Ini Kata Kasubag Kepegawaian Disdik Kab. Ciamis
Tingkat perceraian PNS di lingkung-an Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis tergolong tinggi dibanding dengan instansi lainnya. Jauh-jauh hari hal tersebut bahkan pernah menimbulkan keprihatinan berbagai pihak termasuk Bupati Ciamis H. Engkon Komara. Dalam beberapa kesempatan, sebagai pejabat pembina kepegawaian yang menanda-tangani surat ijin bercerai, H. Engkon pernah menyoroti kondisi tersebut dan menghimbau agar pegawai yang berniat bercerai berupaya mengurungkan niatnya.
............................................................
Nyatanya, kini fenomena penceraian PNS masih tetap menjadi perhatian serius Disdik Ciamis. Wajar, sebab seorang PNS bagaimana mau tenang dan nyaman bekerja jika kondisi rumah tangganya saja bermasalah. Terlebih PNS sebagai abdi negara harus menjadi contoh dan panutan masyarakat.
Terkait tingginya angka penceraian di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, menurut Kasubag Kepagawaian U. Sukiman, hal itu bukan semata jumlah PNS-nya yang banyak dibanding lembaga lain sehingga terlihat jumlah yang bercerai banyak. Tetapi juga karena guru-guru sudah sadar akan aturan PP 30 dan PP 45, dan PP 53. Untuk bercerai mereka harus memperoleh ijin dari atasan di intansi tempatnya bekerja.
Ini juga berarti sebelum ada PP No 53 tahun 2010, angka penceraian PNS dua–empat tahun ke belakang, sebenarnya bisa saja lebih banyak lagi.
“Tetapi mereka dulu tidak melalui proses ijin. Sekarang sudah sadar hukum sehingga jumlah itu sudah bisa kami diketahui,” jelas U. Sukiman.
Lanjut U. Sukiman, sama halnya dengan perkawinan, perceraian pun harus mengikuti tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Menurut dia, dalam hal perceraian, PNS harus merujuk ke Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS jo PP Nomor 53 Tahun 2010, PP No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil dan jo PP No. 45 Tahun 1990. Dalam aturan tersebut, PNS yang akan bercerai terlebih dulu harus meminta izin kepada pimpinan.
Peran BP4K Kurang Optimal
Bagian kepegawaian Disdik Ciamis, menurut Sukiman, hanya sekedar memproses ijin perceraian. Tetapi yang lebih bertanggung jawab dalam penasehatan perkawinan sebenarnya ada di BP4K yang tersebar di setiap daerah/kecamatan. Sebetulnya bila BP4K bekerja optimal, maka tingkat perceraian bisa ditekan.
“Bila ada permasalahan dalam perkawinan fungsi mengurusi permasalahan tersebut adalah BP4K. Dia lebih tahu dalam memberikan nasehat perkawinan untuk mencegah perceraian”, katanya. Menurutnya, salah satu faktor banyaknya perceraian adalah lemahnya pembinaan di BP4K.
Selanjutnya Sukiman menjelaskan, bila seluruh persyaratan rekomendasi perceraian lengkap, dari tergugat, penggugat, Kepala UPTD Pendidikan, BP4K dan sebagainya, maka bagian Kepegawaian wajib mengurusnya.
“BP4K memberikan rekomendasi bila sudah betul-betul tidak bisa diomean”,katanya.
Proses pemberian rekomendasi di Disdik umumnya sekitar 1 bulan maksimal 3 bulan. Berbeda bila alasannya KDRT dan penyelewengan, itu langsung diproses. Demikian juga yang tidak punya keturunan, dengan persetujuan kedua belah pihak, maka langsung diproses.
Sukiman mengungkapkan alasan perceraian rata-rata karena sudah tidak harmonis lagi. Sebuah alasan yang klasikal.
“Secara administrasi alasan tersebut sangat lemah, tetapi karena dari BP4K-nya sudah ada, yang bersangkutan dinasehati di sini juga sudah tidak bisa, ya kami proses,” katanya. Namun ada juga yang setelah dinasehati mereka rukun kembali.
“Ada juga yang setelah di-BAP, satu minggu kemudian mereka mencabut usulan cerai,” terang Sukiman. Bahkan ada juga setelah cerai, kemudian rujuk kembali.
Jumlah pasangan yang mengajukan perceraian dalam satu bulan di Disdik Kabupaten Ciamis rata-rata 4 pasangan. “Kali 12 bulan sudah berapa......?” tegas Sukiman. Di akhir perbicangan Sukiman kembali menegaskan bahwa faktor pembinaan dari BP4K kurang optimal.
Di tingkat UPTD Pendidikan, pembinaan bagi mereka yang berniat bercerai juga selalu dilakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Cikoneng H. Endang Musfata Kamal.
“Saya selalu berusaha setiap tahun tingkat perceraian ada di titik nol,” tegasnya yang pernah bertugas di UPTD Pendidikan Cidolog dan Sadananya. Namun upaya tersebut agak sulit tercapai.
“Pernah ada satu pasangan yang bercerai,” katanya. Menurut dia, alasannya adalah masalah ekonomi. Pihak tergugat yaitu suaminya, kurang mampu memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga. Sehingga pihak penggugat yaitu istrinya yang merupakan seorang guru, mengajukan permohonan cerai. Endang berpendapat, peningkatan pendapatan guru karena menerima tunjangan sertifikasi bukanlah menjadi penyebab perceraian (istri lebih besar pendapatannya daripada suaminya).
“Biasanya karena ego yang tinggi dari masing-masing anggota pasangan,” jelasnya.
PGRI Siap Beri Nasehat
Dalam proses perceraian terkadang juga melibatkan organisasi profesi guru, yaitu PGRI. Seperti pengakuan Ketua PGRI Cabang Kecamatan Kalipucang Kusdiana. Menurutnya, bila ada rumah tangga anggotanya yang mengalami permasalahan, maka pihak PGRI hanya memantau saja.
“Kami tidak berani ikut campur. Tetapi bila mereka berdua sudah meminta saran atau nasehat, baru kami turun tangan,” jelasnya.
Biasanya, menurut Kusdiana, pasangan yang meminta nasehat adalah pasangan yang kemungkinan besar masih bisa didamaikan. “Bila sudah keukeuh ingin cerai biasanya tidak minta nasehat pada kami. Langsung saja mengajukan proses cerai,” katanya.
Penyebab perceraian di Kalipucang, sepanjang yang dia ketahui, diantaranyasebelum pernikahan sudah menyimpan bibit permasalahan. Seperti pasangan yang berlatar belakang duda dan janda. Masing-masing membawa anak dari hasil pernikahan sebelumnya.
“Sudah ada kecurigaan di antara mereka bahwa pasangannya dianggap tidak bisa bersikap adil pada anak tirinya,” terangnya.
(Arief/ap/Ganesha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar