Minggu, 04 November 2012

Jangan Sembarangan Menghapus Pelajaran Bahasa Inggris


Rencana Kemendikbud menghapus pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar pada tahun  ajaran 2013/2014, menimbulkan kekhawatiran banyak guru Bahasa Inggris SD.
.............................................
Hal tersebut diungkapkan Dadang M. Rochlik, salah seorang guru SMP di Kabupaten Ciamis.
"Banyak guru yang mengadu ke saya soal rencana itu (penghapusan). Saya sendiri memang sudah pernah mendengar berita itu. Banyak guru SD yang terkejut," kata Dadang. 
Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim mengatakan, mata pelajaran ini ditiadakan untuk siswa SD karena untuk memberi waktu kepada para siswa dalam memperkuat kemampuan Bahasa Indonesia sebelum mempelajari bahasa asing.
Ia menegaskan bahwa aturan ini harus diikuti oleh semua sekolah. Namun, jika ada sekolah yang menjadi-kan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai mata pelaja-ran tambahan, itu merupa-kan persoalan lain dan akan dipertimbangkan lagi.
"Sekolah harus ikuti ini, kalau dijadikan tambahan itu persoalan lain. Akan tetapi, untuk sekolah negeri, jelas tidak boleh," ujar Musliar.


Perhatikan Dampaknya
Dadang mengingatkan, bahwa penghapusan Bahasa Inggris di SD tak boleh sembarangan.
"Persoalanannya tak segampang itu. Pemerintah pusat harus paham kondisi sebenarnya di daerah," kata lelaki yang akrab dengan panggilan Dang’Q ini.
Lanjutnya, di daerah banyak pelajaran Bahasa Inggris SD yang diberikan guru-guru sukwan, bahkan guru yang sudah bersertifikasi pun  mengajarkannya.
"Perhatikan itu, mereka misalnya para sukwan, sudah lama mengabdi salah satunya memberi pelajaran Bahasa Inggris, juga guru bersertifikasi." kata Dadang. “Mereka akan kehilangan jam ngajar,” sambungnya.
Dadang menghimbau sebaiknya rencana itu ditinjau ulang sebelum pusat memahami permasalahan di daerah.
”Efek dominonya akan besar. Mereka berharap, pejabat daerah memahami kekhawatiran itu dan memberi masukan ke pusat agar ada solusi terbaik jika itu terjadi,” pesan Dadang.

Tak Setuju
Reaksi ketidaksetujuan kepada pendapat Wamendikbud Musliar Kasim, bahwa mata pelajaran Bahasa Inggris ditiadakan untuk siswa SD untuk memberi waktu kepada para siswa dalam memperkuat kemampuan bahasa Indonesia sebelum mempelajari bahasa asing, juga datang dari daerah lain.
Dari Rengasdengklok Selatan, Jabar, Kepala SDN Rengasdengklok Selatan III, Mokh Khalimi, S.Pd., kepada Pasundan Ekspres mengatakan rencana penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris di kurikulum Sekolah Dasar (SD) kurang wajar dan perlu dipertimbangkan lagi. Pasalnya, dalam dunia serba modern, semua teknologi yang beredar dan semakin berkembang menggunakan bahasa Inggris.
“Bahasa Inggris yang saat ini menjadi bahasa dunia diperlukan siswa SD agar dapat mengetahui dasar-dasar bahasa tersebut,” ujar Mokh Khalimi.
Dikatakannya, memang benar ketika siswa mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris di bangku SD itu belum bisa menjadi suatu patokan bagi siswa tersebut. Sehingga banyak siswa yang memilih untuk kursus bahasa Inggris di luar jam pelajaran sekolah, namun semua itu belum tentu siswa yang ada di bangku SD mampu untuk kursus di luar jam sekolah.
"Ketika Kemendikbud ingin mengeluarkan keputusan tersebut, kami selaku pihak sekolah akan menjalankan keputusan tersebut. Hanya perlu dipertimbangkan lagi, karena untuk belajar bahasa Inggris jangan dilihat dari situasi atau failed project. Sebab tidak semuanya siswa yang ada di tingkat SD mampu mengikuti kursus.  Bagaimana dengan siswa yang keberadaan orang tuanya tidak mampu untuk membiayai anaknya?” ucapnya kepada Pasundan Ekspres.
Lanjut Khalimi, keberadaan pelajaran Bahasa Inggris yang ada di SD bukan membahas tentang Grammar, tapi hanya lebih mengutamakan pengalaman membaca atau kosakata dalam hal-hal dasar. Minimal ketika mendapatkan pengetahuan tersebut, ada kebiasaan yang terjadi saat berada di usia dini.
Seharusnya kata dia, sebelum diambil keputusan dilakukan penelitian. Jangan melihat dari kondisi sekolah dasar yang berada di pusat kota atau kecamatan-kecamatan yang berada di dalam perkotaan. Tapi harus dilihat bagaimana sekolah di pelosok desa.
"Khususnya di Jawa Barat saja, masih ada anak yang sekolahnya di pelosok desa. Baik itu di pinggir laut maupun di gunung. Sehingga jauh dari aktifitas yang ada di  kota. Jangkauan untuk menempuh ke kota pun memerlukan waktu yang banyak,” tuturnya.
Masih kata Khalimi, walaupun tidak lancar seperti yang didapatkan di tempat kursus, minimal dengan adanya pembekalan di sekolah dasar bisa memberikan nilai tambah.
“Saya rasa dengan adanya kursus itu bukan tanggung jawab sekolah tapi itu karena keinginan dari orang tua mereka sendiri. Kami berharap Bahasa Inggris yang saat ini sedang diajarkan di kalangan sekolah dasar tidak dihapus oleh Kemendikbud,” pungkasnya.

Uji Publik Dulu
Menanggapi rencana penghapusan pelajaran Bahasa Inggris di SD, Mendikbud Muhammad Nuh, mengaku hingga kini sebenarnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum menentukan sikap.
Rencana tersebut baru tahap wacana. Namun, Mohammad Nuh mengisyaratkan akan menghapusnya karena mata pelajaran Bahasa Inggris di SD belum bisa jadi patokan.
"Masih diskursus. Tapi kemungkinan untuk itu ada dan terbuka. Sebelum diputuskan mata pelajaran dan kurikulumnya, kami uji publik dulu. Karena hasil diskusi kan belum bisa dijadikan pegangan," kata Mohammad Nuh di kantornya, Kamis lalu.
(Agus Ponda/jps/ganesha)

Tidak ada komentar: