Rabu, 22 Desember 2010

UN SMP dan SMA Digelar Mei 2011

Ini Dia Formula Baru Kelulusan Siswa
Pemerintah dan Badan Standar Pendidikan Nasional telah siap dengan formula baru penilaian kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Untuk itu, pelaksanaan ujian nasional tahun ajaran 2010/2011 hanya dilaksanakan satu kali pada bulan Mei 2011.
...........................................

Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dengan Komisi X DPR RI, baru-baru ini menggelar rapat kerja membahas tentang Ujian Nasional dengan agenda "Formulasi dan Pelaksanaan UN 2011".
hasil keputusan rapat kerja adalah UN 2011 tetap dapat dilaksanakan dengan catatan, pertama, standar kelulusan ditentukan dengan formula baru yang mengakomodasi nilai rapor dan ujian sekolah. Kedua,, meningkatkan rasa adil bagi peserta didik. Ketiga, lebih meningkatkan mutu kelulusan pendidikan.
Dalam kaitan dengan formula baru untuk menentukan kelulusan peserta didik, Komisi X DPR RI meminta Pemerintah agar dijadikan pertimbangan yang sungguh-sungguh. Komisi X DPR juga memberikan catatan untuk penyempurnaan pelaksanaan UN.
Sedangkan untuk data pokok pendidikan, pelaksanaannya perlu memperhatikan catatan hasil Panitia Kerja UN DPR. Poin-poinnya antara lain pelaksanaan pendataan tidak hanya lima variabel yang diusulkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas. Namun, termasuk pendataan standar mutu pendidikan nasional. Pendataan harus selesai pada 2011.
Adapun untuk Badan Standar Nasional (BSNP), Komisi X DPR meminta pemerintah segera mengonsolidasikan badan ini agar benar-benar menjadi lembaga yang mandiri sesuai Pasal 75 Ayat (2) PP No.19/ 2005 serta penjelasannya.

Manfaat UN
Menteri Pendidikan Nasional dalam rapat tersebut menyampaikan manfaat hasil ujian nasional. Menurut M.Nuh, hasil UN digunakan untuk memetakan mutu program satuan pendidikan secara nasional, pintu masuk untuk pembinaan dan perbaikan mutu pendidikan, baik di tingkat satuan pendidikan maupun naional mendorong motivasi belajar siswa dan mendorong penigkatan mutu proses belajar megajar.
Kata Mendiknas, Intervensi untuk perbaikan mutu pendidikan berdasarkan pemetaan hasil UN bertujuan untuk meningkatkan nilai rata-rata, mempersempit standar deviasi, dan memperbaiki nilai terendah. Prinsip (berkesinambungan (continuity) pun dijaga. Kesinambungan untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kesinambungan bagi siswa dari sosial ekonomi kurang mampu masuk ke Perguruan Tinggi (PT), dan,"kesinambungan bagi siswa dari satu daerah masuk ke PT di wilayah lain untuk mengurangi disparitas antar wilayah dalam penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi nasional," ujar Menteri Nuh.
Mendiknas mengatakan dengan adanya formula baru yang mengevaluasi siswa secara komprehensif selama tiga tahun belajar, polemik UN yang muncul tiap tahun diharapkan bisa berhenti. "Kita nantinya mesti lebih fokus pada apa yang perlu dikerjakan atau diperbaiki dari hasil UN," ujar Nuh.
Ketua BSNP Djemari Mardapi mengatakan penilaian kelulusan antara UN dan hasil belajar di sekolah tidak lagi saling memveto, namun bisa saling membantu. Untuk itu, penilaian UN digabung dengan nilai dari sekolah.
Rumus Baru
Ujian nasional (UN) utama untuk SMA/SMK akan digelar pada minggu pertama Mei 2011.Sedangkan untuk SMP pada minggu kedua Mei 2011. Adapun UN susulan bagi mereka yang belum mengikuti UN utama dilaksanakan satu minggu kemudian. Pada tahun ini UN ulangan ditidakan. Adapun ujian sekolah diadakan sebelum pelaksanaan UN.
Kelulusan siswa dari sekolah dengan melihat nilai gabungan rencananya dipatok minimal 5,5. Nilai gabungan merupakan perpaduan nilai UN dan nilai sekolah untuk setiap mata pelajaran UN.
Rumus yang ditawarkan pemerintah untuk nilai gabungan = (0,6 x nilai UN) + (0,4 x nilai sekolah). Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 untuk tiap mata pelajaran UN.
Nuh mengatakan bobot UN mesti lebih besar dari nilai sekolah untuk mengontrol hasil kelulusan. Pasalnya, dari data-data yang ada masih banyak sekolah yang me-mark up nilai siswa.
Dengan formula baru ini, rencananya akan dipatok nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00. Integrasi nilai UN dan nilai sekolah ini diharapkan jadi pendorong untuk menganggap penting semua proses belajar sejak kelas 1 hingga kelas 3.
Adapun kriteria kelulusan ujian sekolah diserahkan kepada sekolah. Nilai sekolah merupakan nilai rata-rata dari ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 setiap mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan penilaian kelulusan siswa tidak lagi hasil potret evaluasi sesaat. Penilaian dilakukan selama proses belajar siswa di sekolah.
(ap/gns/berbagai sumber)

Minggu, 12 Desember 2010

Pemerintah Siapkan RUU ASN

Tahun 2012 Tidak Akan Ada Lagi PNS!
Sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) mulai 2012 mendatang akan ditiadakan. Namanya akan diganti dengan istilah Aparatur Sipil Negara (ASN). Perubahan nomenklatur ini terkait dengan profesi aparatur negara.
Pemerintah akan segera menyusun RUU baru terkait perubahan tersebut.
....................................
Demikian dikatakan Ketua Tim Perumus RUU ASN Prof. Dr. Sofyan Effendi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI, di Senayan, Kamis (2/12).
“RUU ASN harus secepatnya diberlakukan menjadi undang-undang. Karena UU tentang Kepegawaian sekarang tidak relevan lagi diberlakukan untuk saat ini. Banyak yang harus diubah,” tegas Sofyan.
Dia mendorong agar Komisi II DPR RI bisa mengesahkan UU ASN pada pertengahan 2011, se-hingga masih ada rentang waktu enam bulan untuk mengubah selu-ruh sistem kepegawaian di Indone-sia baik pusat, daerah, maupun luar negeri. “Kami targetkan pada 1 Januari 2012, ASN sudah diberla-kukan. Jadi tidak ada lagi istilah PNS melainkan ASN,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, tujuan pembentukan RUU ASN adalah untuk menjadikan aparatur sipil negara sebagai suatu profesi yang bebas intervensi politik, KKN, dan menerapkan azas keadilan. Dalam RUU ASN yang diatur adalah pegawai aparatur eksekutif, pegawai aparatur administrasi, pegawai aparatur fungsional (hakim, jaksa, guru, dan dosen), dan anggota Polri.
“Jadi kalau selama ini kita hanya mengenal PNS, TNI, Polri merupakan aparatur negara, maka mulai Januari 2012 berubah menjadi ASN. ASN itu terdiri pegawai aparatur eksekutif, administrasi, fungsional, dan anggota Polri. Dengan demikian fungsi aparatur negara akan lebih spesifik dan didasarkan pada profesi,” terangnya.

Tunjangan Kinerja Maksimal 15 Persen
RUU Apatur Sipil Negara juga akan mengatur masalah penggajian PNS. Konon sistem penggajian di Indonesia akan mengalami peruba-han total. Dalam RUU Apatur Sipil Negara disebutkan sistem pengga-jian pegawai berbasis kinerja.
“Masing-masing ASN gajinya berbeda. Di samping gaji, ASN juga akan mendapatkan tunjangan kinerja,” ujar Vanda Sarunda-jang, anggota Komisi II DPR RI, di Bogor, Minggu (5/12).
Dikatakannya, perubahan ini karena sistem penggajian di Indonesia tidak benar. Di mana tunjangannya seorang aparatur lebih besar daripada gaji pokok.
“Gaji pokok harus lebih besar dari tunjangan kinerja. Karena itu di dalam RUU ASN ditetapkan tunjangan kinerjanya tidak boleh lebih dari 15 persen,” ucapnya.
Prof. Sofyan Effendi mengkritisi sistem penggajian selama ini yang hanya didasarkan pada sisa anggaran dan diatur oleh pejabat eselon satu di Kementerian Keuangan. Padahal yang harusnya punya otoriter dalam penentuan gaji adalah Menneg PAN&RB.
“Menneg PAN&RB harus berani menentukan berapa sebenarnya gaji pegawai, jangan hanya sebatas mengusulkan dan Kemenkeu yang menentukan dengan melihat posisi anggaran. Ke depan peran Menneg PAN&RB ini akan diperkuat dengan adanya RUU ASN. Jadi gaji ditentukan oleh Kementerian PAN&RB dan bukan Kemenkeu,” pungkasnya.
(ap/jps/fri/gns)
















Alasan Perlunya Perubaha
n PNS ke ASN
  1. Komponen SDM Aparatur Negara yang terbesar yaitu PNS dengan 4,7 juta anggota, ternyata kurang tersentuh oleh program Reformasi Birokrasi;
  2. UU 8/1974 dan UU 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, tidak sesuai untuk mendukung sistim pemerintahan koalisi yang kurang stabil, desentralisasi yang sangat luas, pelayanan publik yangdiperlukan masyarakat, dan untuk meningkatkan daya saing nasionalyang diperlukan ekonomi pasar sosial terbuka.
  3. Konsisten dengan UU 17/2005 tentang RPJP Nasional, UU Aparatur SipilNegara bertujuan untuk membangun SDM Sipil Aparatur Negara profesional, yang bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek KKN, dan memiliki kekuatan dan kemampuan yang tinggi;
  4. Laporan Misi Bank Dunia (2009) tentang Indonesian Public Service memprediksikan pada 2015 jumlah PNS yang akan pensiun berjumlah 4,9 juta, lebih besar dari PS aktif. Rp 90 T per tahun dari APBN/APBD diperlukan untuk membayar manfaat pensiun.**

Kamis, 09 Desember 2010

Bakal Ada Apa di Tahun 2011?

Pemerintah ‘Lempar’ Dana BOS ke Daerah
SEJAK Juli 2005, pemerintah memunculkan kebijakan strategis, sebagai langkah serius untuk mewujudkan Wajib Belajar 9 tahun, yaitu program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kebijakan itu dimaksudkan untuk pemerataan sekaligus penyegaran kembali akan pentingnya kesadaran pendidikan yang terjangkau dan bermutu bagi semua anak negeri di tanah air.
Ketika pertama kali digagas, persoalan yang pelik adalah masalah mekanisme penyaluran dana. Untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan, Pemerintah meng-ambil kebijakan, dana tersebut ditransfer langsung ke rekening-rekening sekolah. Lima tahun berjalan, mekanisme penyaluran dana BOS dianggap ‘aman’ dengan sistem transfer tersebut. Walau di lapangan masih terdengar adanya penyelewengan dana BOS, pemerintah berdalih bahwa hal itu dilakukan oleh oknum pengelola BOS di tingkat sekolah, bukan oleh pemerintah. Sebab dana BOS terbukti sudah tersalurkan langsung dari kas negera ke rekening sekolah.
Selama lima tahun itu, sistem transfer langsung dari pemerintah ke rekening sekolah pun berjalan relatif baik. Namun kini, tiba-tiba pemerintah pusat punya rencana baru. Mulai tahun 2011 Pemerintah akan mengubah mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah. Setelah selama 5 tahun melalui Kementerian Pendidikan Nasional, dana BOS akan langsung disalurkan ke kabupaten/kota. Perubahan ini menimbulkan pro dan kontra, mulai dari kekhawatiran korupsi hingga munculnya ‘egoisme’ daerah dalam mengurus dana tersebut.
“Ada perbedaan. Kalau 2005-2010, dana BOS itu ada di Kementerian Diknas, setelah itu dikirim pengelolaan provinsi terus ke sekolah. Tahun 2011 dana BOS langsung dikirim ke kabupaten/kota dari Kementerian Keuangan,” kata Mendiknas M Nuh.
Hal itu dikatakan Nuh usai mengikuti rapat Komite Pendidikan mengenai Desentralisasi BOS di Kantor Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Rabu (1/12).
Menurut Nuh, dengan perubahan meka-nisme penyaluran dana BOS itu, kabupaten/kota akan menjadi lebih merasa dilibatkan dalam proses pendidikan di daerahnya. Di samping itu, waktu yang dibutuhkan pun menjadi lebih pendek.
“Bisa memperpendek waktu, karena sekolah SD/SMP di kabupaten/kota, uangnya juga sudah ada di APBD kabupaten/kota,” kata Nuh.
Alasan Nuh, dulu dana BOS kadang-kadang terlambat satu bulan diberikan pada triwulan pertama. Nantinya, pemanfaatan dana BOS yang langsung ditransfer ke daerah dan sekolah itu akan diatur secara teknis dalam Permendagri.
“Sekolah bisa mengelola sendiri uang yang dterima secara utuh dari APBD tadi, dan sekolah juga harus mempertanggung-jawabkan dengan memanfaatkan komite sekolah dan masyarakat itu yang harus tetap dipegang,” ucapnya.

Khawatir Korupsi di Daerah
Namun Keputusan pemerintah untuk mentransfer langsung dana bantuan operasional sekolah (BOS) ke daerah senilai Rp 16 triliun pada Oktober mendatang dinilai sangat dilematis jika hanya dikaitkan dengan otonomi daerah dan birokrasi. Keputusan itu dikhawatirkan hanya menambah besar peluang dana BOS dikorupsi.
Koordinator Divisi Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, mengatakan selama pemerintah pusat belum memetakan mekanisme BOS dari pusat ke daerah, keputusan pemerintah hanya akan menambah masalah.” Dengan sistem baru itu akan banyak uang hilang,” ujar Ade Irawan.
Menurut Ade, pelaku korupsi bukan cuma sekolah, tetapi juga dinas-dinas pendidikan.
“Kalau kewenangan ada di tangan mereka, akan banyak uang hilang. Yang kami temukan selama ini banyak Dinas Pendidikan memaksa sekolah untuk ambil uang BOS. Contoh, pengawas bikin LKS dan dijual paksa ke sekolah, sementara sekolah harus membayarnya pakai uang BOS dari pusat. Ini sudah carut-marut,” tutur Ade.
Terlebih setelah nanti dana tersebut masuk ke kas kabupaten/kota, peluang untuk penyelewengan di tingkat daerah kian terbuka. Selain itu, dikawatirkan setiap pemda akan menafsirkan penggunaan BOS sesuai pendapatnya sendiri. Bahkan, ditakutkan munculnya kebijakan nakal daerah yang tergiur mengelola dana untuk mendatangkan keuntungan bagi daerah.
“Tak usah dikorup pun bunga per bulan-nya saja sudah menggiurkan,” ujar seorang sumber yang berkomentar di dunia maya. Bisa dihitung, konon bila didepositokan oleh daerah, dana BOS yang besar untuk satu kabupaten bila disimpan, hanya dalam waktu seminggu saja bunganya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Apalagi bila dihitung bulanan atau tahunan.
Namun, M. Nuh berdalih lagi, dana itu tidak bocor meski disalurkan secara lang-sung ke daerah, tidak seperti mekanisme sebelumnya yang harus melalui Kemen-diknas. Pihaknya akan membentuk tim monitoring untuk melakukan pengawasan.
“Justru kita mendesain suatu sistem. Bila sistem itu rawan bocor, itu kemunduran. Kami mengundang semua masyarakat, dari sistem monitoring itu kelihatan berapa uang yang dikirim, berapa ke sini ke situ,” tandasnya.
Untuk mengontrol penggunaan dana BOS, imbuh Nuh, Komite Pendidikan akan membentuk tim monitoring baik di tingkat pusat dan daerah. Tim tersebut bertugas memonitor transfer uang ke rekening-rekening sekolah, jumlah yang ditransfer, serta penggunaannya.
“Ketiga kontrol penggunaan sekolah apakah sudah sesuai penggunaan, punya buku, dipakai untuk apa saja, perinciannya apa saja?” tutupnya.
Konon tahun 2011 dana BOS yang akan ‘dilempar’ langsung ke daerah naik menjadi Rp 16,8 triliun dari Rp 15 triliunan pada tahun 2010. “Sekitar Rp 16,8 triliun,” kata Mendiknas.
Menurut Nuh, dana BOS untuk tahun 2011 naik karena terjadi kenaikan jumlah siswa penerima. Nantinya, setiap siswa SD akan menerima bantuan Rp 387 ribu per tahun, sementara siswa SMP Rp 500 ribu.
Nah, siap-siaplah masyarakat ikut mengon-trol dana BOS tahun depan, sebab yang ‘pe-gang’ uang BOS nantinya adalah pemerintah daerah.
(ap/ganesha/berbagai sumber)

Minggu, 05 Desember 2010

2010, Pemerintah Bidik Calon-calon Guru Terbaik

Kualitas calon guru yang dihasilkan perguruan tinggi negeri dan swasta dari tahun ke tahun ternyata tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Makin banyak lembaga yang merasa sanggup mencetak calon guru, makin hari kualitasnya tak jelas dan tak terkontrol. Buntutnya kualitas pendidikan secara umum menurun dan Indonesia bersaing dengan negara tetangga pun kewalahan.
....................................................
Melalui Undang-undang Guru dan Dosen pemerintah yang menetapkan guru sebagai sebuah profesi yang patut diapresiasi tinggi oleh pemerintah dan masyarakat. Wujud dari kebijakan itu, kesejahteraan guru diperhatikan seperti halnya PNS, malah cenderung diistimewakan dibanding PNS dari bidang profesi lainnya.Guru PNS dan mereka yang telah bersertifikasi , berpenghasilan tak ubahnya para profesional swasta.
Setelah kebijakan peningkatan kesejahteraan mulai dijalankan, pemerintah kian menegaskan bahwa setiap warga negara berhak menjadi guru, namun tak mudah begitu saja untuk menjadi guru. Hanya mereka yang pantas dan terbaiklah yang layak jadi guru, terutama guru-guru PNS. Pemerintah mulai “sadar” mudahnya setiap orang untuk menjadi pengajar, mengakibatkan seabreg permasalahan yang rumit bermunculan. Salah satunya menurunnya mutu pendidikan di sekolah di tengah kucuran dana APBN yang terus meningkat. Intinya guru ‘bermasalah.’
Mantan Mentri Pendidikan, Fuad Hassan ketika dimintai pendapatnya tentang perkembangan pendidikan Indonesia pernah berkata. “Jangan terlalu ribut soal kurikulum dan sistemnya. Itu semua bukan apa-apa, justru pelaku-pelakunya (para guru) itulah yang lebih penting diperhatikan,” ujar Fuad Hasan.















Pemerintah akan menyiapkan tiga skenario rekrutmen guru baru di tahun 2010. Nampak dalam gambar, Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis, Miming Mujamil (berkacamata hitam) beserta anggota ranting Kantor UPTD memeriahkan Hari Guru dan HUT PGRI 2010.

Ia menyakini bahwa kualitas gurulah yang justru menjadi permasalahan pokok pendidikan.
“Ini berlaku dimana pun. Baik itu di Indonesia, di Jepang, Finlandia, di AS, di manapun di dunia ini kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas gurunya, bukan oleh besarnya dana pendidikan dan juga bukan oleh hebatnya fasilitas. Jika guru berkualitas baik, maka baik pula kualitas pendidikannya.” tegas Fuad Hasan.
Ia mencontohkan Finlandia, negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia, yang dengan serius menjaga kualitas gurunya.
Artinya pemerintah Indonesia sudah saatnya kembali menata ulang soal rekrutmen guru. Guru-guru yang akan diberi tugas mendidik anak bangsa harus dari orang-orang pilihan dan berkualified. Pemerintah harus membuat sistem baru dalam hal pendidikan calon guru masa depan.
Permasalahan guru sebenarnya disorot banyak pihak. Guru-guru di Aceh bahkan pada Kongres Guru Aceh bulan November 2010, mendesak agar penerimaan calon mahasiswa FKIP lebih ketat lagi. Kongres Guru Aceh juga meminta agar sistem rekruitmen/penerimaan calon guru secara proporsional dan professional direvisi. Bahkan pada pemerintah Aceh mereka meminta agar membatasi LPTK yang mencetak guru.
Direktur The Centre for the Betterment of Education, Satria Dharma pun sejak lama mengkritisi “boomingnya” sarjana pendidikan dengan kualitas yang minimal, namun dengan mudah dapat menjadi guru. Kondisi ini sangat kontras dengan negara maju atau negara negara tetangga sekalipun: guru berasal dari mahasiswa-mahasiswa terbaik dengan minat yang tinggi.
“Di Indonesia guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula, “ ujar Satria Dharma.
Ia menjekaskan, dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian para mahasiswa di negara lain, dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka dengan mudah menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. “Tak ada permasalahan dengan kurikulum apa pun yang mereka inginkan. Dengan koki yang hebat bahan makanan seadanya bisa menjadi masakan yang enak dan menarik sedangkan orang yang tidak bisa memasak hanya akan merusak bahan makanan yang sebaik apa pun.” katanya yakin.

Rencana 2010
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) pun akhirnya mulai ancang-ancang memasang metode baru rekrutmen guru. Konon mulai tahun depan kementrian pendidikan nasional akan menyiapkan tiga skenario rekrutmen guru baru masing-masing untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Perekrutan guru baru ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan guru karena adanya guru yang pensiun, kebutuhan guru bidang studi baru, dan kebutuhan di daerah baru.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh seusai membuka Seminar Guru Nasional 2010 di Kemdiknas, Jakarta, Selasa (23/11/2010). Hadir pada seminar ini Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kepen-didikan Baedhowi, Direktur Jende-ral Pendidikan Tinggi Djoko San-toso, Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad, dan Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo.
Mendiknas mengemukakan, untuk mengatasi kebutuhan guru jangka pendek dengan merekrut lulusan S1/D4 yang berminat men-jadi guru. Sebelum mengajar, kata Mendiknas, mereka terlebih dahulu mengikuti pendidikan profesi selama dua semester atau satu tahun. "Kebutuhannya tiap tahun. Karena itu, tidak mungkin mengan-dalkan dari awal , sehingga kita siapkan yang baru lulus," katanya.
Guru-guru yang baru ini, kata Mendiknas, kalau tidak disiapkan pendidikan profesinya akan menjadi beban. “Oleh karena itu, mulai tahun 2011 Kemdiknas akan merintis pendidikan profesi," kata M.Nuh.
Untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka menengah, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang duduk di semester lima atau enam. Mereka yang berminat menjadi guru ditawarkan untuk pindah jalur, sehingga begitu lulus sudah tidak perlu lagi mengikuti pendidikan profesi satu tahun. "Jadi pendidikan profesi sudah melekat di situ," katanya.
Untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka panjang melalui pendidikan sarjana. Pendidikan ini disiapkan bagi lulusan sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau madrasah aliyah selama empat atau lima tahun. Layaknya seperti pendidikan kedokteran, kata Mendiknas, mereka yang masuk di fakultas kedokteran, 99 persen ingin menjadi dokter. "Guru nanti juga begitu. Masuk di LPTK (Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan) atau jurusan lain memang mau menjadi guru," katanya.
Mendiknas menyampaikan, mulai 2011 akan merintis delapan LPTK di perguruan tinggi untuk menyiapkan pendidikan bagi calon guru. Pada tahap awal, direncanakan merekrut 1.000 lulusan SMA/SMK/MA untuk dididik selama 4-5 tahun. Selama mengikuti pendidikan, mereka akan diasramakan. "Sekarang kita lengkapi asramanya khusus bagi calon guru," ujarnya. Akankah itu menjadi solusi? Kita tunggu saja.
(apon/ganesha)