Selasa, 25 Desember 2012

Siap-siap Menguji Kurikulum Baru

Mendikbud,  Mohammad Nuh mengklaim kurikulum baru 2013 yang disiapkan punya arah yang jelas. Dia juga membantah tudingan bahwa guru tidak dilibatkan dalam penyusunan kurikulum tersebut. Bahkan dalam waktu dekat semua pihak bisa menguji kurikulum  tersebut.
……………………………………………………………

Menteri Pendidikan Mohammad Nuh kembali memberikan penegasan terkait arah kurikulum baru yang akan diterapkan tahun ajaran 2013/2014 mendatang. Penegasan ini menjawab kekhawatiran sejumlah pihak yang belakangan menyangsikan kurikulum baru yang disiapkan pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tidak punya arah yang jelas.
Usai memberikan penghargaan kepada 24 guru se Indonesia yang menjadi pemenang lomba kreatifitas guru tingkat nasional di Kemdikbud, Selasa lalu, Nuh  menegaskan bahwa kurikulum baru yang dirancang pemerintah tidak muncul tiba-tiba. Tapi sudah disiapkan sejak tahun 2010 lalu.
“Apakah kurikulum yang kita kembangkan sekarang ujug-ujug muncul begitu saja? Saya kira tidak. Jadi kita sudah fikirkan penataan kurikulum ini sejak 2010, kita lakukan kajian. Alhamdulillah sekarang baru rampung, karena bentuknya sudah kelihatan,” kata Mohammad Nuh.
Menurut Menteri asal Jawa Timur itu, selama tiga tahun terakhir, penelitian yang dilakukan juga melibatkan guru. Namun bukan berarti harus mengikut sertakan semua guru yang jumlahnya 2,9 juta orang. Tapi guru yang diikut sertakan dalam penyusunan kurikulum baru hanya diambil beberapa guru sebagai sampel yang mewakili suara guru. Mereka juga ikut melihat kurikulum yang saat ini dijalankan, apa kelamahan dan kelebihannya, bagian mana yang harus disempurnakan.
“Arahnya pun sangat jelas. Kita ingin meningkatkan dan menyembimbangkan kompetensi dalam arti attitude, skill dan knowleadge, harus naik dan seimbang. Didasarnya tiga pilar, kreatifitas, inovasi dan produktif. Jiwanya adalah nilai-nilai ke-Indonesiaan,” tegas Mohammad Nuh.
Kemdikbud juga juga telah menetapkan bahwa Kamis (29/11) besok hingga tiga pekan berikutnya, uji public terhadap kurikulum baru yang telah dirancang pemerintah akan dimulai. Uji public itu akan dilakukan dalam dua bentuk, pertama dilakukan secara aktif dalam bentuk pertemuan langsung dengan audien yang terdari dari semua unsure masyarakat. Mulai dari para guru, orangtua, dewan pendidikan, pengamat, dinas kabupaten/kota dan unsur lain.
Tahap awal, uji publik akan dilakukan di 5 kota besar dan disusul di 33 Kabupaten yang ada di 33 Provinsi se Indonesia. Sedangkan melalui media online, Kemdikbud telah menyiapkan sebuah web khusus untuk uji public kurikulum baru tersebut. Web itu di desain interaktif, sehingga siapapun bisa mendownload draft kurikulum baru serta memberikan masukan untuk penyempurnaan.
“Kan waktunya tiga minggu, cukup lah untuk memberikan pandangan, dan ini akan bergulir. Bisa jadi nanti kelompok masyarakat tertentu, perguruan tinggi tertentu, guru-guru beri masukan. Salah satu contoh masukan untuk IPA dan IPS, apakah nanti masih dalam bentuk mapel di kelas 4,5,6, atau dilebur. Nah, di situ orang bisa beri komentar dan pandangan,” ujar Nuh.
Nuh menambahkan bahwa partisipasi dalam uji public ini dibuka untuk dua hal, pertama, menumbuhkan ownership dari partisipator, sehingga ada rasa memiliki. Kedua, untuk menyempurnakan, karena sebaik apapun kurikulum yang disiapkan, Nuh yakin masih ada yang tercecer. Itulah yang akan disempurnakan.

Belum Ciptakan Proses Belajar yang Asik
Sementara  itu anggota Komisi X DPR RI, Raihan Iskandar, menyatakan rancangan kurikulum baru pendidikan nasional 2013 yang akan segera diuji publik masih harus dikritisi bersama. Karena perubahan yang terjadi lebih pada materi ajar, bukan metode pegajarannya.
“Salah satunya adalah aspek pedagogik. Perubahan kurikulum utamanya hanya pada aspek materi ajar. Sedangkan aspek pedagogik atau metode pengajaran tidak berubah signifikan. Padahal aspek pedagogik yang menyangkut guru ini sangat penting, karena guru adalah pilar penentu keberhasilan kurikulum,” kata Raihan di Jakarta, Selasa (27/11).
Dia menjelaskan bahwa selama ini gurulah yang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Sementara sekarang dengan kurikulum baru, siswa yang dituntut untuk aktif. Tapi, bentuk kurikulum baru menurutnya masih sama dengan sebelumnya.
“Tapi bentuknya sepertinya masih dengan sebelumnya, yaitu tatap muka di kelas. Padahal metode tersebut kurang efektif dalam menanamkan karakter kepada peserta didik.” tegas Raihan.
Politisi PKS ini juga menyatakan, Mendikbud M Nuh mestinya menyadari jumlah jam belajar di Finlandia lebih singkat dari pada di Indonesia. Tapi di Finlandia, peserta didik dibagi ke dalam kelompok mentoring/tutorial. Dan guru di sana minimal lulusan S2. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor keberhasilan pendidikan di sana.
Metode mentoring diakui sangat efektif dari pada metode tatap muka di kelas. Metode mentoring, dengan pembagian siswa ke dalam kelompok belajar dengan anggota kelompok sekitar 10-12 siswa dan seorang guru sebagai fasilitatornya, menjadikan hubungan antara guru dan siswa menjadi lebih dekat dan lebih kekeluargaan.
Selain itu siswa akan menjadi lebih nyaman dan asik dalam belajar. Sehingga tingkat penyerapan ilmu, nilai dan karakter siswa bisa lebih maksimal jika dibandingkan dengan metode tatap muka di kelas. “Dengan metode mentoring seperti itulah, kita tahu bahwa pendidikan Finlandia terbaik di dunia. Nah, apakah pemerintah sudah mempersiapkan pembinaan kompetensi guru untuk mengelola kelompok mentoring misalnya?” ujar Raihan mempertanyakan
Ditambahkannya bahwa pemerintah terkesan abai terhadap aspek kompetensi guru khususnya dalam hal pedagogik pada pembuatan kurikulum 2013 ini. Padahal Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 28 ayat 3 telah mengamanatkan bahwa kompetensi yang harus dimilki oleh seorang pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
(ganesha-agus ponda/jps/nt/)

Inilah Sejarah Hari Guru Indonesia


PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
..................................................
Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.
Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Namun, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya , PGI kembali berkiprah. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Repub-lik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan  yakni Mempertahan-kan dan menyempurnakan Republik Indonesia, mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan, dan membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Harapan Besar
Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.
Akan tetapi di Indonesia, Hari Guru bukan merupakan hari libur nasional sehingga sekolah, instansi pemerintah, dan perusahaan swasta tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Hari Guru lebih banyak diperingati di sekolah-sekolah dengan cara mengadakan berbagai acara dan kegiatan sebagai bentuk penghargaan dan rasa terima kasih terhadap guru di Indonesia.
Tentu ada sebuah harapan besar di hari ulang tahun guru ini. Harapan besar itu adalah bersatunya para pendidik dalam satu wadah organisasi yang bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Suka atau tidak suka PGRI adalah salah satu organisasi pendidik terbesar yang diakui pemerintah, dan hari kelahiran PGRI kita peringati sebagai hari guru.
Mudah-mudahan para guru selalu mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. “Tidak ada guru, tidak ada pendidikan, tidak ada pendidikan mustahil ada proses pembangunan”. Hanya dengan sentuhan guru yang profesional, bermartabat, dan ditauladani, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu. Ada sebuah kalimat hikmah, “man yazra’ wa huwa yahsud”, artinya siapa yang menanam, dialah yang akan memanen. Jika kita menginginkan kebaikan bagi diri kita, maka mulailah dari diri kita untuk menebarkan kebaikan kepada orang lain. Dalam makna lain siapa yang menanam padi, dia akan memanen padi pula. Bahkan rumput pun akan tumbuh disekitar padi itu. Namun, siapa yang menanam rumput, jangan harap ada padi yang bisa tumbuh.
Oleh karena itu guru harus meningkat-kan customer service bagi anak didiknya. Karena jasa-jasa guru akan terpatri dan guru akan selalu hidup dalam setiap kenangan dan langkah kehidupan anak didiknya, sebagaimana sering dilantunkan peserta didik dalam lagu Hymne Guru.
Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Selamat Hari Guru Nasional dan Sukses untuk kita semua.
(ganesha/nt/)