Jumat, 19 November 2010

Sekolah Harus Berani Melawan Oknum Wartawan


Pelatihan jurnalistik yang digelar PGRI Kabupaten Ciamis dan Tabloid Ganesha, Minggu (24/10), bukan hanya dapat memberikan pengenalan tugas dan kode etik jurnalistik, lebih dari itu, mereka juga dibuat lebih berani menghadapi para wartawan gadungan yang datang ke sekolah atau ke instusi pendidikan.
………………………………………….
Salah seorang peserta dari Panumbangan, Asep Herdis, mengaku sangat tertarik mengikuti pelatihan jurnalistik, bukan semata ingin bisa menulis berita atau karya jurnalis lainnya, namun yang lebih penting baginya, ia memperoleh penjelasan bagaimana seharusnya para insan pendidikan menghadapi wartawan.
“Setelah mengikuti pelatihan ini, saya jadi tahu, bahwa wartawan itu ada dua jenis, yakni yang baik dan yang tak benar. Kalau wartawan professional tentu sangat kita perlukan, kalau wartawan gadungan, kita harus melawannya.” Ujar Asep yang juga penilik olahraga di UPTD Panumbangan.
Menurut Asep, selama ini dari pengalaman dan pengamatannya, banyak kepala sekolah, guru dan insan pendidikan yang sering dibuat susah oleh ulah para wartawan gadungan.
“Para oknum wartawan sering datang dan mengancam. Mereka seperti tim, menakut-nakuti. Menyudutkan dengan pemberitaan miring. Karena kurangnya pengetahuan tentang kewartawanannya, kami sering ‘kalah” atau dirugikan.” Ujar Asep.
Sementara itu narasumber dari PWI Ciamis, Subagja Hamara juga membenarkan ulah oknum wartawan yang terus ‘mengobok-obok’ dunia pendidikan terutama di daerah.
“Wartawan itu profesi yang baik. Yang tak benar itu adalah oknum wartawan dengan prilakunya yang menyimpang dari kode etik jurnalistk dan undang-undang pers,” kata Bagja.
Itu sebabnya, himbau Bagja guru atau kepala sekolah tak perlu takut dengan wartawan gadungan.
Bagja mencontohkan, wartawan gadungan sering mengintimidasi dengan niat pemberitaan yang negatif, padahal mereka belum tentu menulisnya. “Pertama mereka tak bisa menulis, kedua. Kedua kalaupun diberitakan, korannya takan beredar ke masyarakat karena hanya beberapa buah. Dan itu pun hanya dipegang oknum wartawan. Jadi takan jadi opini masyarakat.” Ujar Bagja.
Jelas Bagja, Undang-Undang Pers bukan hanya mengatur tentang kerja jurnalis, tapi juga memberi perlindungan pada masyarakat, bagaimana menghadapi wartawan yang tak professional.
“Kalaupun ada pemberitaan yang tak benar, masyarakat ada hak jawab. Jangan komplain ke wartawannya, langsung saja ke kantor medianya. Justru itu lebih baik dan membuat media massa akan sangat hati-hati memuat pemberitaan.” Saran Bagja yang didampingi M.Haris dari Koran Kabar Priangan.
Saran untuk lebih berani menghadapi wartawa gadungan juga dikemukan Pemred Ganesha Agus Ponda. Menurut Agus, bila seseorang merasa tak bersalah atau tidak sedang bermasalah, maka tak perlu takut menghadapi wartawan. Apalagi wartawan uka-uka.
“Kalau si oknum mengancam dengan pemberitaan negatif, silahkan saja. Nanti minta saja bukti beritanya. Kalau tak benar tinggal lawan dengan sanggahan langsung ke redaksi media tersebut.” Kata Agus.
Saran untuk tidak takut menghadapi wartawan juga disampaikan Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Drs. H. Nana Ruhena,MM.
“Bila ada wartawan guru atau kepala sekolah jangan malah sembunyi. Bila merasa benar, hadapi saja,” kata Nana saat memberikan materi keterkaitan kebijakan Dinas Pendidian dengan Pers.
Nana menghimbau agar insan pendidikan tidak buta tentang jurnalistik atau kewartawan. “Coba pelajari undang-undang pers. Di situ jelas ada aturan tentang pers. Dan tentu sangat baik juga bila ikut pelatihan jurnalistik,” kata Nana.
Terkait penyebaran informasi pendidikan ke media massa, Nana menghimbau pihak sekolah memberikan penjelasan yang sebenar-benarnya. Namun menurutnya, lebih baik kepala sekolah saja yang mengeluarkan statement ke pers.
“Sebaiknya kepala sekolah, atau yang sudah ditunjuk sebagai pemberi informasi oleh kepala sekolah. Jadi informasi yang diberikan kepada pers bisa dipertangungjawabkan dan merupakan penjelasan resmi dari pihak sekolah,” kata Nana.

(ganesha)

Tidak ada komentar: