Ruang kelas bukan penjara kreativitas belajar, tetapi merupakan dapur kreativitas yang terus mengalirkan inspirasi dan pikiran-pikiran brilian, baik siswa maupun guru. Dari kelas pula proses mencetak para generasi bangsa yang handal dilakukan. Maka optimalisasi ruang tersebut adalah sebuah kewajiban khusus bagi pengajar.
........................................................
Pengelolaan kelas yang baik merupa-kan bagian terpenting dari kegiatan pembela-jaran seorang guru. Berdasar Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang kompetensi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru untuk kompetensi penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, disebutkan bah-wa guru harus melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan. Pelaksanaan pembelajaran di kelas yang dimaksudkan tersebut merupakan bagian dari pengelolaan kelas.
Pengelolaan kelas yang baik akan mencip-takan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Tujuan pembelajaran pun akan dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang ber-arti. Hanya sayangnya pengelolaan kelas yang baik tidak selamanya dapat dipertahan-kan dikarenakan kondisi ruang kelas yang tidak memberikan kenyamanan bagi siswa. Karena tanpa disadari bahwa ruang kelas memberikan pengaruh peserta didik yang luar biasa dalam kefektifan penyampaian materi.
Dengan pentingnya penataan ruang kelas bagi proses belajar mengajar, dibutuhkan pengembangan variasi baik dari segi penataan tempat duduk maupun perlengkapan yang menunjang dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam pengembangan variasi penataan tentu saja tidak boleh sembarangan, harus diperhitungkan secara matang baik karakteristik siswa maupun kondisi kelas. Dengan segala pengelolaan dan penataan kelas yang baik akan menimbulkan gairah belajar dan peserta didik tidak sukar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kelas bukanlah sekedar ruangan dengan segala isinya yang bersifat statis dan pasif, namun kelas juga merupakan sarana berinteraksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Ciri utama kelas adalah pada aktivitasnya untuk dapat menjalankan aktivitas atau kegiatan pembelajaran yang dinamis perlu adanya suatu aktivitas pengelolaan kelas baik dan terencana.
Lalu penataan dan pengelolaan kelas seperti apa yang baik?
Menurut Crane dan Fickes, dalam memikir-kan bagaimana cara mengorganisasikan ruang fisik kelas, maka guru harus bertanya kepada diri sendiri tipe aktivitas pengajaran apa yang akan diterima murid (seluruh kelas, kelompok kecil, tugas individual, dan lain-lain).
“Pilihlah penataan fisik paling mendukung aktivitas itu, ” kata Fickes.
Perhatikan Beberapa Hal
Itu sebabnya dalam pengaturan ruang bela-jar, perlu diperhatikan hal-hal seperti ukuran dan bentuk kelas, bentuk serta ukuran bangku dan bangku meja siswa, jumlah siswa dalam kelas, jumlah siswa dalam setiap kelompok, jumlah kelompok dalam kelas dan komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa pandai dengan siswa kurang pandai, pria dan wanita).
Pertama, ukuran dan bentuk kelas. Banyak guru yang telah mengetahui ukuran dan bentuk kelas yang ideal, namun tak jarang mereka dihadapkan pada kenyataan, sudah tersedianya kelas yang tak sesuai standar. Ukuran kelas ideal untuk SD misalnya adalah 7,50 x 7,20 = 162m2.
Kedua, pengaturan tempat duduk. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, tempat duduk yang sesuai dengan keadaan tubuh siswa akan sangat berpengaruh dalam kenyamaan penerimaan materi.
Perkembangan jaman yang semakin pesat menciptakan bermacam-macam bentuk dan ukuran tempat duduk dan sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Diperlukan pemilihan tempat duduk yang tepat dan dapat mengoptimalkan kenyamanan dalam KBM. Ada beberapa bentuk formasi tempat duduk yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Apabila pengajaran itu akan ditempuh denga cara berdiskusi, maka formasi tempat duduknya sebaiknya berbentuk melingkar. Jika pengajaran ditempuh dangan metode ceramah, maka tempat duduknya sebaiknya berderet memanjang ke belakang.
Sudirman N mengemukakan beberapa contoh formasi tempat duduk, yaitu posisi berhadapan, posisi setengah lingkaran, dan posisi berbaris ke belakang. Menurut Komsini, Dwi Sri Hartini, 1997, bahwa pengaturan tempat duduk hendakntnya dapat dan mudah di ubah sesuai dengan kebutuhannya. Dalam belajar tempat duduk sangatlah berpengaruh. Bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa, maka akan dapat belajar dengan tenang. Sebaiknya yang mempunyai porsi tubuh yang pendek, yang terganggu pendengarannya, dan terganggu penglihatannya ditempatkan di bagian depan sebaliknya siswa yang tinggi ditempatkan dibagian belakang.
Penataan tempat duduk dapat dilakukan ber-ubah-rubah bahkan bisa menuruti kehendak sis-wa sekalipun. Misalnya bentuk seating chart. Pe-nempatan murid dalam kelas dibuat suatu denah yang pada satu periode waktu tertentu dapat diubah sesuai tuntunan pembelajaran yang se-dang dikembangkan oleh guru, sehingga perkem-bangan dan pertumbuhan murid tidak terganggu.
Penataan tempat duduk yang didesain dalam chart dapat digambar sendiri oleh murid atau sekelompok murid secara bergilir, sehingga ke-terbatasan penataan tempat duduk secara tradi-sional ini dapat diminimalkan pengaruh buruknya. Penataan dan gambar desain dilaksanakan secara bergilir, sehingga setiap kelompok mempu menuangkan idenya dan mengembangkan iklim demokrasi di kelasnya, sehingga sikap menghargai pendapat orang lain dengan menghilangkan pandangan mereka sendiri.
Bentuk melingkar. Model duduk seperti ini dapat digunakan guru dalam pembelajaran diskusi kelompok, sehingga ada modifikasi untuk menghilangkan kejenuhan siswa. Bentuk tapal kuda. Model ini sesuai untuk melaksanakan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru atau ketua diskusi yang dipilih siswa. Diskusi kelas akan meningkatkan keberanian dibanding keberanian yang hanya muncul pada kelompok kecil.
Dalam gaya auditorium tradisional, semua murid duduk menghadap guru. Penataan ini membatasi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium sering kali dipakai ketika guru mengajar atau seseorang memberi presentasi ke kelas.
Model lainnya ada yang disebut gaya off-set, sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.Gangguan dalam gaya ini lebih sedikit ketimbang gaya tatap muka dan dapat efektif untuk kegiatan pembelajaran kooperatif. Gaya klaster (cluster), sejumlah murid (biasanya empat sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama efektif untuk aktivitas pembelajaran kolaboratif.
Susunan meja yang mengelompok akan mendorong interaksi sosial di antara murid. Sebaliknya, susunan menja yang berbentuk lajur akan mengurangi interaksi sosial di antara murid dan mengarahkan perhatian murid kepada guru. Menata meja dalam lajur-lajur dapat bermanfaat bagi murid ketika mereka harus mengerjakan tugas secara sendiri-sendiri, sedangkan meja yang dikelompokkan akan membantu proses belajar kooperatif. Di kelas di mana bangkunya ditata dalam lajur-lajur, guru lebih mungkin untuk berinteraksi dengan murid yang duduk di deret depandan tengah (Adams & Biddle, 1970).
Ketiga, pengaturan alat-alat pengajaran. Cara pengaturan peralatan dapat diatur meliputi perpustakaan Kelas, ini untuk sekolah yang maju di mana perpustakaan ada di setiap kelas. Pengaturannya hendaknya bersama-sama siswa. Kemudian alat-alat peraga media pengajaran. Alat peraga atau media pengajaran semestinya diletakkan di kelas agar memudahkan dalam penggunaannya. Pengaturannya pun bisa bersama-sama siswa.
Berikutnya papan tulis, kapur tulis, dan lain-lain. Ukurannya disesuiakan, warnanya harus kontras. Dalam hal ini penempatannya harus memperlihatkan estetika dan terjangkau oleh semua siswa. Yang penting pula adanya papan presensi siswa. Ini ditempatkan di bagian depan sehingga dapat dilihat oleh semua siswa. Kemudian difungsikan sebagaimana mestinya. Meskipun ada, tak ada gunanya jika tak digunakan.
Alat-alat pelajaran dapat klasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain: Menurut kedudukannya: alat pelajaran dibedakan atas permanen dan tidak permanen. Permanen jika alat pelajaran tersebut diletakkan di kelas secara terus menerus, misalnya: listrik, papan tulis, dan sebagainya. Alat pelajaran tidak permanen atau yang bergerak yaitu alat pelajaran yang dapat dipindah, misalnya: kursi, OHP, mesin-mesin, peta, dan sebagainya. Menurut fungsinya: 1. alat untuk menulis; kapur, papan tulis, pensil, dan lain-lain; 2. alat-alat lukis: jangka, meter, segitiga, buku. Alat-alat pelajaran tersebut tidak perlu disimpan di tempat khusus, tetapi cukup diatur di dalam kelas, sehingga bila sewaktu-waktu digunakan akan cepat.
Keempat, penataan Keindahan dan Kebersihan Kelas. Guru harus paham bahwa hiasan dinding (pajangan kelas) hendaknya dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran, misalnya burung Garuda, para pahlawan, peta/globe. Selanjutnya jika ada lemari maka penempatan lemari untuk buku diletakan di depan sedangkan alat-alat peraga di belakang.
Dalam pemeliharaan kebersihan guru menugaskan siswa bergiliran untuk membersihkan kelas (regu piket). Guru memeriksa kebersihan dan ketertiban di kelas.
Buatlah motto yang menyatakan “bersih ada-lah sehat dan rapi adalah indah” merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri. Setiap manusia me-miliki cita rasa keindahan walaupun derajat ke-indahannya berbeda. Keindahan akan memberi-kan rasa nyaman dan membuat anak betah ting-gal di tempat tersebut. Kelas yang diharapkan mengundang anak untuk betah berada di dalamnya hendaknya dijaga kebersihan dan keindahannya. Guru memiliki peran untuk mengorganisir siswanya agar dapat mendesain kelasnya menjadi kelas yang indah.
Keindahan kelas dapat dicapai dengan bebe-rapa cara, yaitu menata ruangan menjadi rapi, misalnya menata alat pelajaran sesuai kelompok-nya, menata buku sesuai tinggi buku, tebal buku, dan kelompok buku, penataan alat pelajaran per-manen yang sesuai dengan ruangan agar anak yang tenggelam dalam lautan ilmu pengetahuan akan mengalami pembelajaran secara alamiah, nyata, langsung, dan bermakna. Juga penataan meja guru, gambar-gambar merupakan faktor pen-dukung tercapainya ruangan yang rapi dan indah.
Kelima, ventilasi dan tata cahaya. Harus ada ventilasi yang sesuai dengan ruangan kelas. Sebaiknya guru tidak merokok. Pengaturan cahaya perlu diperhatikan. Cahaya yang masuk harus cukup. Masuknya dari arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan. Penggunaan cahaya yang sesuai dengan kebutuhan merupakan salah satu tugas manajemen kelas oleh guru karena anak SD berada pada tahap perkembangan yang menentukan.
Menciptakan ruang kelas yang baik yang dapat menggairahkan belajar peserta didik tentunya di-perlukan keaktifan dan inisiatif guru dalam menge-lola ruang kelas. Ruang kelas merupakan tempat yang dipakai sehari-hari oleh guru dan peserta didik. Oleh karena itu, ruang kelas harus dibuat senyaman mungkin baik dari penataan tempat duduk maupun perlengkapan. Dengan penataan yang baik akan memberikan ekspektasi yang luar biasa bagi peserta didik dan secara tidak langsung berdampak pada gairah belajar siswa. Dalam penataan ruang kelas harus dikomunikasikan dengan peserta didik agar terjadi kesepakatan dalam penetapan peletakan barang. Namun tetap guru sebagai pengambil keputusan karena guru harus mempertimbangkan baik buruknya dan tingkat ke efesiensi dalam proses belajar mengajar.
(agus ponda/ganesha/IL/IS)
........................................................
Pengelolaan kelas yang baik merupa-kan bagian terpenting dari kegiatan pembela-jaran seorang guru. Berdasar Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang kompetensi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru untuk kompetensi penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, disebutkan bah-wa guru harus melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan. Pelaksanaan pembelajaran di kelas yang dimaksudkan tersebut merupakan bagian dari pengelolaan kelas.
Pengelolaan kelas yang baik akan mencip-takan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Tujuan pembelajaran pun akan dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang ber-arti. Hanya sayangnya pengelolaan kelas yang baik tidak selamanya dapat dipertahan-kan dikarenakan kondisi ruang kelas yang tidak memberikan kenyamanan bagi siswa. Karena tanpa disadari bahwa ruang kelas memberikan pengaruh peserta didik yang luar biasa dalam kefektifan penyampaian materi.
Dengan pentingnya penataan ruang kelas bagi proses belajar mengajar, dibutuhkan pengembangan variasi baik dari segi penataan tempat duduk maupun perlengkapan yang menunjang dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam pengembangan variasi penataan tentu saja tidak boleh sembarangan, harus diperhitungkan secara matang baik karakteristik siswa maupun kondisi kelas. Dengan segala pengelolaan dan penataan kelas yang baik akan menimbulkan gairah belajar dan peserta didik tidak sukar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kelas bukanlah sekedar ruangan dengan segala isinya yang bersifat statis dan pasif, namun kelas juga merupakan sarana berinteraksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Ciri utama kelas adalah pada aktivitasnya untuk dapat menjalankan aktivitas atau kegiatan pembelajaran yang dinamis perlu adanya suatu aktivitas pengelolaan kelas baik dan terencana.
Lalu penataan dan pengelolaan kelas seperti apa yang baik?
Menurut Crane dan Fickes, dalam memikir-kan bagaimana cara mengorganisasikan ruang fisik kelas, maka guru harus bertanya kepada diri sendiri tipe aktivitas pengajaran apa yang akan diterima murid (seluruh kelas, kelompok kecil, tugas individual, dan lain-lain).
“Pilihlah penataan fisik paling mendukung aktivitas itu, ” kata Fickes.
Perhatikan Beberapa Hal
Itu sebabnya dalam pengaturan ruang bela-jar, perlu diperhatikan hal-hal seperti ukuran dan bentuk kelas, bentuk serta ukuran bangku dan bangku meja siswa, jumlah siswa dalam kelas, jumlah siswa dalam setiap kelompok, jumlah kelompok dalam kelas dan komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa pandai dengan siswa kurang pandai, pria dan wanita).
Pertama, ukuran dan bentuk kelas. Banyak guru yang telah mengetahui ukuran dan bentuk kelas yang ideal, namun tak jarang mereka dihadapkan pada kenyataan, sudah tersedianya kelas yang tak sesuai standar. Ukuran kelas ideal untuk SD misalnya adalah 7,50 x 7,20 = 162m2.
Kedua, pengaturan tempat duduk. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, tempat duduk yang sesuai dengan keadaan tubuh siswa akan sangat berpengaruh dalam kenyamaan penerimaan materi.
Perkembangan jaman yang semakin pesat menciptakan bermacam-macam bentuk dan ukuran tempat duduk dan sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Diperlukan pemilihan tempat duduk yang tepat dan dapat mengoptimalkan kenyamanan dalam KBM. Ada beberapa bentuk formasi tempat duduk yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Apabila pengajaran itu akan ditempuh denga cara berdiskusi, maka formasi tempat duduknya sebaiknya berbentuk melingkar. Jika pengajaran ditempuh dangan metode ceramah, maka tempat duduknya sebaiknya berderet memanjang ke belakang.
Sudirman N mengemukakan beberapa contoh formasi tempat duduk, yaitu posisi berhadapan, posisi setengah lingkaran, dan posisi berbaris ke belakang. Menurut Komsini, Dwi Sri Hartini, 1997, bahwa pengaturan tempat duduk hendakntnya dapat dan mudah di ubah sesuai dengan kebutuhannya. Dalam belajar tempat duduk sangatlah berpengaruh. Bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa, maka akan dapat belajar dengan tenang. Sebaiknya yang mempunyai porsi tubuh yang pendek, yang terganggu pendengarannya, dan terganggu penglihatannya ditempatkan di bagian depan sebaliknya siswa yang tinggi ditempatkan dibagian belakang.
Penataan tempat duduk dapat dilakukan ber-ubah-rubah bahkan bisa menuruti kehendak sis-wa sekalipun. Misalnya bentuk seating chart. Pe-nempatan murid dalam kelas dibuat suatu denah yang pada satu periode waktu tertentu dapat diubah sesuai tuntunan pembelajaran yang se-dang dikembangkan oleh guru, sehingga perkem-bangan dan pertumbuhan murid tidak terganggu.
Penataan tempat duduk yang didesain dalam chart dapat digambar sendiri oleh murid atau sekelompok murid secara bergilir, sehingga ke-terbatasan penataan tempat duduk secara tradi-sional ini dapat diminimalkan pengaruh buruknya. Penataan dan gambar desain dilaksanakan secara bergilir, sehingga setiap kelompok mempu menuangkan idenya dan mengembangkan iklim demokrasi di kelasnya, sehingga sikap menghargai pendapat orang lain dengan menghilangkan pandangan mereka sendiri.
Bentuk melingkar. Model duduk seperti ini dapat digunakan guru dalam pembelajaran diskusi kelompok, sehingga ada modifikasi untuk menghilangkan kejenuhan siswa. Bentuk tapal kuda. Model ini sesuai untuk melaksanakan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru atau ketua diskusi yang dipilih siswa. Diskusi kelas akan meningkatkan keberanian dibanding keberanian yang hanya muncul pada kelompok kecil.
Dalam gaya auditorium tradisional, semua murid duduk menghadap guru. Penataan ini membatasi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium sering kali dipakai ketika guru mengajar atau seseorang memberi presentasi ke kelas.
Model lainnya ada yang disebut gaya off-set, sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.Gangguan dalam gaya ini lebih sedikit ketimbang gaya tatap muka dan dapat efektif untuk kegiatan pembelajaran kooperatif. Gaya klaster (cluster), sejumlah murid (biasanya empat sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama efektif untuk aktivitas pembelajaran kolaboratif.
Susunan meja yang mengelompok akan mendorong interaksi sosial di antara murid. Sebaliknya, susunan menja yang berbentuk lajur akan mengurangi interaksi sosial di antara murid dan mengarahkan perhatian murid kepada guru. Menata meja dalam lajur-lajur dapat bermanfaat bagi murid ketika mereka harus mengerjakan tugas secara sendiri-sendiri, sedangkan meja yang dikelompokkan akan membantu proses belajar kooperatif. Di kelas di mana bangkunya ditata dalam lajur-lajur, guru lebih mungkin untuk berinteraksi dengan murid yang duduk di deret depandan tengah (Adams & Biddle, 1970).
Ketiga, pengaturan alat-alat pengajaran. Cara pengaturan peralatan dapat diatur meliputi perpustakaan Kelas, ini untuk sekolah yang maju di mana perpustakaan ada di setiap kelas. Pengaturannya hendaknya bersama-sama siswa. Kemudian alat-alat peraga media pengajaran. Alat peraga atau media pengajaran semestinya diletakkan di kelas agar memudahkan dalam penggunaannya. Pengaturannya pun bisa bersama-sama siswa.
Berikutnya papan tulis, kapur tulis, dan lain-lain. Ukurannya disesuiakan, warnanya harus kontras. Dalam hal ini penempatannya harus memperlihatkan estetika dan terjangkau oleh semua siswa. Yang penting pula adanya papan presensi siswa. Ini ditempatkan di bagian depan sehingga dapat dilihat oleh semua siswa. Kemudian difungsikan sebagaimana mestinya. Meskipun ada, tak ada gunanya jika tak digunakan.
Alat-alat pelajaran dapat klasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain: Menurut kedudukannya: alat pelajaran dibedakan atas permanen dan tidak permanen. Permanen jika alat pelajaran tersebut diletakkan di kelas secara terus menerus, misalnya: listrik, papan tulis, dan sebagainya. Alat pelajaran tidak permanen atau yang bergerak yaitu alat pelajaran yang dapat dipindah, misalnya: kursi, OHP, mesin-mesin, peta, dan sebagainya. Menurut fungsinya: 1. alat untuk menulis; kapur, papan tulis, pensil, dan lain-lain; 2. alat-alat lukis: jangka, meter, segitiga, buku. Alat-alat pelajaran tersebut tidak perlu disimpan di tempat khusus, tetapi cukup diatur di dalam kelas, sehingga bila sewaktu-waktu digunakan akan cepat.
Keempat, penataan Keindahan dan Kebersihan Kelas. Guru harus paham bahwa hiasan dinding (pajangan kelas) hendaknya dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran, misalnya burung Garuda, para pahlawan, peta/globe. Selanjutnya jika ada lemari maka penempatan lemari untuk buku diletakan di depan sedangkan alat-alat peraga di belakang.
Dalam pemeliharaan kebersihan guru menugaskan siswa bergiliran untuk membersihkan kelas (regu piket). Guru memeriksa kebersihan dan ketertiban di kelas.
Buatlah motto yang menyatakan “bersih ada-lah sehat dan rapi adalah indah” merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri. Setiap manusia me-miliki cita rasa keindahan walaupun derajat ke-indahannya berbeda. Keindahan akan memberi-kan rasa nyaman dan membuat anak betah ting-gal di tempat tersebut. Kelas yang diharapkan mengundang anak untuk betah berada di dalamnya hendaknya dijaga kebersihan dan keindahannya. Guru memiliki peran untuk mengorganisir siswanya agar dapat mendesain kelasnya menjadi kelas yang indah.
Keindahan kelas dapat dicapai dengan bebe-rapa cara, yaitu menata ruangan menjadi rapi, misalnya menata alat pelajaran sesuai kelompok-nya, menata buku sesuai tinggi buku, tebal buku, dan kelompok buku, penataan alat pelajaran per-manen yang sesuai dengan ruangan agar anak yang tenggelam dalam lautan ilmu pengetahuan akan mengalami pembelajaran secara alamiah, nyata, langsung, dan bermakna. Juga penataan meja guru, gambar-gambar merupakan faktor pen-dukung tercapainya ruangan yang rapi dan indah.
Kelima, ventilasi dan tata cahaya. Harus ada ventilasi yang sesuai dengan ruangan kelas. Sebaiknya guru tidak merokok. Pengaturan cahaya perlu diperhatikan. Cahaya yang masuk harus cukup. Masuknya dari arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan. Penggunaan cahaya yang sesuai dengan kebutuhan merupakan salah satu tugas manajemen kelas oleh guru karena anak SD berada pada tahap perkembangan yang menentukan.
Menciptakan ruang kelas yang baik yang dapat menggairahkan belajar peserta didik tentunya di-perlukan keaktifan dan inisiatif guru dalam menge-lola ruang kelas. Ruang kelas merupakan tempat yang dipakai sehari-hari oleh guru dan peserta didik. Oleh karena itu, ruang kelas harus dibuat senyaman mungkin baik dari penataan tempat duduk maupun perlengkapan. Dengan penataan yang baik akan memberikan ekspektasi yang luar biasa bagi peserta didik dan secara tidak langsung berdampak pada gairah belajar siswa. Dalam penataan ruang kelas harus dikomunikasikan dengan peserta didik agar terjadi kesepakatan dalam penetapan peletakan barang. Namun tetap guru sebagai pengambil keputusan karena guru harus mempertimbangkan baik buruknya dan tingkat ke efesiensi dalam proses belajar mengajar.
(agus ponda/ganesha/IL/IS)
1 komentar:
Thanks untuk postingannya
Posting Komentar