Rabu, 05 Oktober 2011

Kemarau Tak Ganggu Aktivitas Sekolah

Yang Penting Jaga Keseimbangan Alam
Musim kemarau yang melanda daerah Kabupaten Ciamis sejak beberapa bulan lalu dirasa menyulitkan warga masyarakat untuk mendapatkan air yang cukup dan bersih. Di daerah dekat kota Ciamis, PDAM Ciamis malah sejak dua tiga bulan lalu tidak mampu mengalirkan air ke sejumlah wilayah sehingga ribuan pelanggan di-”fuso”-kan tagihan airnya. Kalau pun di kota Ciamis air PDAM masih mengalir, itupun harus digilir. Kondisi ini cukup menguras emosi warga yang butuh air untuk kelancaran kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana dengan sekolah? Apakah musim kering mengganggu aktivitas di dunia pendidikan?
……………………………………
Hari itu, udara sekitar Desa Cibogo Kecamatan Padaherang Kabupaten Ciamis mulai terasa terik, padahal waktu masih menunjukkan sekitar jam 9 pagi. Di hadapan jurnalis Ganesha terhampar sawah yang kering kerontang. Nampak tunggul-tunggul jerami menghiasi sawah-sawah yang sudah beberapa bulan terakhir tidak menerima cucuran air hujan. Walaupun ada turun hujan namun hanya sebatas membasahi permukaan saja, tidak meresap membasahi akar. Saluran irigasi yang melintang kaku di antara sawah-sawah pun nampak kering kerontang. Di latar belakang hamparan sawah sebelah timur jalan desa, yang menghubungkan jalan raya Padaherang dengan desa-desa di Kecamatan Mangunjaya, nampak dua bangunan di komplek sekolah SDN 1 Cibogo. Sedangkan anak-anak SD beserta TK asik bermain mengisi waktu istirahat mereka. Halaman sekolah pun terlihat kering dengan rumput-rumput yang diantaranya sudah berwarna kuning kecoklatan.
Baru tersadar, nampaknya banyak yang tidak tertarik bagaimana musim kemarau berkorelasi dengan kegiatan dunia pendidikan khususnya aktivitas sekolah. Terlebih pada saat bersamaan pemerintah sedang mengkampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah. Apakah program itu terkendala oleh musim kemarau?
Setelah diterima oleh para guru pimpinan Kepala Sekolah Wawan Waryono, diketahui bahwa program PHBS di sekolah yang memiliki 6 ruang kelas dengan jumlah murid 123 orang tidak terganggu.
“Alhamdulillah di sekolah kami program PHBS tidak terganggu, meski kemarau, “ ujar Wawan.

Punya Sumur Bor
Menurut Dede Heryadi, salah seorang guru di sekolah tersebut, dari total 10 orang guru di SDN 1 Cibogo, walaupun musim kemarau panjang sekolahnya tidak pernah kekurangan air.
“Kami memiliki dua buah sumur, yaitu sumur gali dan sumur bor. Untuk sumur gali saat ini memang sudah kering sekali tetapi sumur bor masih berfungsi baik”, jelasnya.
Bahkan di daerah sekitar sekolah, menurutnya, sumber airnya masih cukup bagus. Di setiap rumah warga masih tersedia air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Sekolah tersebut sebenarnya memiliki empat buah WC. Tetapi dua buah yang terletak di salah satu ujung bangunan sekolah, rusak parah sehingga tidak dapat difungsikan. WC yang rusak ini berhadapan langsung dengan sumur gali yang kering. Beruntung ada dua WC di salah satu ujung bangunan sekolah yang lain yang masih berfungsi. Satu WC diperuntukkan bagi guru dan satu lagi untuk para murid. Baik untuk murid TK PGRI Paringgawangsa maupun SDN 1 Cibogo.
Memang salah satu kelas di sekolah tersebut difungsikan sebagai TK PGRI Paringgawangsa. Namun pemakaian kelas ini oleh TK, menurut Dede, tidak sampai mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Kantor UPTD Pendidikan Padaherang.
Ganesha yang menyempatkan diri melihat-lihat WC tersebut, mendapati air dari sumur bor mengalir deras dengan warna jernih. Tidak ada tanda-tanda terganggu musim kemarau.
“Kebetulan juga sekolah kami dekat dengan saluran irigasi Citanduy sehingga mungkin ada resapan dari saluran tersebut”, ujar Dede.
Mengenai program PHBS, Dede menjelaskan, sekolahnya selama ini telah mendapat beberapa kali penyuluhan. Baik dari Puskesmas maupun mahasiswa yang KKN di Desa Cibogo.
“Pada bulan Juni dan Juli lalu kami telah mendapat penyuluhan tentang sanitasi dan kesehatan gigi dari mahasiswa UNPAD yang KKN”, pungkas salah seorang guru. Ternyata kemarau yang saat ini baru berlangsung sekitar 2 bulan belum sampai mengganggu aktifitas para siswa di daerah sekitar Desa Cibogo Padaherang, khususnya terkait program PHBS.

Di Daerah Lain
Walaupun di beberapa wilayah banyak sawah dan kolam kekeringan secara umum di Kabupaten Ciamis, musim kemarau tidak terlalu parah dampaknya bagi masyarakat. Ini bila dibandingkan dengan daerah lain. Misanya di Cimahi.
Kekeringan yang melanda di sejumlah wilayah tersebut akibat kemarau terus meluas. Bahkan ratusan warga di Cibabat kota Cimahi, harus berjuang mengantri sejak pagi hingga malam hari hanya untuk mendapatkan jatah 5 ember air yang bersumber dari jetpam bantuan pemerintah setempat. Sulitnya air juga dirasakan warga di Majalengka, Jawa Barat. Sejak 4 bulan, warga disini harus antri air bersih yang dipasok PDAM. Pihak perusahaan air minum daerah (PDAM) Tirta Raharja Cimahi memastikan debit air hingga saat ini dalam kondisi kritis.
Di pulau Sulawesi setiap tahun, ketika musim kemarau tiba, warga Kabupaten Maros yang bermukim di Kecamatan Bontoa dan sekitarnya mengalami krisis air. Daerah yang berpenduduk sekitar 10.000 kepala keluarga (KK) itu kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan minum dan mencuci.
Tidak jauh dari tempat itu, anak-anak terpaksa menggunakan air laut untuk mandi., sebelum mereka ke sekolah.
“Kemarau ini menyebabkan sumur, rawa, dan sungai mengering, sehingga kami kesulitan mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Unding, salah seorang warga Desa Pajjukukang, Kecamatan Maros Utara, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Setiap harinya di musim kemarau, mereka harus mencari air bersih hingga ke dalam goa, perjalan tersebut harus di tempuh dengan berkilometer jauhnya. Hal ini dilakukan tiap hari demi memenuhi kebutuhan akan air bersih.

Pentingnya Menjaga Keseimbangan Lingkungan
Musim kemarau sebenarnya hal yang biasa di daerah tropis. Pilihannya, di daerah ini bila tidak musim kemarau ya, musim hujan. Namun bila kemarau akhir-akhir ini berarti petaka, (sulit air alias kekeringan), maka ada yang tidak beres dalam hal hubungan manusia dengan lingkungan hidup dan alam di sekitarnya.
Kekeringan sebagai akibat berkurangnya pasokan air dari sumber mata air, sungai dan danau/waduk, terjadi diyakini karena penggerusan bukit-bukit, atau gunung. Bukit dan tanah sekitar pemukiman kian hari kian langka ditumbuhi pohon-pohon. Air pun sulit tersimpan di dalam tanah, maka mata air kian berkurang dan hilang. Pembabatan hutan, kian banyaknya atau bahkan populasi manusia yang over mengakibatkan tumbuhnya pemukiman yang menghancurkan lahan hijau.
Dalam kondisi ini adalah penting pihak sekolah terus menanamkan pentingnya pendidikan lingkungan hidup pada para siswanya. Tidak semata di sekolah yang berpredikat Adiwiyata atau sekolah yang punya program sekolah berbudaya lingkungan.
Di Ciamis sekolah yang terus peduli pada program pendidikan lingkungan hidup misalnya SMPN 2 Ciamis dan SMPN 7 Ciamis. Bila di SMPN 2 Ciamis sukses menjaga keseimbangan lingkungan sekolah, menata, mengolah limbah dan mendidik arti penting lingkungan hidup sehingga meraih penghargaaan Adiwiyata Nasional, baru-baru ini pun di SMPN 7 Ciamis ada persemaian 100.000 pohon yang ditanam guru, siswa dan warga sekitar. Bila ini terus diprogramkan dan diikuti seluruh sekolah, maka ke depan bukan hanya lingkungan sekolah yang hijau dan sehat, lingkungan alam di mana masyarakat tinggal pun akan terhindar dari kekeringan ketika musim kemarau tiba. (Arief/Agus Ponda/Ganesha)

Tidak ada komentar: