Selasa, 14 September 2010

Di Dunia Pendidikan Perempuan Masih “Belum Merdeka”















Guru Wanita Berprestasi. Herfen Suryati, (kanan) guru biologi SMA Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra (Vidatra) Bontang Kalimantan Timur. Ia masuk 100 Wanita Insfiratif 2010 Versi Majalah Kartini.

Gembar-gembor masalah gender, ternyata dalam dunia pendidikan, perempuan memiliki keterwakilan yang sangat kurang dalam banyak jabatan. Hal itu terkuak dalam acara Pelatihan MGMP Penjaskes SMP kabupaten Ciamis di Wisma Guru baru-baru ini.
Para narasumber yang terdiri dari Koordinator Pengawas Tauhid Maskur yang juga sebagai salah seorang narasumber, Kasi Olah raga Anwar dan Ketua Sanggar MGMP Penjaskes SMP Drs. Umar Saleh, serta Kabid PO, dan Pengawas Penjas SMP Lilis Irianti, S.Pd, menilai di Ciamis ditemukan kenyataan rendahnya keterwakilan perempuan dalam jabatan struktural dan fungsional.
Untuk guru yang menjadi kepala sekolah, hanya di tingkat Sekolah Dasar yang banyak kepala sekolah dari kaum hawa, sedangkan di tingkat SLTP hanya satu dua orang saja. Di tingkat SLTA tidak ada kepala sekolah perempuan.
Keterwakilan perempuan dalam jabatan fungsional sangat kurang seperti pengembang kurikulum, peneliti, atau profesor. Sementara itu di struktural belum pernah ada perempuan Ciamis menjadi kepal dinas kabupaten. Di samping itu untuk posisi startegis di lingkungan Disdik juga tak pernah terdengar ada pejabat wanita. Kecuali di UPTD Kecamatan pernah ada Kepala UPTD wanita.
Hal ini selain kurangnya pontensi, juga masih adanya pemahaman para pengelola dan pelaksana pendidikan yang masih kurang memahami pentingnya kesetaraan dan keadilan gender.
Kesetaraan gender adalah keadaan dimana kaum perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berperan berpartisipasi, mengakses, mengontrol, memperoleh manfaat dalam pembangunan, sehingga kesempatan untuk bekerja, belajar/pendidikan, berkarya, berkreasi, dan berkembang dapat dilakukan secara optimal. Sedangkan keadilan gender adalah keadaan dimana kaum perempuan dan laki-laki memperoleh perlakuan yang sama pada semua aspek kehidupan sosial masyarakat yang tidak menunjuk pada perbedaan fungsi biologisnya

Hamil Dipecat
Isu-isu kesetaraan dan keadilan gender di dunia pendidikan secara nasional malah lebih parah. Sederet masalah memasukan perempuan sebagai bagian ’kedua’ dibanding pria sebagai bagian ’utama”. Kaum perempuan lebih banyak menjadi pihak yang dikorbankan atau dikalahkan.
”Contohnya keputusan Kepala Sekolah mengeluarkan siswi yang hamil di luar ni-kah sedang siswa (laki-laki) yang meng-hamili tetap sekolah (tidak dikeluarkan dari sekolah).” kata seorang pembicara.
Terpinggirkannya kaum hawa juga nampak dalam bacaan dan ilustrasi gambar pada bahan ajar seperti Bahasa Jawa, PPKn ternyata masih menunjukan peran laki-laki dan perempuan yang tidak sama yakni publik dan domistik.
Selain terkuak juga bahwa saat ini masih terjadi gejala segragasi gender (gender segregation) dalam pemilihan jurusan atau program studi di SMU, SMK, Perguruan Tinggi. Di samping itu kelanjutan studi bagi anak, bila dana terbatas yang mendapat prioritas adalah anak laki-laki meskipun prestasinya lebih rendah dari anak perempuan.
Jumlah perempuan yang menyandang buta huruf dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki. Fakta pula tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. (arief/ap/ganesha)

Tidak ada komentar: