Kamis, 16 Februari 2012

Kelola Gaji, Kurangi Hutang

Menyoal Keuangan Keluarga Guru
Berbicara masalah gaji, seperti bicara masalah aurat. Memalukan bagi sebagian orang, namun membanggakan bagi yang lain. Semuanya tergantung persepsi masing-masing. Dan tentu saja kondisi riil Anda.
……………………………..
Bagaimana dengan masalah jumlah gaji PNS, terutama guru? Akhir-akhir ini gaji PNS guru sering menimbulkan kecemburuan sosial. Seorang tetangga yang biasanya tidak pernah ngurusin urusan tetangga sampai tergoda untuk bertanya, “Katanya gaji guru sekarang besar, ya?”
Lima atau sepuluh tahun yang lalu, profesi guru hanya menjadi cita-cita bagi sebagian kecil orang. Sekarang, tiba-tiba banyak orang ingin menjadi guru. Tentu saja ini kabar yang bagus sekali bila diimbangi dengan semangat guru, dan tentu saja pemerintah untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Karena kian bertambahnya gaji guru PNS, kini banyak orang tergelitik untuk mengung-kap rahasia gaji seorang guru PNS. Mereka ingin tahu rahasia dompet abdi negara yang satu ini. Lalu sebenarnya, berapa sih, gaji seorang guru PNS di Indonesia?
Pada tahun 1997, gaji pokok guru (pendidikan S1) dengan status Calon PNS bujangan (tidak ada tanggungan), golongan III/a masa kerja 0 tahun 0 bulan adalah Rp 120.160,- dengan tunjangan fungsional guru sebesar Rp 45.000. Pada tahun 1998, status PNS golongan III/a masa kerja 1 tahun 2 bulan mendapatkan gaji pokok Rp 241.800 dengan tunjangan fungsional guru Rp 55.000,-
Pada tahun 2000, status PNS golongan III/b masa kerja 3 tahun 2 bulan memperoleh gaji pokok Rp. 264.100,- dengan tunjangan fungsional guru masih Rp 55.000. Lalu pada tahun 2003 melonjak, status PNS golongan III/c masa kerja 6 tahun 2 bulan memperoleh gaji pokok Rp 1.051.400. Kemudian pada tahun 2006 status PNS golongan III/d masa kerja 9 tahun 8 bulan memperoleh gaji pokok Rp 1.288.600,- dengan tunjangan fungsional guru Rp.327.00,-
Pada tahun 2009 status PNS golongan IV/a masa kerja 12 tahun 8 bulan memperoleh gaji pokok sebesar Rp 2.260.400,- dengan tunjangan fungsional guru sebesar Rp 389.000. Nah, mulai tahun 2007, pemerintah membuat kebijakan untuk memberikan tunjangan profesi sebesar 1 kali gaji pokok bagi yang sudah tersertifikasi. Artinya khusus yang sudah lulus sertifikasi, pendapatannya naik 100%!
Kita bisa membaca perjalanan sang gaji dari tahun ke tahun, dan kita juga bisa menghitung kekayaan seorang guru PNS. Apabila seorang guru PNS mempunyai istri PNS juga, maka penghasilan mereka akan semakin besar karena selain mendapatkan gaji dobel (istri dan suami) masih ditambah dengan tunjangan istri 10% dan anak 2% dari gaji pokok.

Terus Berhutang?
Apakah gaji sebesar itu cukup, kurang, atau bahkan lebih? Masalah cukup atau kurang, sebenarnya tergantung pola hidup dan manajemen masing-masing keluarga, karena semua kekuasaan keuangan itu tergantung pada masing-masing. Masalah uang adalah bagaimana kita mengelolanya, dan semuanya ada pada pilihan masing-masing.
Namun dengan gaji sebesar itu, haruskah PNS berhutang? Atau justru harusnya mereka segera mengikis habis hutang-hutangnya selama ini?
Ada yang bilang seseorang punya hutang itu hal yang wajar. Manusia yang punya hutang, maka hidupnya akan tambah asyik dalam arti positif. Kalau mempunyai hutang, hidup terasa ada tantangan. Minimal lebih giat bekerja untuk membayar hutang.
Malah konon, sungguh aneh jika seorang PNS tidak menggadaikan gaji di bank, itulah anggapan banyak orang. Ada sebagian orang yang tidak menggadaikan SK di bank karena punya usaha lain sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak perlu berhutang. Ada sebagian yang memang pendapatan keluarga hanya dari pekerjaannya sebagai PNS, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya merasa “perlu” untuk berhutang. Akibat banyak yang menganggap, dari sekian banyak kelompok pegawai, kelompok pegawai guru PNS-lah yang paling “kacau” dalam mengelola keuangannnya.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk men-diskreditkan guru PNS yang “suka” berhu-tang, tapi lebih kepada sharing pengala-man. Dalam Islam kita coba memaknai salah satu hadits nabi yang berbunyi:
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, yang artinya: “Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung karena hutangnya, sampai ia dibayarkan.” (HR: at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Seorang PNS dengan suami PNS yang berusaha hidup bersahaja dengan gaji yang didapat, dan mencoba untuk tidak terlalu melihat ke atas, tapi tidak juga selalu melihat ke bawah. Dan salah satu hadits di atas sebenarnya dapat kita pegang untuk tetap istiqomah dengan apa yang kita yakini.
Menurut Islam, hutang itu sungguh berat tanggung jawabnya, dan bisa merisaukan hati terlebih bila itu dilakukan bukan berdasarkan kebutuhan. Namun bila sudah berhutang, kata Rasululloh, membayar hutang itu ibadah.
Kalau orang hutang karena tidak punya beras untuk makan, itu bisa dimaklumi. Tapi kalau hutang untuk beli rumah bagus yang mahal, padahal sudah punya rumah, atau beli mobil tanpa jelas untuk apa terus-menerus naik mobil, dan beli barang-barang mewah, itu tidak termasuk dalam kriteria perlu berhutang. Bukankah nabi mengajarkan kita untuk hidup sederhana?
Zaman sekarang kehidupan cenderung materialistik. Kemajuan seolah diukur karena keberadaan wujud benda berupa kekayaan materi. Sandang, papan, bahkan pangan bisa dinilai dan mencerminkan tingkat ekonomi sebuah keluarga. Orang makin giat mengejar kekayaan dunia demi ‘kenikmatan’ hidup di dunia pula. Banyak yang tergoda mengejar kemudahan dan kenyamanan , bahkan gengsi hidup. Kalaupun tak mampu dalam waktu singkat, jurusnya berhutang bin kreditan. Kini, pilihannya tinggal pada Anda juga.

Bersyukur
Syukur, itu yang ingin harus kita aplikasikan. Lalu kelolalah keuangan keluarga dengan baik dan cermat. Gaji harus membuat kondisi keuangan keluarga stabil. Pendapatan dan pengeluaran harus rasional. Dahulukan kebutuhan yang teramat penting dan hindari pengeluaran uang yang tidak perlu. Jangan besar pasak daripada tiang. Kalaupun hingga kini masih punya tanggungan hutang ke seseorang atau ke bank, segera lunasi dan mulailah ke roda ekonomi keluarga yang sudah sehat tanpa hutang di sana-sini.
Yang jelas, bahwa dengan mengelola yang Allah berikan kepada kita, dan merasa cukup dengan apa yang Dia berikan, kita bisa menjauhi hutang. Cukup dan kurang itu relatif. Kita bisa merasa cukup walaupun orang lain melihat kita kurang. Misalnya? Kita jalan kaki, bersyukurlah karena kita punya kaki yang sehat untuk berjalan. Ada orang lain yang kakinya patah, cacat, bahkan ada yang tidak punya kaki sejak lahir.Kita naik sepeda, bersyukurlah karena banyak orang hanya mampu jalan kaki. Kita punya motor, bersukurlah karena orang lain hanya mampu beli sepeda., dan seterusnya dan seterusnya. Tidak berarti kita harus selalu melihat ke bawah, sesekali juga kita boleh melihat ke atas untuk memacu kita agar lebih bergairah lagi untuk bekerja dan berkarya.
Jadi, seberapa besarpun harta yang kita punya, kalau kita selalu bersyukur, mudah-mudahan kita terhindar dari hutang. Malah dengan uang yang ada kita masih bisa bersedekah. Oke?
(agus ponda/mbkrt/ganesha)

Tidak ada komentar: