Selasa, 05 Juli 2011

Guru Terus Mengajar, Tapi Malas Belajar!?

“Belajar lagi yang rajin ya…., supaya nilainya bagus.” Kalimat itu paling sering diucapkan seorang guru kepada muridnya. Ketika nilai ulangan anak didik jelek, atau terlihat motivasi belajarnya menurun, tak ada kata yang tepat, selain berujar seperti itu. Tapi pernahkah, kita kepikiran, suatu saat anak didik balik bicara,”Ibu, belajar lagi dong, biar ngajarnya oke!”
...................................................
Anda boleh tersenyum, atau mungkin ada sedikit kesal di hati, ketika murid menasehati gurunya supaya mau belajar lagi. Kata-kata polos dari seorang murid, jujur bermaksud baik, ibaratnya tamparan, namun mendarat amat dalam dan halus di lubuk seorang pendidik. Benarkah ia juga harus terus belajar?
Ada beberapa kemungkinan anak didik berani ‘menyuruh” gurunya belajar lagi. Pertama, guru ternyata tak mampu menguasai materi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. Siswa cerdas dan kritis, langsung menangkap sinyal: anda mengajar ‘mulai ngaco’ tak jelas apa yang diajarkan atau malah membingungkan mereka. Kedua , anda menguasai materi ajar, tapi cara mengajar anda tidak pas, tidak menarik, monoton, nggak ‘keren”, intinya siswa sulit ‘terkoneksi’ pada maksud yang ingin anda sampaikan pada murid.
Dua-duanya gejala itu, menunjukkan ada yang ‘truble’ pada diri anda sebagai seorang pendidik. Intinya, ternyata guru pun harus terus belajar. Tak cukup merasa paling berkuasa untuk menasehati orang lain (murid) agar mau belajar, sementara dirinya justru malas belajar.
Seorang teman penulis pernah berkata, guru jaman sekarang cenderung terlena di dalam dirinya yang mogok untuk belajar lagi. Alasannya, sepintar-pintarnya murid, pasti tak bisa mengalahkan kepintaran gurunya, terutama tentang materi yang diajarkan saat itu.
“Ini keliru dan guru malah tak berpikir cerdas. Sekarang jamannya beda, lho. Dalam sejam saja anak bisa 10 kali lipat mendapatkan pengetahuan baru tentang sebuah materi/pengetahuan, sebaliknya guru statis dari hal-hal baru dan luas di sekitarnya.” Kata teman itu.
Untuk urusan belajar lagi, guru pun tak perlu egois dengan berlindung di balik senioritas atau prestasi belajar yang pernah dicapainya saat kuliah.
“ Jangan bilang karena sudah mengabdi sekian tahun maka sudah pengalaman dalam mengajar. Atau karena materi yang disampaikan itu-itu saja sehingga seorang guru sudah dipandang begitu kompeten sehingga tidak mau untuk belajar lagi.” Kembali ujar teman itu.

Makna Belajar ‘Lagi” bagi Guru
Murid, siswa atau pelajar, tugasnya belajar.Guru adalah pengajar, tugasnya mengajar. Namun sesungguhnya dunia guru juga adalah dunia belajar. Harus diingat, proses mendampingi peserta didik adalah proses belajar. Karena sekolah merupakan medan belajar, baik guru maupun peserta didik terpanggil untuk belajar. Guru terpanggil untuk bersedia belajar bagaimana mendampingi atau mengajar dengan baik dan menyenangkan, peserta didik terpanggil untuk menemukan cara belajar yang tepat.
Guru-guru yang dicari para siswanya jaman sekarang adalah guru-guru yang tanggap pada perkembangan zaman dan keilmuan yang diajarnya. Peka pada isu sosial dan lingkungan namun punya prinsip yang kokoh sehingga tegar dalam toleransi terhadap perbedaan.
Singkatnya amat jelas, guru harus mutakhir dalam keilmuan.
Banyak guru yang malas belajar, karena alasan tak punya waktu, sibuk, lelah dan merasa tak perlu nambah ilmu. Padahal cara belajar bagi seorang guru sangat beragam dan tidak sulit seperti bayangannya. Ada cara, ada startegi, dan banyak tips yang bisa dijalankan.
Seorang guru ketika berproses untuk belajar lagi pun tak perlu demonstratif. Sebab belajar bukan ‘riya’. Setiap saat bisa belajar, setiap waktu dapat menambah ilmu. Setiap kejadian adalah pelajaran.
Belajar-nya guru mensyaratkan beberapa hal penting, misalnya: Jangan gengsi! Di sekitar guru setiap hari ada anak-anak bangsa. Murid adalah salah satu sumber ilmu yang penting. Jika mereka mengoreksi kita, sebagai yang dewasa, kita harus mampu untuk melihat pesannya terlebih dahulu ketimbang cara mereka dalam menyampaikan pesan. Sekalipun caranya tak sopan, terimalah saran perbaikan yang datang walau bentuknya melukai hati.
Murid-murid yang berani, cerdas, kritis adalah ladang belajar buat guru. Setiap hari guru bersama mereka. Selalu belajar dapat benar-benar berarti setiap hari belajar. Ya belajar seperti anak muridnya. Mendalami kembali teori, melatih cara penyampaian, mengerjakan soal-soal, memeriksa kembali dari berbagai sumber yang fasih, dan menyiapkan bahan ajar dengan kata-kata paling sederhana dan alat dukung yang paling optimal.

Selalu belajar juga berarti pikiran serta hati yang terbuka: waspada terhadap kesalahan diri dan mau menerima hal-hal baru (walau tidak harus selalu setuju). Bersedia menerima kritik dan mau serta mampu mengevaluasi diri untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik setiap hari.

Alasan Nambah Ilmu Lagi
Dr. Mochtar Buchori, seorang pengamat pendidikan mengemukakan, banyak guru memiliki kewenangan formal sebagai guru profesional, akan tetapi mereka tidak memiliki kemampuan nyata untuk mendemonstrasikan profesionalismenya.
Mochtar mengatakan bahwa kesalahan konsep penguasaan ilmu pengetahuan yang harus dimiliki seorang guru perlu dikoreksi. Ketika perkembangan ilmu masih lamban, seorang guru dapat dianggap telah menguasai suatu bidang ilmu bila menyelesaikan pekerjaanya.. Akan tetapi untuk saat ini, setelah terjadi ledakan ilmu pengetahuan, seseorang hanya dapat dikatakan menguasai bidang pengetahuan bila ia dapat terus-menerus belajar tanpa bantuan orang lain. “Kemampuan ini tidak tumbuh dengan sendirinya tetapi harus dipupuk secara sistematis.” Kata Mochtar.
“Jika guru malas belajar, apa jadinya jika putra bangsa diajarkan ilmu yang ‘sudah basi’ karena –misalnya- ternyata sudah dibatalkan oleh penemuan/konsensus terbaru.” Kata seorang teman lagi.
Jaman ‘saiki’ bagi guru –guru terbaik, nambah ilmu sangat penting. Menbambah ilmu menjadi hal yang mendesak, trend, tuntutan dan kebutuhan untuk maju. Kemampuan eksplorasi dan pengembangan ilmu sangat penting untuk dapat memajukan sikap, pengetahuan dan keterampilan anak-anak negeri ini.
Ada beberapa alasan mengapa guru harus mau belajar lagi. Pertama, soal kurikulum. Kurikulum yang sering berubah. Kurikulum dibuat untuk memberikan batasan materi yang akan disampaiakan di KBM suatu sekolah. Kurikulum biasanya mengacu kondisi dan situasi sekarang ini dan memang sebisa mungkin sifatnya harus bisa menyesuaikan keadaan jaman sehingga nantinya bisa diterapkan di kehidupan nyata kelak oleh siswanya. Seorang Guru kalau tidak bisa menyesuaikan cara mengajarnya sesuai kurikulum yang dibuat oleh sekolah maka tidak menutup kemungkinan siswanya juga tidak bisa menyesuaikan keadaan jaman sekarang ini.
Kedua, soal strategi pembelajaran. Seorang Guru dituntut kreatif untuk bisa menyampaikan materi dalam berbagai penyampaian. Maka dari itu harus dibutuhkan strategi yang jitu supaya meteri itu bisa nyampai ke siswa. Karena kondisi kelas yang satu dengan yang lainnya pastilah berbeda karakteristiknya. Jadi jika seorang Guru tidak peka akan hal itu maka tidaklah mustahil mendapatkan hasil yang tidak maksimal dalam penyampaian materinya di kelas.
Ketiga soal penguasaan kelas. Materi akan lebih cepat nyampai ke siswa ketika KBM di kelas berjalan sesuai dengan RPP yang dibuat oleh masing-masing Guru. RPP akan berjalan normal manakala seorang guru bisa menguasai kelas saat KBM berlangsung. Misal saat guru sedang mengajar kelas ramai tak terkendali atau ada beberapa siswa yang keluar masuk ke belakang tapi tidak ditegur sehingga kondisi kelas tidak kondusif untuk KBM. Padahal penguasaan materinya bagus dan tertata dengan rapi. Terkadang ini juga dilupakan oleh seorang Guru pada saat mengajar.
Keempat, mudah berbagi (Sharring) dengan siswa. Siswa sekarang beda dengan siswa jaman dulu, dimana siswa sekarang lebih peka dan kritis dengan kondisi yang ada di sekitar mereka. Semisal ada seorang guru yang hanya membaca buku dalam menyampaikan di depan kelas mereka akan berkata “ wah gurunya saja baru membaca materi, gimana saya bisa…?” Aatau gurunya hanya menyuruh sekretaris kelas menulis di papan tulis pastilah para siswa memandang guru tersebut kurang kompeten. Maka dari itu guru dituntut bisa share ilmu, karena tidak menuntut kemungkinan siswa lebih tau informasi materi seiring dengan kemajuan TIK yang bisa diakses oleh siswa sekarang ini. Guru sekarang janganlah merasa paling pinter dihadapan siswanya.
Kelima, soal model pembelajaran. Diakui atau tidak, metode mengajar dengan hanya mengandalkan papan tulis (konvensional) adalah metode kuno yang sudah tidak jamannya lagi. Guru harus mahir membuat presentasi untuk disampaiakan dengan menggunakan LCD, harus bisa mengoperasikan Aplikasi powerpoint, dan aplikasi lainnya. Intinya seorang guru seharusnya bisa mengoperasikan komputer untuk kebutuhan mengajarnya. Oleh karena itu Bukan buku lagi yang ditenteng masuk ke kelas, tetapi Laptop yang ditenteng ke kelas yang didalamnya sudah terisi perangkat pembelajaran untuk siswanya.
Keenam, soal teknologi internet. Ketinggalan jaman rasanya jika seorang guru tidak tahu teknologi internet sekarang ini. Begitu banyak ilmu yang dapat diakses oleh setiap orang (tidak menutup kemugkinan siswa), dan banyaknya jejaring sosial yang bisa digunakan untuk share dengan orang lain (tidak menuntut kemungkinan siswa) sehingga siswa dapat tahu dulu sebelum materi disampaiakn gurunya. Oleh karena itu kalau seorang guru tidak bisa mengakses ilmu-ilmu dari luar (internet) bisa saja kalah informasinya dengan siswanya sendiri.

Jangan Berhenti jadi Guru
Menambah ilmu ibaratnya menambah napas kehidupaan.Jangan sampai guru kehabisan ‘napas’ karena tak ada lagi pasokan ilmu pada dirinya. Soal ilmu, guru tak baik bersikap statis, tertutup, pasif, egois, dan sombong.
Dunia guru adalah dunia baca tulis, dunianya membaca dan dunia-nya menulis. Guru idealnya rajin, membaca, rajin menulis. Membaca dan menulis apa saja, lebih-lebih yang ada kaitannya dengan tugasnya. Guru dipaksa lewat aturan wajib membuat karya tulis untuk naik pangkat pun sepertinya kelabakan. Kalau mempanpun sepertinya terpaksa. Tak terbiasa menulis, tak terbiasa membaca.
Singkatnya, banyak cara yang bisa dilakukan guru untuk belajar, seperti setiap hari guru belajar dari praktik pembelajaran yang dilakukannya. Setiap hari guru belajar melalui interaksi dengan guru lain. Guru pun bisa belajar melalui ahli/konsultan, Guru dapat sedikit berkorban untuk belajar melalui pendidikan lanjutan dan pendalaman dan guru pun dapat belajar melalui cara yang terpisah dari tugas profesionalnya.
Sekali lagi, adalah penting belajar lagi bagi seorang guru sekalipun ia mengaku sudah berpengalaman dalam mengajar. Guru tak boleh berhenti belajar dengan alasan apapun juga. Saat ia berhenti belajar, saat itu pulalah ia sebaiknya berhenti menjadi guru.
(apon/ganesha)

Tidak ada komentar: