilan jiwa. “Mereka mahasiswa cerdas dididik, diberi beasiswa dan jaminan kesejahteraan untuk menjadi guru,” urai Sulistyo.

Distribusi Guru
Soal jumlah guru, Sulistyo mengatakan bahwa Indonesia justru tergolong mewah untuk ukuran rasio jumlah guru.
“Sebenarnya kita tidak kekurangan guru. Bahkan berlebih. Hal ini diakibatkan tidak idealnya jumlah guru yang ada di Indonesia, dibandingkan dengan jumlah siswa,” katanya.
Di Indonesia, guru itu rasionya 1 guru : 18 siswa. Sedangkan di Amerika saja rasionya 1 : 20, dan di Korea 1 : 30. Indonesia kelebihan guru. Meski jumlah berlebih, namun ada masalah ketidakmerataan atau distribusi guru.
Kondisi ini, lanjut Sulistyo, membuktikan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kemampuan yang baik dalam menghitung kebutuhan guru di daerahnya masing-masing. Sehingga berdampak buruk pada penyelesaian persoalan pemerataan guru. “Wajar kalau akhirnya saat ini jumlah guru di daerah terpencil sangat minim, padahal jumlah guru cukup,” kata Sulistyo.
Disebutkan, kekurangan guru akibat distribusi yang tidak merata tidak hanya dialami daerah-daerah terpencil di luar Pulau Jawa. Kondisi itu juga terjadi di Pulau Jawa, bahkan di kabupaten/kota yang jaraknya tidak jauh dari Jakarta. “Di sekitar Jakarta seperti Bogor, Banten, masih banyak jumlah guru yang kurang,” terangnya.
Sulistyo mengatakan, persoalan distribusi ini sudah menjadi masalah menahun. Bahkan, hingga saat ini tak kunjung ada solusi penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Oleh karena itu diharapkan ada tindakan konkret yang segera harus dilakukan oleh pemerintah untuk menangani masalah ini. “Tidak ada penyelesaian signifikan. Mungkin solusinya, masalah guru ini tidak ikut didesentralisasikan,” tegasnya.

Butuh Peraturan Pemerintah
Sulistyo tak menampik, berkat perjuangan PGRI, kini penghasilan guru PNS terus mem-baik. Terlebih guru PNS yang telah lulus ser-tifikasi atau guru non PNS yang bersertifikat, gaji mereka bertambah besar. Namun ia tetap miris dengan nasib guru non PNS. “Secara umum guru itu ada dua, yakni guru PNS dan Non PNS. Guru Non PNS itu ada yang disebut honorer atau sukwan. Mereka ini yang kini harus diperhatikan,” katanya.
Para guru sukwan yang diangkat kepala sekolah mendapat upah bulanan hanya dari dana BOS. “Paling 100-200 ribu sebulan. Itu pun kalau BOS-nya lancar, kalau tidak?” kata Sulistyo. Soal nasib guru honorer yang menyedihkan itu, Sulistyo mengingatkan pemerintah bahwa mereka (honorer) harus mendapat penghargaan yang layak sebagaimana profesi lainnya di negeri ini.
“Di negeri ini ada yang namanya Upah Minimum Regional (UMR). Guru sukwan pun harus punya aturan itu. Terlebih, mereka itu banyak yang berijazah S-1. Padahal mereka mendidik anak bangsa. Itu tidak adil,” ujarnya.
Namun Sulistyo, menjelaskan para guru sukwan pun ada yang benar-benar dibutuhkan lembaga pendidikan ada pula yang tadinya asal angkat tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga kerjanya tak jelas.
“Kami ingin pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Guru Tidak Tetap. Guru honorer yang rajin bekerja dan dibutuhkan, itu yang harus dilindungi dengan aturan jelas. Bukan honorer yang ke sekolah satu dua hari dalam seminggu,” kata Sulistyo.
PGRI, kata Sulistyo, meminta Presiden SBY dan DPR untuk segera menangani guru-guru honorer. Walaupun pada akhirnya tidak semua guru honorer dapat diangkat jadi PNS, nanti-nya ada aturan khusus untuk guru tidak tetap.
(agus ponda/ganesha)

Selasa, 29 November 2011

Tak Dipatok Quota, Tua di Depan, Muda di Belakang

Siap-siap Hadapi Sertifikasi Guru 2012
Sebagai langkah awal menjelang persiapan sertifikasi guru 2012, baru-baru ini Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, dalam hal ini bidang kepegawaian, menggelar acara validasi data sertifikasi guru. Bertempat di aula wisma PGRI Kabupaten Ciamis, kegiatan yang berlangsung selama 1 hari ini (15/11) diikuti oleh Kaur TU SMA/SMK dan Kasubag TU UPTD se-Kabupaten Ciamis.
.....................................................

Hadir sebagai narasumber Kadisdik dan Kasubag Kepegawaian Dinas Pendidikan Kab. Ciamis. Dalam paparannya, Kadisdik H. Akasah yang didampingi Kasubag Kepegawaian, U. Sukiman, menyampaikan hasil rakor sertifikasi 2012 di Yogyakarta yang diikuti 3 propinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta.
“Data yang nanti ditampilkan bukan data peserta sertifikasi, tetapi yang baru layak sebagai sebagai peserta sertifikasi yang telah divalidasi Disdik Kabupaten. Makanya dengan adanya validasi ini untuk menginformasikan adanya perbedaan mekanisme sertifikasi 2012 dengan tahun sebelumnya,” ujar H. Akasah.
Paparan berikutnya tentang perbedaan mekanisme sertifikasi 2012, dijelaskan U. Sukiman, yang menyatakan bahwa jalur sertifikasi dapat ditempuh melalui 4 jalur.
“Empat jalur tersebut antara lain melalui PSPL (Pemberian Sertifikat Pendidik secara Langsung) yang diperuntukkan bagi lulusan S2 dan mempunyai golongan IV/b ke atas. Dalam hal ini mereka hanya mengumpulkan dokumen, ijazah, pangkat/golongan dan SKBK,” kata Sukiman.
Berikutnya jalur PF (Penilaian Fortopolio), yang sebelumnya ada tes awal secara online melalui ICT Center LPTK baru penilaian fortopolio, sedangkan 2012 langsung ke penilaian fortopolio tanpa ada tes awal dulu. “Selanjutnya PLPG, kalau sebelumnya tidak ada tes awal, tahun 2012 akan dilakukan tes awal terlebih dulu secara offline yang diselenggarakan oleh badan BSNP-PNP dengan LPMP,” papar Sukiman.
Sementara itu, lanjut Sukiman, kriteria penetapan peserta juga mengalami perubahan baik dari segi usia, masa kerja, pangkat dan golongan, serta kriteria lain.
“Proses sertifikasi nanti akan memprioritaskan guru berdasarkan tingkat usia, hal ini untuk memberi kesempatan bagi guru-guru yang sudah cukup usia. Selain itu, perubahan juga terjadi dalam pembagian per jenjang quota untuk sertifikasi 2012 tidak ada,” ungkapnya.
Terkait hal itu, Sukiman menghimbau kepada guru-guru untuk mempersiapkan menghadapi tes menjelang sertifikasi.
“Untuk pre test nanti materi yang diujikan seputar kompetensi guru, yang mana dari 4 kompetensi guru tersebut, hanya 2 kompetensi yang diujikan, yakni kompetensi profesional dan pedagogik, yang pelaksanaannya serentak se-Indonesia,” jelas Sukiman.
Untuk menghadapi persiapan itu, lanjut Sukiman, bahwa keberhasilan penetapan peserta sertifikasi di tahun 2012 salah satu faktornya yaitu updating data yang saat ini sedang dilaksanakan. “Itu merupakan syarat utama yang harus dilakukan kabupaten/kota untuk mengajukan data guru yang belum sertifikasi. Data yang berasal dari tiap sekolah di-update di masing-masing kecamatan dan disetor langsung ke Disdik kabupaten, dan paling lambat 25 November data tersebut sudah dikirim ke pusat, sehingga per 1 Desember penetapan peserta sertifikasi oleh Badan BSNP-PNP sudah bisa ditetapkan,” pungkas Sukiman.
(Ayu/nung/ganesha)

Pemetaan Guru Bukan ‘Hantu’ yang Menakutkan

Pemetaan guru di daerah sedang menghangat sekarang ini. Penumpukan guru terkait dengan beban mengajar yang ditetapkan pemerintah sebanyak 24 jam/minggu menjadi penyebab ‘terusiknya’ ketentraman dan ketenangan guru. Benarkah?
.................................................................
Untuk mendapat jawaban yang pasti, Ganesha menemui Kasubag Kepegawaian dan Umum Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, Sukiman, S.IP. usai rapat di Aula Disdik (7/11). Menurut Sukiman, pemetaan guru merupakan hal yang rasional dan harus dilakukan.
“Pemetaan guru merupakan upaya pen-dataan dan penataan ulang agar terjadi pe-merataan dalam jumlah maupun pemenuhan beban mengajar bagi guru itu sendiri,” tutur Sukiman.
Hingga saat ini pihak Disdik belum memastikan berapa jumlah guru dari berbagai tingkatan terkena kebijakan pemetaan guru.
Sementara itu, salah seorang ang-gota Tim Peren-cana, Pemetaan, dan Pendistribusian Guru (Tim P3G), Dedi Suryadi, S.Pd. menjelaskan bahwa Tim P3G bekerja atas dasar SK Bupati Ciamis No. 871/KPTS.457/BKDD.4/2011.
Dedi pun menuturkan pula bahwa pemetaan guru didasarkan pada Permenag PAN dan RB No. 26 tahun 2011 tentang Perhitungan Jumlah Kebutuhan PNS untuk Daerah. Khusus untuk Disdik diatur oleh Permen Diknas No. 30 tahun 2011 tentang Perubahan Permendiknas No. 39 tahun 2009 tentang Beban Kerja Guru. Ditunjang pula oleh SKB lima mentri.
Dari pihak pengawas, menurut Koordinator Pengawas Disdik Ciamis, H. Tauhid Maskur, S.Pd.,M.Pd., pemetaan guru sesungguhnya sudah dilakukan oleh Disdik sejak Mei 2010 yang diawali oleh sosialisasi serta pembagian format pemetaan guru. Hal ini sampai tiga kali melakukan pengumpulan data yang berlanjut pada validasi data. Teknisnya, UPTD Pendidikan dibagi menjadi dua titik, SMP per komisariat dibagi menjadi lima titik, SMA satu titik, dan SMK satu titik.
“Pemetaan guru ini merupakan hal yang proporsional dan objektif untuk menyikapi serta menertibkan kondisi guru yang ada di lapangan agar tidak terjadi penumpukan,” kata Tauhid Maskur.
Oleh sebab itu, lanjut Tauhid Maskur, pemetaan guru jangan dipandang sebagai ‘hantu’ yang menakutkan, tetapi harus disikapi secara arif, dewasa, dan tenang. Hal seperti ini lumrah terjadi dalam suatu perubahan dan pembaharuan sistem maupun mekanisme pengorganisasian.
“Sikapi dengan profesional,” ujar H. Tauhid.
Hasil kerja Tim Perencanaan, Pemetaan, dan Pendistribusian Guru menurut H. Tauhid pula, datanya dilaporkan ke Bupati Ciamis melalui BKDD dan ke lima menteri sesuai SKB, yakni: Kemendikbud, Kemenag, Menkeu, Mendagri, dan Meneg PAN dan RB.
“Artinya, tim ini hanya bekerja pada tataran ranah teknis sebatas mendata dan mengolahnya. Adapun kebijakan yang lahir dari dampak data pemetaan guru merupakan kuasa pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan itu,” pungkas H. Tauhid.
Singkatnya, secara gamblang apa yang diungkapkan oleh Kasubag Kepegawaian dan Umum Disdik Ciamis, korwas, dan Tim Perencanaan, Pemetaan, dan Pendistribusian Guru, maka sesungguhnya tak ada yang harus ditakuti dan dijadikan beban terlalu serius dan memusingkan. Dipikirkan ataupun tidak dipikirkan, toh ketika sampai pada waktunya siapa pun harus tunduk pada keputusan yang mengatur.
Pemetaan guru merupakan keniscayaan jika pemerataan guru dan keamanan jam mengajar guru ingin secara normatif benar adanya dan tidak menimbulkan sesuatu yang tidak diharapkan. Jadi kenapa mesti takut atau menghindar kalau ternyata pemetaan guru sama sekali bukan ‘hantu” yang menakutkan? Sekali lagi benar kata Tauhid Maskur, “Jangan menghindar, tetapi bersikaplah profesional!”
(Ayu Berliani/Agus Ponda/Ganesha

Senin, 14 November 2011

Malaysia Kagumi Sikap Hormat Siswa Kita pada Guru

Para pendidik Malaysia ternyata sudah lama mengagumi sikap hormat para siswa Indonesia terhadap gurunya. Hal itu terungkap saat kunjungan 17 orang yang terdiri atas Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, pegawai Kementerian Pendidikan Malaysia dan pegawai LPMP Malaysia, ke SMPN 2 Ciamis dan SMKN 1 Ciamis, Selasa (1/11).
.....................................................

Ketika mereka melihat para siswa menyalami dan mencium tangan gurunya, mereka terkesima. Hal itu akui Penolong Kanan Pentadbiran SMK Dato’ Ahmad Arsyad, Ahmad Hourmain bin Hj. Sulai-man, salah seorang anggota rombongan saat melihat suasana sekolah di SMPN 2 Ciamis maupun di SMKN 1 Ciamis.
Lucunya, Ahmad Hourmain, malah bertanya pada Ganesha, faktor apa yang menjadikan para siswa begitu sopan pada guru maupun teman-temannya. Setahun lalu ketika SMPN 2 Ciamis kedatangan tamu dari Malaysia, pertanyaan serupa juga muncul.
“Faktor apa yang menjadikan mereka begitu hormat dan menghargai gurunya, apakah faktor agama, sosial ekonomi atau yang lainnya?” tanya Ahmad Hourmain .
Mendapat pertanyaan demikian, Ganesha sempat bingung. Pasalnya antara Malaysia dan Indonesia tak jauh berbeda dalam hal kepercayaan agama, kebiasaan dan adat istiadat masyarakatnya. Malaysia mayoritas Muslim, begitu pun dengan Indonesia. Namun rupanya rasa hormat seorang murid pada gurunya dan temannya di Malaysia tidak sekental di Indonesia.
Ganesha mencoba menjelaskan bahwa di Indonesia yang berperan mendidik siswa bukan hanya tanggungjawab sekolah semata. Tetapi juga melibatkan orang tua. Bukan karena faktor sosial ekonomi atau kesamaan agama. Tetapi memang pendidikan agama diajarkan pada para siswa sejak kecil.
“Para orang tua di rumah turut mendidik anak-anaknya dan menekankan pada mereka untuk menghormati guru. Demikian juga sebaliknya, di sekolah para guru menekankan pada siswanya untuk menghormati orang tua dan juga guru,” jelas Ganesha.
Mereka mengangguk-anggukkan kepalanya. Entah mengerti atau bingung dengan penjelasan Ganesha yang menggu-nakan Bahasa Indonesia. Karena ada bebe-rapa istilah pada Bahasa Indonesia terka-dang berbeda arti dengan bahasa Melayu.
Lepas Tangan
Ahmad Hourmain mengatakan bahwa di Malaysia, para orang tua (khususnya etnis Cina) perannya hanya membayar biaya pendidikan ke sekolah. Selebihnya peran mendidik anaknya diserahkan pada sekolah. Si orang tua lepas tangan.
Karena sudah membayar sejumlah biaya pendidikan, maka hubungan orangtua dan siswa dengan sekolah seolah-olah berlaku hubungan timbal balik antara corporate dengan costumer.
Bisa dipahami bila kondisinya demikian, maka bukan tak mungkin hal-hal ‘sepele namun penting’ justru terabaikan.’ Contohnya dalam hal hubungan kemanusiaan antara guru dengan siswa, sikap hormat, kesantunan lambat laun akan diganti dengan sikap hubungan murni pihak sekolah sebagai sebuah lembaga dengan siswa dan orangtua sebagai pelanggan. Dalam hal ini materi (uang) sebagai jembatan hubungan sekolah dengan siswa serta orangtua murid, sangat berperan memberi kewenangan untuk menyatakan kepuasaan atau sebaliknya ketidakpuasaan.
“Kalau ada apa-apa pada anaknya, yang disalahkan pihak sekolah karena kita sudah bayar,” jelasnya. (Arief/Ganesha)

Gara-gara Ganti Menteri,

Pengangkatan Honorer 1 & 2 Ditunda?
Ganti pemimpin, biasanya bakal ganti pula program dan kebijakan. Demikian juga dengan pergantian Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN & RB), diyakini bakal muncul sejumlah kebijakan baru. Yang bakal membahagiakan, tentu ditunggu, namun sebaliknya yang bakal merugikan, tak mau terjadi.
................................................

Begitulah yang kini dihadapi puluhan ribu honorer kategori 1 dan ratusan ribu honorer kategori 2. Akibat pergantian MenPAN R& B serta pengangkatan Wakil Mentri, mereka kembali resah lantaran ada sinyalemen, pengangkatan tenaga honorer tercecer kategori I dan II menjadi CPNS, tak akan terwujud. Mimpi ratusan ribu honorer jadi CPNS pun buyar.
Padahal sebelumnya, ketika EE Mangindaan saat masih menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), ada janji untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengangkatan tenaga honorer tercecer kategori I dan II menjadi CPNS.
Janji itu justru tiba-tiba dimentahkan Wakil Menpan-RB Bidang Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo. Ia memastikan bahwa rencana pengangkatan tenaga honorer kategori I, termasuk 600 ribu honorer kategori II melalui tes diantara honorer untuk bisa jadi CPNS, dibatalkan. Alasannya, kebijakan moratorium penerimaan CPNS juga berlaku untuk honorer.
"Kita kan masih moratorium, termasuk tenaga honorer yang rencananya diangkat. Masih harus menunggu penataan pegawai dan berapa kebutuhan yang sebenarnya.” ujarnya.Itulah kalimat pertama Eko saat ditanya kapan PP pengangkatan honorer diterbitkan.
Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas ISIPOL Universitas Indonesia (UI) itu menjelaskan, dua alasan mendasar kebijakan penundaan pengangkatan tenaga honorer ini. Pertama, terkait dengan penataan kepegawaian. Menurutnya, menjadi percuma saja jika dilakukan penataan kepegawaian, jika pada saat yang bersamaan diangkat puluhan ribu honorer jadi CPNS.
"Capek juga kalau kita perbaiki di dalam, tapi masuk (CPNS dari honorer, red) dengan kualifi-kasi yang tak baik," kata Eko,
Alasan kedua, terkait dengan kemampuan keua-ngan negara. Pengangkatan puluhan ribu tenaga honorer berkonsekuensi pada pemberian gaji dan tunjangan yang jumlahnya tidak sedikit. "Ini terkait dengan kemampuan keuangan negara untuk membayar gaji dan tunjangan lainnya," kata Eko.
Dia juga mengatakan, kebijakan penundaan pengangkatan tenaga honorer jadi CPNS ini juga berdasar rekomendasi dari Tim Independen Reformasi Birokrasi. "Bahwa honorer dan yang baru tidak ada pengangkatan, harus melakukan penataan kepegawaian terlebih dulu," ujar Eko.
Rencana pengangkatan tenaga honorer K1 bisa mentah lagi karena masuk dalam bagian reformasi birokrasi. Dengan demikian ada kemungkinan pengangkatan honorer jadi CPNS ditunda atau bahkan dibatalkan.

Diserang Honorer
Akibat pernyataan Wakil Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo tentang ditundanya pengangkatan honorer menjadi CPNS,Kemen PAN dan RB mendapat serangan dari ribuan tenaga honorer.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ganjar Pranowo pun mengaku kecewa dengan pernyataan Eko Prasojo.
“Saya kecewa dengan pernyataan pemerintah. Harusnya memberikan ketenangan pada masyara-kat terutama honorer dan bukannya memberikan informasi yang meresahkan," kata Ganjar.
Alasannya, sudah ada kesepakatan DPR dengan pemerintah agar honorer diangkat jadi CPNS, yang tinggal menunggu pengesahan PP pengangkatannya saja.
"Masalah honorer itu rawan karena menyangkut nasib puluhan ribu orang. Perlu dicatat, pembahasan honorer di DPR kan sudah selesai. Tinggal tunggu RPP-nya disahkan," kata Ganjar.
Serangan honorer dan reaksi anggota DPRRI ke Kemen PAN dan RB langsung diredam oleh pejabat Kemen PAN dan RB lainnya, Ramli Naibaho, dengan pernyataan bahwa moratorium CPNS tidak berlaku untuk tenaga honorer.
Ramli Naibaho, yang tak lain adalah Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemen PAN dan RB menuturkan, sepekan terakhir ratusan SMS dan telepon masuk ke nomornya. "Intinya mereka menanyakan kepastian pengangkatan Honorer K1," katanya di Jakarta kemarin (28/10). Setiap mendapat pertanyaan itu, Ramli langsung menimpali pengangkatan honorer K1 menunggu pengesahan RPP tentang Tenaga Honorer yang saat ini sudah di Sekretaris Kabinet dan Sekretaris Negara.

Jangan Resah
Ramli menegaskan, tenaga honorer K1 yang jumlahnya mencapai 67 ribut tidak perlu khawatir terkait kepastian rencana pengangkatan. Sebab, sesuai dalam peraturan bersama antara Kemen PAN dan RB, Kemendagri, dan Kemenkeu, pengangkatan tenaga honorer masuk dalam kategori pengecualian program reformasi birokrasi. Program penyetopan sementara perekrutan CPNS ini berlangsung mulai 1 September 2011 hingga 31 Desember 2012.
Meskipun masuk kategori pengecualian pro-gram moratorium CPNS, Ramli mengatakan jika pengangkatan tenaga honorer ini tidak serta merta dilakukan setelah RPP tentang Tenaga Honorer diteken Presiden SBY. Namun, sesuai dalam peraturan bersama tiga menteri tadi, pengangkatan tenaga honorer harus disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, sebaran distribusi tenaga, serta kemam-puan keuangan negara.

Tunggu Analisis Jabatan
Namun hingga ke-marin, Ramli menutur-kan masih belum ada institusi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kota dan kabupaten yang setor hasil analisis jabatan. Ramli menegaskan, batas akhir laporan analisis jabatan ini ditarget hingga akhir Desember 2011.
Jika hingga masa jatuh tempo itu masih ada instansi yang belum setor hasil analisis jabatan, pengangkatan CPNS baru dari formasi tenaga honorer K1 berpeluang ditunda lagi hingga tahun depan bahkan bisa sampai 2013. Ramli juga mengingatkan, bagi pemerintah kota atau kabupaten yang melayangkan analisis jabatan, harus ditembuskan ke pemerintah provinsi. Setelah analisis jabatan masuk, Kemen PAN dan RB masih memverifikasi hasil analisis itu.
Kemen PAN dan RB menetapkan, untuk mengetahui kebutuhan organisasi dan distribusi, institusi tempat tenaga honorer bernaung tadi harus membuat analisis jabatan. "Bisa saja ada (institusi) yang lebih dulu menyelesaikan analisis jabatan sebelum RPP diteken," tuturnya.
Menurut Ramli, posisi analisis jabatan ini sangat penting. Analisis ini merupakan ketentuan dari program reformasi birokrasi.Dari hasil analisis jabatan ini, kata Ramli, juga bisa digunakan untuk mengetahun dinas-dinas atau satuan kerja di sebuah institusi yang benar-benar kekurangan atau kelebihan tenaga.
Selain itu, analisis jabatan ini bakal digunakan untuk pendistribusian ulang tempat kerja para tenaga honorer mulai dari lintas kabupaten atau kota, hingga lintas provinsi. Misalnya, dari hasil analisis jabatan diketahui jika di Kota Surabaya kelebihan tenaga honorer K1, maka setelah diangkat menjadi CPNS bakal ditempatkan di daerah lain yang hasil analisis jabatannya menunjukkan kekurangan tenaga.
"Saya masih belum bisa memaparkan daerah-daerah mana yang kurang, dan mana yang lebih. Karena hingga hari ini belum ada institusi (pusat dan daerah) yang mengirim analisis jabatan," katanya. Ramli berharap, seluruh institusi sudah mulai giat menyusun analisis jabatan. Jika kesulitan, pertengahan Desember nanti Kemen PAN dan RB menyiapkan tenaga pendamping jika ada institusi daerah atau pusat yang membutuhkan pendampingan.
Jadi, ngomong-ngomong, kapan kiranya dilakukan pengangkatan honorer jadi CPNS? Eko kembali berbicara, bahwa kebijakan mengenai hal itu tidak bisa diputuskan sendiri oleh pemerintah.
"Ini keputusan politik yang harus dibicarakan pemerintah bersama DPR. Kita tunggu, apakah melanjutkan atau seperti apa," kata Eko.
(agus ponda/jps/nt)

Selasa, 01 November 2011

Kemdiknas Berubah Jadi Kemdikbud

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya melakukan Reshuffle Kabinet. SBY menambah sejumlah wakil menteri, menggeser, dan mengganti menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Perubahan nama sejumlah departemen pun terjadi, salah satunya Kementerian Pendidikan Nasional.
..........................................

Akibat reshuffle kabinet, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menyampaikan, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Dalam mengemban tugasnya, Mendiknas mendapat dua tambahan wakil menteri yang membidangi pendidikan dan kebudayaan.
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono telah mengumumkan adanya perubahan. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata berubah menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sedangkan di sini berubah jadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Menteri Nuh.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Profesor Arsitektur Universitas Gadjah Mada, Wiendu Nuryanti, untuk menjabat wakil menteri bidang kebudayaan Kementerian Pendidikan Nasional dan Musliar Kasim untuk bidang pendidikan.
Sesuai Keppres No.59/P/Tahun 2011, Mendiknas Mohammad Nuh resmi berganti jabatan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Mendiknas mengatakan, saat ini di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kembudpar) ada dua direktorat jenderal yang mengurusi bidang kebudayaan. Nantinya, kata Menteri Nuh, akan digabung menjadi satu, yaitu menjadi Direktorat Jenderal Kebudayaan. “Kantornya di sini (Kemdiknas),” katanya.
Mendiknas menyampaikan, Kembudpar saat ini juga menerima anggaran fungsi pendidikan. Nantinya, anggaran tersebut akan dialihkan. “Saya baca di draft (anggarannya) Rp 260 miliar, tetapi yang penting bahwa kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari pendidikan, sehingga tidak ada perdebatan anggaran pendidikan dipakai yang lain,” katanya.
Menurut Mendiknas, proses pembudayaan termasuk bagian dari pendidikan. Menteri Nuh menyebut ada tiga hal yang akan dilakukan terhadap budaya yaitu konservasi, pengembangan, dan sebagai diplomasi kultural.
“Pendidikan jangan hanya diartikan matematika, fisika, kimia, dan biologi. Pendidikan itu hakikatnya memanusiakan manusia termasuk di dalamnya menghargai produk-produk budaya kita,” katanya.
Tujuan Kemdikbud
Menteri Nuh mengatakan, ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Yang pertama adalah ingin nilai-nilai budaya melekat dalam proses pendidikan kita,” ujarnya ketika menggelar jumpa pers di Gedung A Kemdikbud, Rabu siang (19/10).
Kedua, Kemdikbud ingin menumbuhkan kecintaan anak-anak Indonesia terhadap nilai-nilai budaya. Ia memberi contoh apresiasi anak-anak terhadap museum. Menurutnya, kehadiran museum belum bisa menjadi daya tarik bagi anak-anak untuk mempelajari sejarah atau nilai budaya. “Museum belum bisa memunculkan nilai atraktif”.
Tujuan yang terakhir, Kemdikbud akan berusaha menggali warisan budaya yang belum ditemukan. Saat ini, warisan budaya Indonesia yang telah diangkat menjadi warisan budaya dunia antara lain batik, wayang, keris, dan angklung. Untuk ke depannya, diharapkan akan bertambah warisan budaya Indonesia yang dikenal masyarakat dunia.
Adapun Musliar Kasim mengatakan, penyatuan visi pendidikan dan kebudayaan ke dalam satu kementerian harus bisa saling mengisi.
“Anak didik harus punya kecerdasan yang baik, tapi juga memiliki karakter budaya Indonesia,” tuturnya.
Sedangkan Windu, mengatakan, akan memprioritaskan terselesaikannya cetak biru pembangunan nasional kebudayaan hingga akhir 2011 mendatang.
“Tujuan cetak biru itu untuk jadi panduan, berisi kebijakan-kebijakan ke depan, 15 atau 20 tahun ke depan. Dalam cetak biru tersebut akan dijabarkan strategi dan program-program untuk pembangunan nasional kebudayaan. Misalnya di bidang pilar karakter. Bagaimana membangun karakter berpikir positif, gotong royong, saling menghargai, dan lain sebagainya. Seperti apa programnya, kampanyenya, kurikulumnya, dan lain-lain,” ungkap Wiendu di Gedung Kemdikbud, Jakarta, Rabu (19/10).
Wiendu menambahkan, pada tahun 2012 yang paling penting untuk dilakukan adalah pembentukan karakter dan sumber daya manusia (SDM) kebudayaan. Ia menilai, SDM kebudayaan yang ada saat ini tidak mampu berkompetisi dengan dunia luar. “Contohnya, penerjemah bahasa. Kalau mau kerja di luar negeri, kan perlu sertifikasi. Tapi ternyata masih banyak yang belum bisa memenuhi persyaratan itu,” tukasnya.
Menurutnya, dalam waktu dekat, pemerintah juga akan menggelar rembug budaya dengan para seniman, budayawan, dan lain-lain. “Nantinya itu semua akan dirangkum menjadi cetak biru supaya bisa menjadi payung sehingga arah kebijakannya jelas mau kemana,” ujarnya.
(dari berbagai sumber/agus ponda/ganesha)

Ketika Guru Bingung dengan Seragam Kerjanya

Baju merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Siapapun bebas mengenakan busana yang disukainya, asal sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Tapi tidak demikian dengan para Pegawai Negeri Sipil, termasuk guru PNS. Sepantasnya mereka memiliki aturan tentang busana yang harus dipakainya kala bekerja. Namun, faktanya di lapangan masih ada sebagian guru yang bingung dengan seragam kerja. Mereka berdebat soal baju seragam. Mana yang benar, mana yang tak cocok aturan?
................................................
Contohnya seorang guru PNS di Kabupaten Ciamis. Pada Tabloid Ganesha ia mengadu perihal kebingungannya memakai seragam kerja.
“Terus terang kami masih bingung di lapangan. Soal seragam guru PNS kadang kami saling menyalahkan. Ada yang sudah merasa sesuai aturan, tapi malah disalahkan rekannya,” ujar guru tersebut.
Guru yang saling menyalahkan tersebut, masing-masing berargumen bahwa busana yang dipakainya sudah cocok dengan aturan. Bahkan katanya sesuai aturan terbaru.
“Parahnya lagi, tak jelas, aturan terbaru itu yang mana?” tanyanya.
Kebingungan melanda guru terutama ketika hari Kamis, Jumat, dan Sabtu datang. Mereka tak tahu pasti busana kerja macam apa yang harus dikenakan.

Aturan dari Pusat
Pemerintah Pusat sebenarnya sudah mengeluarkan ketentuan yang mengatur tentang pakaian dinas PNS, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 60 Tahun 2007 tentang Pakaian Dinas PNS di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 60 Tahun 2007.
Dalam Pemendagri tahun 2009 tertera jadwal penggunaan pakaian dinas di lingkungan Depertemen Dalam Negeri seperti yang tercantum dalam Lampiran I Permendagri Nomor 53 Tahun 2009 dan jadwal penggunaan pakaian dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi ditetapkan oleh Gubernur, untuk Pemerintah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan menyesuaikan pada Permendagri ini. Pakaian LINMAS dipakai pada hari Senin, PDH warna khaki dipakai pada hari Selasa dan Rabu, PDH Batik dipakai pada hari Kamis dan Jum’at, seragam KORPRI dipakai pada Hari Besar Nasional dan HUT Korpri, serta PSL dan/atau PSR dipakai pada acara resmi.
Tetapi pengamatan terakhir mulai bergeser dari aturan. PNS nampak banyak yang lebih menampilkan kreasi dari serasi, lebih beragam dari pada seragam, atribut yang dipakai pun sebagian kurang lengkap, ada pula yang kurang tepat.
Ada pula di beberapa daerah PNS menggunakan pakaian dinas lain seperti hitam-putih, biru-putih, hitam-biru, atau hitam-kuning. Padahal yang dimaksud PNS dalam pasal 1 Permendagri Nomor 60 Tahun 2007 di atas adalah Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja di Departemen Dalam Negeri dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berada di Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota tanpa terkecuali.
Memang dalam pasal 29 Permendagri Nomor 60 Tahun 2007 disebutkan bahwa penggunaan pakaian dinas untuk Provinsi ditetapkan Gubernur dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Namun pasal 29 tersebut tidak memberikan wewenang untuk menentukan jenis pakaian dinas lain selain yang telah ditentukan oleh Permendagri. Saat ini timbul kecenderungan terbalik. Seorang PNS meninggalkan pakaian dinas resminya dan menggunakan seragam lain, sementara yang bukan/belum menjadi PNS, Honorer, THL bangga menggunakan pakaian dinas PNS.

Jangan Asal Pakai Seragam
Penggunaan seragam PNS termasuk PNS Guru tidak boleh asal pakai saja. Aturan penggunaannya telah diatur oleh pemerintah daerah masing-masing. Seperti halnya Kabupaten Ciamis peraturan penggunaan seragam tersebut telah diatur dalam peraturan pemerintah.
Ganesha mencoba menghubungi bagian kepegawaian Disdik Kab. Ciamis, namun yang bersangkutan tak ada di tempat. Demikian juga ketika mengkonfirmasikannya ke bagian keorganisasian Setda Ciamis, pejabatnya juga tak ada di tempat. Akan tetapi, terkait seragam guru, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis sebenarnya telah menyikapinya di antaranya dengan mengeluarkan surat edaran No. 425/5229-Disdik/2010 perihal penggunaan kerudung pada pakaian dinas.
Berdasarkan hal itu, guna keseragaman penggunaan kerudung untuk wanita berjilbab pada pakaian dinas diatur sebagai berikut, kerudung pakaian Linmas berwarna hitam polos, kerudung pakaian dinas warna khaki dan Korpri berwarna putih polos, dan kerudung yang dipakai pada pakaian dinas harian batik warnanya menyesuaikan.
Sementara itu terkait dengan adanya peraturan yang mengatur tentang seragam dan penggunaan kerudung khususnya bagi PNS perempuan, Kepala SD Negeri 4 Kertasari, Kokom Komariah, M.Pd., menuturkan pihaknya siap untuk mengimplementasikan peraturan tersebut di sekolah.
“Alhamdulillah khususnya di sekolah kami, aplikasi dari peraturan tersebut sudah dilaksanakan dengan baik dan penuh tanggung jawab, meskipun ada sedikit kekurangan dalam penggunaan nama dan lambang Korpri belum sepenuhnya dipakai,” ujar Kokom.
Namun demikian untuk penggunaan seragam batik sendiri, menurut Kokom belum ada kekompakan.“Kalau untuk batik, mungkin karena setiap sekolah punya seragam batik masing-masing, jadi masih terkesan beraneka ragam tetapi masih di koridor aturan. Untuk sekolah ini sendiri nantinya akan ada aturan dalam penggunaan seragam batik agar terkesan kompak dan hal ini juga disesuaikan dengan seragam batik yang ada di sekolah kami,” imbuhnya.
Disinggung mengenai adanya penyimpangan dalam penggunaan seragam, Kokom mengungkapkan selama ini rekan guru di sekolahnya masih tetap sesuai aturan. “Kalaupun ada yang menyimpang, itu masih dalam batas yang wajar, dan hanya sebatas diberi teguran saja,” ungkapnya.
Sedangkan salah seorang guru di sekolah dasar yang enggan disebutkan namanya ketika diminta komentarnya tentang aturan seragam menuturkan dirinya siap untuk melaksanakan aturan yang berlaku tentang seragam.
“Yang jelas saya dan rekan guru yang lain siap untuk melaksanakan aturan sergam ini,” ujarnya.
Namun baik Kokom maupun guru tadi berharap ada perubahan terutama dalam kerudung pakaian Linmas. “Seandainya boleh menawar untuk penggunaan kerudung pakaian dinas Linmas jangan berwarna hitam karena kurang pas dan terkesan agak seram, tetapi kerudungnya menyesuaikan dengan warna baju tersebut atau setidaknya mendekati warnanya. Kami juga tidak tahu waktu penetapan aturan tersebut apakah melibatkan unsur organisasi profesi seperti PGRI atau tidak,” pungkasnya.

Persepsi Seragam PNS
Kepala SMAN 2 Banjarsari, Drs. Suarman Guntara, M.Pd., mengatakan pakaian dinas atau seragam PNS sangat penting karena merupakan identitas dan pengendali sikap. “Setidaknya kalau memakai seragam, orang akan berpikir dua kali untuk melakukan hal-hal yang kurang baik”, jelasnya. Keseragaman ini menurut Suarman dipandang perlu, karena tidak membeda-bedakan pangkat dan jabatan, semuanya sama memakai pakaian yang sama. “Namun masukan untuk Pemerintah Kabupaten Ciamis, peraturan memakai seragam hansip yang diterapkan setiap hari Senin kalau bisa tidak diberlakukan satu hari melainkan dua hari saja, misalnya Senin dan Selasa, hari Rabu dan Kamis seragam khaki, dan Jum’at-Sabtu pakaian batik atau seragam pramuka”, harap Suarman.
Sedangkan menurut Dais Sri Nurdiyah, S.Ag., M.M., Ketua IGRA Kabupaten Ciamis dan Kepala RA Perwanida, seragam untuk PNS memang sebaiknya dipakai untuk menghindari kesenjangan seputar fashionable.
“Namun khusus untuk anak TK/RA melihat seragam gurunya seperti tidak nyaman karena pada dasarnya anak prasekolah masih identik dengan pendidikan rumah yang serba familiar, jadi diharapkan dari sikap dan pakaian gurunya lebih cenderung ke pakaian yang bersahaja layaknya seorang ibu di rumah dan idealnya lebih luas berekspresi dengan corak dan warna,” jelas Dais. Ditambahkan pula oleh Dais, “Mestinya pakaian disesuaikan dengan pelajaran saat itu, tapi tidak berarti harus memakai daster,” jelasnya sambil berseloroh.

Penegakan Disiplin
Adapun menurut Drs. Yoyo Kuswoyo, Wakasek Kurikulum SMAN 2 Banjarsari mengatakan bahwa seragam untuk pegawai negeri sipil ini sangat penting untuk penegakkkan disiplin. “Untuk mendisiplinkan manusia salah satu indikatornya adalah dengan memakai pakaian seragam,” jelas Yoyo. Dan Yoyo berharap seragam berwarna agak gelap agar tidak terlihat cepat kotor.
Drs. Hartono, Wakasek Humas SMAN 2 Banjarsari juga mengatakan bahwa kalau bisa seragam tidak gonta-ganti terus agar tidak mubadzir.
“Saat ini seragam memang sama, namun kualitas bahan dan coraknya tidak sama, kalau bisa Pemerintah menyamakannya dengan cara membagikan seragam ke PNS agar betul-betul sama dan tentu saja pembagian ini tidak gratis dengan cara memotong gaji,” jelas Hartono.
Terlepas dari berbagai opini tentang pakaian seragam, yang pasti dengan memakai pakaian seragam hal itu dapat menjadi identitas setiap orang yang memakainya dan perusahaan yang memproduksi bahan tersebut secara tidak langsung akan ikut terpromosi melalui pakaian seragam tersebut, serta profesionalisme dan bonafiditas akan menjadi kebanggaan bagi setiap perusahaan yang menyediakan pakaian seragam tersebut. Pakaian seragam pun seringkali dapat dihubungkan dengan faktor fungsional yang tinggi, dan dibuat untuk memberikan rasa nyaman dan aman bagi setiap orang dan juga masyarakat yang dilayaninya, termasuk bagi para anak didik di sekolah.
(ayu/emas/agus ponda/ganesha)

Kamis, 13 Oktober 2011

Pendidikan Karakter Cuma di Dalam Kelas?

AKSES, PGRI dan Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis mengadakan Pelatihan Pendidikan Character Building di Gedung Dakwah Islam Kecamatan Padaherang, Selasa (4/10). Latdik tersebut diikuti oleh lebih dari 600 guru dari Kecamatan Kalipucang, Padaherang dan Mangunjaya.
..................................................
Hadir sebagai narasumber, Prof.Dr. H. Dedi Mulyasana, M.Pd., mantan rektor Uninus Bandung, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis H. Akasah dan Kepala SMPN 1 Padaherang Dodi Budiana.
Menurut Prof. Dedi, pendidikan karakter bukanlah pengajaran ilmu pengetahuan dalam arti proses mentransfer ilmu, teori dan konsep tentang karakter. Bukan pula sekedar pengajaran nilai yang menekankan pada hapalan dan angka-angka.
“Pendidikan karakter pada hakekatnya adalah proses pembentukan jati diri peserta didik yang dilakukan melalui pematangan kualitas logika, akhlak dan keimanan. Pendidikan karakter adalah proses menjadi, yakni menjadikan peserta didik tumbuh sejalan dengan bakat, karakter, kemampuan dan hati nuraninya secara utuh.” Jelasnya.
Selanjutnya Dedi menambahkan bahwa membangun karakter tidak cukup hanya di dalam kelas saja, tetapi perlu dikembangkan di lingkungan yang lebih luas. Membangun karakter tidak cukup hanya menekankan pada latihan, pembiasaan, bimbingan, penularan prilaku dan lainnya.
“Tetapi juga perlu kebijakan, kepedulian, dan komitmen dari pemerintah dan masyarakat.” kata Profesor yang pernah memimpin beberapa perguruan tinggi terkenal di Bandung dan saat ini masih memimpin Program Pasca Sarjana di salah satu perguruan tinggi swasta.

Beda dengan Pembangunan Karakter
Prof. Dedi juga mengingatkan bahwa pendidikan karakter (character education) berbeda dengan pembangunan karakter (character buildings). Pendidikan karakter merupakan bagian dari pembangunan karakter. Pendidikan karakter dikembangkan melalui jalur pendidikan, baik pendidikan formal, non formal maupun informal. Sedangkan pembangunan karakter dikembangkan dengan memperhatikan seluruh sektor baik agama, pendidikan, politik, ekonomi, budaya, keamanan maupun lainnya.
Menurutnya, kualitas belajar tidak diukur dari lamanya jam belajar, tapi dilihat dari efektivitas guru dalam membangun semangat, motivasi dan perilaku yang positif.
“Yang terpenting dalam pendidikan karakter adalah membiasakan anak melakukan nilai-nilai kebajikan, kejujuran, kebenaran, keadilan, disiplin, tanggungjawab dan kebermanfaatan.” pesannya.

Kognitif & Prilaku
Sebagaimana diketahui Mendiknas Prof. Mohammad Nuh, pernah mengatakan bahwa konsep pendidikan karakter sudah disiapkan sejak 2010. Pada tahun ajaran 2011-2012 ini , pendidikan karakter diterapkan di semua jenjang pendidikan, mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Pendidikan Tinggi.
Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini.
“Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa.” Kata M.Nuh.
M.Nuh menjelaskan pula bahwa karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, tetapi secara bersamaan membangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi.
Mendiknas mengingatkan, bentuk pendidikan karakter diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah.
Pendidikan karakter bukan hanya diajarkan melalui papan tulis, tetapi harus melalui pembudayaan.
“Jangan sampai terjebak hanya pada ranah kognitif, tetapi harus diterjemahkan dalam ranah perilaku,” katanya.
(arif/agus ponda/ganesha)

Rabu, 05 Oktober 2011

Guru Jangan Memble, Jika Mutu Pendidikan Tak Ingin Memble

63% Mutu Pendidikan Ditentukan Kinerja Guru
Guru ternyata memegang peran sentral dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Di sisi lain pemerintah telah ‘meng-anak-emaskan guru’ dibanding PNS lainnya. Pangkat yang cepat melejit, kesejahteraan terus membaik. Masihkah pantas terlena dan tak mau beranjak lebih berkualitas?
…………………………………………..

Dalam kunjungan kerjanya baru-baru ini ke PGRI Kabupaten Ciamis, Ketua PB PGRI Pusat, Dr. H. Sulistiyo, M.Pd., berani menyimpulkan bahwa 63% mutu pendidikan ditentukan kinerja guru. “Guru memble mutu pendidikan juga memble, pendidikan bermutu adalah melalui kinerja guru yang baik,” ujar Dr. Sulistiyo.
Menurut Dr. Sulistiyo, pendidikan yang baik sangat membutuhkan tenaga yang terampil agar menghasilkan peserta didik yang terampil. Oleh karena itu, bekerja sebaik-baiknya sebagai guru merupakan investasi agar generasi di masa depan sesuai karakter manusia Indonesia yang didasari Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Dr. Sulistiyo mengimbau agar minimal setelah guru mendapatkan sertifikat profesional melalui sertifikasi ada perubahan kinerja ke arah yang lebih baik, bekerja lebih rajin, lebih disiplin, lebih tanggung jawab, lebih semangat dengan datang lebih awal. Menurut, Dr. Sulistiyo, hanya guru dan dosenlah PNS yang naik pangkatnya dua tahun sekali. “Kalau tidak ada peningkatan kinerja, ini sangat memalukan !” tegas Dr. Sulistiyo.
Perubahan kinerja tentu saja harus melalui pelatihan-pelatihan yang terus menerus, sangat berdosa sekali bila guru PNS seenak-nya saja bekerja, apalagi jika tugasnya banyak diserahkan kepada Non PNS yang nota bene digaji cuma Rp 100.000.-

Peran PGRI
Menurut Dr. Sulistiyo, ke depan PGRI sedang memperjuangkan guru non-PNS men-dapatkan honor yang layak dari pemerintah yang diharapkan di atas UMK dalam program mengentaskan satu juta guru miskin.
“Oktober ini akan ada PP Honorer tentang penetapan penghasilan minimal guru non PNS, kalaupun belum ada bulan ini maksimal November sudah ada. PGRI akan terus mendorong supaya secepatnya terealisasi PP honorer tersebut,” katanya.
Ia menambahkan, PGRI sejak lahir sudah menjadi mitra bagi pemerintah, gairahnya organisasi guru adalah ciri organisasi profesi. Dari tahun 1945, PGRI satu-satunya organi-sasi yang kejayaannya diakui pemerintah.
Pendekatan kepada guru sangat mudah, karena kekompakan, intelektual cerdas, maka jika dijelaskan dengan baik dan juga rasional sudah cukup. “Jadi, guru tidak usah demo kecuali terpaksa,” seloroh Dr. Sulistiyo.
Dr. Sulistiyo juga menambahkan bahwa PGRI harus mendorong peningkatan kinerja guru, dosen, dan tenaga kependidikan, mendorong terwujudnya peningkatan profesionalisme guru dan dosen. Selain itu, PGRI juga harus mendorong peningkatan kinerja jabatan birokrasi pendidikan, kepala sekolah, pengawas, dan penilik PNFI.
“Mudah-mudahan PGRI ke depan lebih kuat dan lebih tertata,” tambahnya. Itu sebabnya, kata Dr. Sulistiyo, sangat keliru dan keterlaluan jika guru tak mendukung program-program PGRI yang senantiasa berjuang demi kepentingan anggota. Sertifikasi itu hasil perjuangan PGRI berikut beberapa tunjangan lainnya. “Tak ada satu pun peningkatan dan pembaharuan pendapatan guru yang muncul tiba-tiba tanpa usul dan desakan PGRI kepada pemerintah,” ujar Dr. Sulistiyo.
Selanjutnya, Dr. Sulistiyo mengimbau agar guru senantiasa mengikuti perkemba-ngan iptek dan jangan sampai tertinggal oleh pesatnya kemajuan berbagai bidang.
“Guru harus dinamis dan optimis. Ikuti setiap perkembangan! Jangan kecewakan masyarakat dan bangsa yang telah menaruh kepercayaan besar terhadap guru dalam mendidik, mengajar, dan mempersiapkan generasi unggul dan berkarakter mulia.
Dalam kesempatan ini pun Dr. Sulistiyo, sangat berterima kasih kepada Wakil Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis yang sampai akhir acara masih meng-hadiri acara. “Biasanya di tempat lain sete-lah sambutan langsung pergi,” selorohnya.
(nung/ayu/ayu berliani/ganesha)

Awas, Dana BOS Bukan untuk Biaya Pribadi!

Pengadmintrasian Pengelolaannya Harus Hati-Hati
Tahun ini, 2011 total dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dialokasikan untuk 497 kabupaten/kota di tanah air adalah sebesar Rp 16,81 triliun. Banyak pihak menilai penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) rawan penyelewengan. Penggunaan dana BOS juga terkadang tidak tepat sasaran. Bahkan ada temuan dana BOS ini dijadikan sebagai proyek demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Misalnya dana BOS untuk keperluan perjalanan dinas kepala sekolah, biaya seragam guru/siswa, biaya perpisahan, biaya try out yang bekerja sama dengan bimbingan belajar, dan biaya lain yang tidak berhubungan dengan operasional sekolah.
Dari Sumatera Utara, Kadis Pendidikan Samosir, Jabiat Sagala, didampingi sekretarisnya Penas Sitanggang, mengimbau para kepsek yang menerima dana BOS dapat mempergunakan anggarannya dengan baik dan efisien.
“Pelaporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS juga harus benar, agar nantinya tidak menjadi masalah karena ada unsur dugaan penyelewengan. Jangan coba-coba mempergunakan alokasi dana BOS untuk kepentingan pribadi kalau tidak mau berurusan dengan aparat penegak hukum,” ujarnya.
Dari Ciamis, Jawa Barat, H. Endang Siregar, selaku tim Monev Kabupaten Ciamis mengimbau agar para pengelola Dana BOS berhati-hati dalam pengadministrasian yang merujuk pada tiga sumber ketentuan, yakni Permendagri, Permenkeu, dan Permendiknas. Ketiganya harus benar-benar dikaji secara cermat hingga dipahami dan bisa diterapkan secara benar dan runut.
“Saya khawatir dengan banyaknya asumsi tentang boleh tidaknya Dana BOS digunakan untuk pos-pos tertentu. Ada pernyataan yang mengatakan bahwa pembuatan PTK bisa didanai dari BOS. Ini keliru, bahkan salah! PTK tidak bisa didanai dari BOS. Makanya baca aturannya yang benar,” tegas H. Endang.
Sedemikian rawannya penyaluran dana BOS, perlu pengawasan yang ketat. Untuk mengawasi penyaluran BOS, pemerintah telah membentuk tim Monitoring Evaluasi (Monev) yang terdiri dari Kemenkeu, Kemdiknas dengan melibatkan pemerintah Kabupaten dan kota.
“Sesungguhnya tim monev ini sudah ada hanya saja kali ini lebih diperkuat,” kata Mendiknas Muhammad Nuh.
Tim monev ini, kata Nuh, akan melakukan evaluasi terhadap distribusi dana BOS sekali dalam tiga bulan, dengan inti evaluasi apakah dana yang ditransfer tepat waktu, jumlah yang ditransfer sesuai dengan ketentuan, serta pengawasan dana oleh sekolah.
Kata Nuh sampai akhir 2011, pemerintah tidak akan mengubah mekanisme penyaluran BOS yaitu dari kas pemerintah pusat ke kas pemerintah kabupaten/kota.
Menkeu Agus Martowardoyo menambahkan dana BOS tahun 2011 mencapai Rp 16 triliun. Dia mengungkapkan penyaluran BOS kerap terlambat karena adanya azas kehati-hatian dari pihak dinas pendidikan kabupaten/kota, terutama dalam pembuatan laporan pertangungjawaban (LPJ). Senada dengan itu, Mendagri Gamawan Fauzi mengakui pencairan dana BOS sering terkendala format LPJ. Sebagian sekolah belum mampu membuat LPJ sesuai aturan dari pusat.
“Kami sudah membuat revisi Peraturan Mendagri yang mengizinkan pembuatan LPJ secara sederhana, tapi masih ada keterlambatan maka diusulkan ada monitoring, asistensi, dan evaluasi,” ujar Gamawan.
(Agus Ponda/ganesha)

Kemarau Tak Ganggu Aktivitas Sekolah

Yang Penting Jaga Keseimbangan Alam
Musim kemarau yang melanda daerah Kabupaten Ciamis sejak beberapa bulan lalu dirasa menyulitkan warga masyarakat untuk mendapatkan air yang cukup dan bersih. Di daerah dekat kota Ciamis, PDAM Ciamis malah sejak dua tiga bulan lalu tidak mampu mengalirkan air ke sejumlah wilayah sehingga ribuan pelanggan di-”fuso”-kan tagihan airnya. Kalau pun di kota Ciamis air PDAM masih mengalir, itupun harus digilir. Kondisi ini cukup menguras emosi warga yang butuh air untuk kelancaran kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana dengan sekolah? Apakah musim kering mengganggu aktivitas di dunia pendidikan?
……………………………………
Hari itu, udara sekitar Desa Cibogo Kecamatan Padaherang Kabupaten Ciamis mulai terasa terik, padahal waktu masih menunjukkan sekitar jam 9 pagi. Di hadapan jurnalis Ganesha terhampar sawah yang kering kerontang. Nampak tunggul-tunggul jerami menghiasi sawah-sawah yang sudah beberapa bulan terakhir tidak menerima cucuran air hujan. Walaupun ada turun hujan namun hanya sebatas membasahi permukaan saja, tidak meresap membasahi akar. Saluran irigasi yang melintang kaku di antara sawah-sawah pun nampak kering kerontang. Di latar belakang hamparan sawah sebelah timur jalan desa, yang menghubungkan jalan raya Padaherang dengan desa-desa di Kecamatan Mangunjaya, nampak dua bangunan di komplek sekolah SDN 1 Cibogo. Sedangkan anak-anak SD beserta TK asik bermain mengisi waktu istirahat mereka. Halaman sekolah pun terlihat kering dengan rumput-rumput yang diantaranya sudah berwarna kuning kecoklatan.
Baru tersadar, nampaknya banyak yang tidak tertarik bagaimana musim kemarau berkorelasi dengan kegiatan dunia pendidikan khususnya aktivitas sekolah. Terlebih pada saat bersamaan pemerintah sedang mengkampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah. Apakah program itu terkendala oleh musim kemarau?
Setelah diterima oleh para guru pimpinan Kepala Sekolah Wawan Waryono, diketahui bahwa program PHBS di sekolah yang memiliki 6 ruang kelas dengan jumlah murid 123 orang tidak terganggu.
“Alhamdulillah di sekolah kami program PHBS tidak terganggu, meski kemarau, “ ujar Wawan.

Punya Sumur Bor
Menurut Dede Heryadi, salah seorang guru di sekolah tersebut, dari total 10 orang guru di SDN 1 Cibogo, walaupun musim kemarau panjang sekolahnya tidak pernah kekurangan air.
“Kami memiliki dua buah sumur, yaitu sumur gali dan sumur bor. Untuk sumur gali saat ini memang sudah kering sekali tetapi sumur bor masih berfungsi baik”, jelasnya.
Bahkan di daerah sekitar sekolah, menurutnya, sumber airnya masih cukup bagus. Di setiap rumah warga masih tersedia air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Sekolah tersebut sebenarnya memiliki empat buah WC. Tetapi dua buah yang terletak di salah satu ujung bangunan sekolah, rusak parah sehingga tidak dapat difungsikan. WC yang rusak ini berhadapan langsung dengan sumur gali yang kering. Beruntung ada dua WC di salah satu ujung bangunan sekolah yang lain yang masih berfungsi. Satu WC diperuntukkan bagi guru dan satu lagi untuk para murid. Baik untuk murid TK PGRI Paringgawangsa maupun SDN 1 Cibogo.
Memang salah satu kelas di sekolah tersebut difungsikan sebagai TK PGRI Paringgawangsa. Namun pemakaian kelas ini oleh TK, menurut Dede, tidak sampai mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Kantor UPTD Pendidikan Padaherang.
Ganesha yang menyempatkan diri melihat-lihat WC tersebut, mendapati air dari sumur bor mengalir deras dengan warna jernih. Tidak ada tanda-tanda terganggu musim kemarau.
“Kebetulan juga sekolah kami dekat dengan saluran irigasi Citanduy sehingga mungkin ada resapan dari saluran tersebut”, ujar Dede.
Mengenai program PHBS, Dede menjelaskan, sekolahnya selama ini telah mendapat beberapa kali penyuluhan. Baik dari Puskesmas maupun mahasiswa yang KKN di Desa Cibogo.
“Pada bulan Juni dan Juli lalu kami telah mendapat penyuluhan tentang sanitasi dan kesehatan gigi dari mahasiswa UNPAD yang KKN”, pungkas salah seorang guru. Ternyata kemarau yang saat ini baru berlangsung sekitar 2 bulan belum sampai mengganggu aktifitas para siswa di daerah sekitar Desa Cibogo Padaherang, khususnya terkait program PHBS.

Di Daerah Lain
Walaupun di beberapa wilayah banyak sawah dan kolam kekeringan secara umum di Kabupaten Ciamis, musim kemarau tidak terlalu parah dampaknya bagi masyarakat. Ini bila dibandingkan dengan daerah lain. Misanya di Cimahi.
Kekeringan yang melanda di sejumlah wilayah tersebut akibat kemarau terus meluas. Bahkan ratusan warga di Cibabat kota Cimahi, harus berjuang mengantri sejak pagi hingga malam hari hanya untuk mendapatkan jatah 5 ember air yang bersumber dari jetpam bantuan pemerintah setempat. Sulitnya air juga dirasakan warga di Majalengka, Jawa Barat. Sejak 4 bulan, warga disini harus antri air bersih yang dipasok PDAM. Pihak perusahaan air minum daerah (PDAM) Tirta Raharja Cimahi memastikan debit air hingga saat ini dalam kondisi kritis.
Di pulau Sulawesi setiap tahun, ketika musim kemarau tiba, warga Kabupaten Maros yang bermukim di Kecamatan Bontoa dan sekitarnya mengalami krisis air. Daerah yang berpenduduk sekitar 10.000 kepala keluarga (KK) itu kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan minum dan mencuci.
Tidak jauh dari tempat itu, anak-anak terpaksa menggunakan air laut untuk mandi., sebelum mereka ke sekolah.
“Kemarau ini menyebabkan sumur, rawa, dan sungai mengering, sehingga kami kesulitan mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Unding, salah seorang warga Desa Pajjukukang, Kecamatan Maros Utara, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Setiap harinya di musim kemarau, mereka harus mencari air bersih hingga ke dalam goa, perjalan tersebut harus di tempuh dengan berkilometer jauhnya. Hal ini dilakukan tiap hari demi memenuhi kebutuhan akan air bersih.

Pentingnya Menjaga Keseimbangan Lingkungan
Musim kemarau sebenarnya hal yang biasa di daerah tropis. Pilihannya, di daerah ini bila tidak musim kemarau ya, musim hujan. Namun bila kemarau akhir-akhir ini berarti petaka, (sulit air alias kekeringan), maka ada yang tidak beres dalam hal hubungan manusia dengan lingkungan hidup dan alam di sekitarnya.
Kekeringan sebagai akibat berkurangnya pasokan air dari sumber mata air, sungai dan danau/waduk, terjadi diyakini karena penggerusan bukit-bukit, atau gunung. Bukit dan tanah sekitar pemukiman kian hari kian langka ditumbuhi pohon-pohon. Air pun sulit tersimpan di dalam tanah, maka mata air kian berkurang dan hilang. Pembabatan hutan, kian banyaknya atau bahkan populasi manusia yang over mengakibatkan tumbuhnya pemukiman yang menghancurkan lahan hijau.
Dalam kondisi ini adalah penting pihak sekolah terus menanamkan pentingnya pendidikan lingkungan hidup pada para siswanya. Tidak semata di sekolah yang berpredikat Adiwiyata atau sekolah yang punya program sekolah berbudaya lingkungan.
Di Ciamis sekolah yang terus peduli pada program pendidikan lingkungan hidup misalnya SMPN 2 Ciamis dan SMPN 7 Ciamis. Bila di SMPN 2 Ciamis sukses menjaga keseimbangan lingkungan sekolah, menata, mengolah limbah dan mendidik arti penting lingkungan hidup sehingga meraih penghargaaan Adiwiyata Nasional, baru-baru ini pun di SMPN 7 Ciamis ada persemaian 100.000 pohon yang ditanam guru, siswa dan warga sekitar. Bila ini terus diprogramkan dan diikuti seluruh sekolah, maka ke depan bukan hanya lingkungan sekolah yang hijau dan sehat, lingkungan alam di mana masyarakat tinggal pun akan terhindar dari kekeringan ketika musim kemarau tiba. (Arief/Agus Ponda/Ganesha)

Senin, 19 September 2011

Banyak Sebab Mengapa Guru Kian Ogah Dimutasi?

Pemerintah sedang berupaya keras bagaimana agar distribusi Pegawai Negeri Sipil di seluruh Indonesia merata sesuai kebutuhan. Salah satu PNS yang dibidik untuk ditata kembali adalah para pendidik. Namun ada indikasi, kian hari guru PNS kian sulit untuk dimutasi, benarkah? Apa saja sebabnya? .......................................

Di tengah akan diluncurkannya Penataan Pegawai Negeri Sipil, sejumlah fakta mengemuka, guru di banyak daerah ternyata tidak mudah untuk dimutasi. Kondisi ini jauh berbeda dengan kebiasaan mutasi atau pindah tugas yang sering terjadi di kalangan pegawai militer seperti TNI atau kepolisian yang selalu siap sedia ditempatkan di mana saja. Guru cenderung kurang patuh pada keinginan pemerintah pusat dan daerah.
Tengoklah, banyak penolakan mutasi yang dialamatkan kepada guru. Awal bulan Agustus 2011, di Kalimantan, misalnya, pemerataan guru di setiap sekolah yang berada di pinggiran Kota Banjarmasin, masih sulit dilakukan oleh dinas pendidikan setempat. Padahal mutasi hanya akan memindahkan lokasi tugas mereka, bukan ke daerah terpencil, tapi hanya berkisar daerah tengah dan pinggiran kota itu.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, Noor Ipansyah, di Banjarmasin, mengungkapkan, tenaga pengajar di wilayah Kota Banjarmasin selalu mengalami ketimpangan dari segi jumlah, baik pinggiran maupun tengah kota. Dengan adanya ketimpangan itu, dinas pendidikan tidak bisa menjamin selesainya target waktu untuk pemerataan tenaga pengajar di wilayah tersebut.
"Kami sudah melakukan berbagai cara dan upaya menyebar keberadaan guru baik ke pinggiran maupun tengah kota, tapi selalu saja mengalami kesulitan. Kesulitan itu mengingat banyaknya guru yang melakukan penolakan apabila ingin dilakukan mutasi ke daerah pinggiran kota," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Noor, ke depan dinas pendidikan akan bertindak tegas terhadap para guru yang menolak mutasi. Sanksi bagi guru yang tidak mau dimutasi berupa penundaan gaji berkala dan ke depannya akan lebih dipertegas lagi.
Baru-baru ini di Sumatera Utara, Kabupaten Samosir juga dihebohkan dengan pemutasian 143 guru. Para guru sebagian besar tidak suka dipindahkan. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menangis karena mutasi.
Banyak guru yang merasa dirugikan karena mutasi, yang menangis, karena suami dan isteri yang sama-sama guru terpaksa harus berjauhan. Ibu di Kecamatan A. Bapak di Kecamatan B dan anaknya sekolah di Kecamatan C. Mereka harus berpisah karena mutasi melalui SK Bupati.
Kisah penolakan mutasi guru juga terjadi di Nusa Tenggara Barat. Seorang guru tak mau dimutasi ke SLTP lainnya, bahkan bersedia dipecat. Ia bersikukuh bahwa selama mengajar di sekolah lama, dirinya tak pernah ada masalah, sehingga tak masuk akal dirinya dimutasi. Ia mengaku tidak jelas dengan mutasi yang menimpanya.
“Jika mutasi guru dilandasi azas pemerataan dan azas manfaat, ada baiknya mutasi dilakukan. Bagaimana jika mutasi dilakukan/terjadi karena rasa dengki dari kepala sekolah dan atau penguasa tertentu?” tanya guru SMP tersebut.

Banyak Sebab & Alasan
Banyaknya penolakan mutasi dari para guru di berbagai daerah ternyata bukan tanpa sebab. Alasan penolakan beragam. Ada guru yang menolak mutasi karena mereka merasa jadi korban kebebasan berotonomi daerah yang dinilai mulai kebablasan. Ada kebijakan yang tidak memperhatikan “nurani dan akal sehat”. Kebijakan terjadi pada berbagai aspek yang mengakibatkan ada “suka dan duka” serta tidak seimbang.
Di daerah Samosir misalnya, sebagian guru menangkap kesan, kebijakan mutasi dilakukan bupati bukan untuk pemerataan namun ada unsur dendam politik.Seorang guru yang sudah menerima SK mutasi dikabarkan tidak jadi pindah setelah diketahui dia isteri dari seorang pendukung bupati saat pilkada. Membuktikan kalau mutasi seolah-olah dicemari dendam politik. Artinya mutasi dilakukan bukan murni untuk pemerataan distribusi guru PNS.
Alasan lainnya, banyak guru resah dan ketakutan bahwa mutasi bisa mengancam status sertifikasi seorang guru. Pada unit kerja lama, para guru yang dimutasi ada yang sudah mendapat pengakuan dan tes sertifikasi. Dengan dipindahkan ke unit kerja baru, kemungkinan besar mereka tidak lagi mendapatkannya. Karena berpeluang jam kerjanya tidak lagi mencapai 24 jam/minggu, sebagai salah satu syarat penerima sertifikasi.
Sebab lain, mental guru yang ‘lembek’ banyak guru yang manja dan merasa bakal tidak sanggup bertugas di daerah yang serba minim, seperti minim sarana transfortasi, lokasi jauh/terpencil, fasilitas kehidupan masyarakat tak lengkap, dan kondisi sekolah baru yang serba kurang. Guru terkesan tak sanggup hidup survival bila ditugaskan ke daerah pinggiran atau terpencil.
Guru juga menolak mutasi karena alasan ekonomi. Terlebih bila mutasi tanpa kompensasi penambahan penghasilan dari pemerintah. Mutasi dinilai hanya akan keluarnya biaya hidup yang lebih besar. Misalnya biaya transportasi di perjalanan serta kebutuhan sehari-hari. Pengeluaran untuk dapur bertambah karena tidak lagi satu kuali dengan suami/istri/anak. Di tempat baru mereka harus mencari tempat tinggal atau harus mengontrak.

Sekolah Serasa Milik Sendiri
Yang paling ‘parah’ sesungguhnya sikap mental para guru yang kian ogah hidup ‘repot’ karena urusan tempat kerja. Karena terlanjur “betah’ di sekolah lama, maka tak ada kamus pindah atau mutasi dalam karirnya. Sejak awal bertugas yang dibidik adalah sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya, hingga pensiun pun akan bertahan di sekolah tersebut.
Terlalu lamanya seorang PNS bekerja di suatu lembaga atau sekolah sering menimbulkan perasaan yang salah. Misalnya mereka sudah merasa bahwa sekolah tempatnya bekerja sudah ‘menjadi milik sendiri’. Sikap yang tumbuh bukan lagi sikap sebagai PNS yang siap ditempatkan di mana saja, tapi sikap statis yang tak mau lagi diutak-atik di sekolah ‘milik sendiri’. Mereka tak lagi berpikir bagaimana masyarakat butuh sekolah yang lebih segar, regenerasi, peningkatan kualitas sesuai perkembangan jaman.
Sandy Guswan, seorang guru Bahasa Inggris di MAN 2 Banjarmasin yang juga seorang kolumnis mengatakan bahwa ideal-nya justru setelah dirasa cukup lama meng-abdi di sebuah sekolah para guru seperti itu dapat dimutasikan ke sekolah lainnya.
“Manusia adalah makhluk dinamis yang selalu ingin bergerak dan berubah menuju hal-hal yang lebih baik. Itu merupakan fitrah manusia. Air yang mengalir tentu lebih baik daripada air yang diam. Diam mengakibatkan keburukan. Guru tentu tidak ingin hal-hal buruk atau negatif terjadi pada diri dan lingkungan mereka. Sehingga perubahan merupakan suatu kebutuhan.” seharusnya kata Sandy, itu yang menjadi prinsip mutasi guru. Ia menilai, selama ini guru yang sejak awal bertugas sampai pensiun selalu mengabdi di sebuah sekolah yang sama, sebenarnya merugikan dalam usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Peta Kualitas Guru
Sandy berpendapat, untuk penyebaran guru, dinas pendidikan sudah saatnya membuat peta kualitas tenaga pendidiknya. Berdasarkan data tersebut dinas pendidikan dapat menyebar para guru berkualitas baik pada semua sekolah dan bukannya menumpuk guru-guru berkualitas pada satu sekolah tertentu saja. Guru-guru berkualitas ini diharapkan dapat menularkan ilmu-ilmu mereka kepada guru-guru yang masih kurang baik dari segi pengalaman maupun kemampuan.
Harus diakui mutasi guru bukanlah hal yang sederhana. Akan ada banyak masalah dan perlawanan dari para guru. Alasan tempat tugas baru yang jauh dari tempat tinggal sering menjadi alasan penolakan mutasi guru.
Lanjut Sandy, menyikapi perlawanan dari para guru yang tidak mau dimutasi tersebut dinas pendidikan dapat membuat kebijakan yang bersifat win-win solution. Artinya mutasi guru tetap dapat terlaksana dan guru pun bahagia atau setidaknya tidak menderita dengan adanya mutasi tersebut. Karena tujuan mutasi guru ini antara lain penyegaran bagi para guru dan pemerataan bagi sekolah-sekolah.
Memang, bukan hanya para orang tua dan anak didik yang berkeinginan ‘menuju’ sekolah unggul, favorit, bahkan standar nasional/internasional . Para guru pun juga beramai-ramai menuju sekolah tersebut baik karena keinginan pribadi atau karena perintah atasan. Akhirnya guru-guru berkualitas hanya akan menumpuk di sekolah-sekolah tertentu saja. Sedangkan di sekolah-sekolah pinggiran hanya ada guru-guru ‘sisa’ ditambah dengan anggaran yang kurang memadai maka lengkaplah penderitaan sekolah-sekolah tersebut.
Di samping terus meningjatkan kesejahteraan guru, sangat mendesak, pemerintah harus menghentikan pengkategorian sekolah yang tidak sehat tersebut. Semua sekolah harus diberi perhatian dan bantuan yang sama karena siswa-siswa yang belajar semuanya adalah harapan bangsa penerus bangsa ini.
Dinas pendidikan diharapkan dapat membuat formula yang adil baik bagi guru maupun bagi sekolah dalam program mutasi guru. Mutasi ini tentu bukan hal yang mudah bagi para pendidik. Sebagai langkah awal adalah perubahan tempat duduk para pendidik di kantor dewan guru yang terus diganti setiap semester atau setiap tahun. Ini tidak sulit untuk diprogramkan, hanya pertanyaannya apakah hanya mutasi tempat duduk di kantor guru pun mereka tak mau repot?
Semoga langkah kecil tersebut dapat ‘menyadarkan’ kita bahwa mutasi itu baik dan bermanfaat bagi guru dan mutu pendidikan nasional. Jadi jangan takut berpindah tempat tugas selagi anda tetap menjadi Guru PNS!
(agus ponda/ganesha)