Naik Pangkat “Tak Mudah Lagi”
Mulai tahun 2013, kenaikan pangkat seorang guru dipastikan tidak mudah lagi. Sistem baru itu bernama Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang akan berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2013.
.............................................
Apa itu Penilaian Kinerja Guru (PKG)? Banyak guru yang belum paham PKG, namun tak sedikit pula yang mulai mengenalinya. Salah satunya, Rusdianto, seorang guru di Bangka. Rupanya ia sudah cukup memahami tentang PKG. Menurutnya PKG adalah istilah baru yang akan digunakan untuk menilai kinerja guru khususnya untuk kenaikan pangkat model baru pada tahun 2013 nanti.
“Adanya sistem penilaian kinerja guru yang baru ini. Seorang guru kini tidak mudah lagi naik pangkat, apalagi yang penilaian kinerjanya berlabel hanya “cukup” saja.” Katanya.
Artinya, untuk bisa naik pangkat, lanjut Rusdianto, seorang guru tidak bisa lagi mengandalkan pengetahuan lamanya. Pengetahuan guru harus selalu diupdate. Seorang guru kini akan dinilai langsung ketika mengajar di kelas. Kemudian, guru pun harus banyak berlatih menulis untuk hasil karya ilmiahnya karena hal ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan sejak seorang guru berpangkat Guru Pertama (golongan III a). Guru harus punya banyak buku untuk referensi penulisan karya ilmiahnya. Intinya, pekerjaan guru menjadi lebih banyak.
Tiga Fase
Dengan akan berlakunya sistem PKG ini, maka pengaturan kenaikan pangkat seorang guru konon sudah akan mengalami tiga fase. Fase pertama adalah kenaikan pangkat otomatis, yaitu dalam kurun 4 tahun sekali. Hal ini mirip dengan kenaikan pangkat pada jenjang struktural. Kenaikan pangkat ini segera diganti pemerintah dengan sistem perhitungan angka kredit karena apabila tetap diberlakukan, maka banyak guru yang akan dengan mudah pensiun pada golongan IV e. Fase kedua adalah kenaikan pangkat yang menggunakan angka kredit kumulatif (sesuai dengan permenpan Nomor 84/1993 dan permendiknas Nomor 025 tahun 1995). Kenaikan pangkat ini lebih bersifat administratif karena besarnya poin angkat kredit lebih banyak ditunjukkan oleh prestasi kuantitas administrasi yang dihasilkannya, mulai dari kegiatan utama seorang guru seperti menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, melaksanakan evaluasi belajar, dan seterusnya. Kenaikan pangkat ini pada akhirnya diganti pemerintah karena disinyalir masih banyak guru yang hanya sekedar melengkapi bukti administrasi saja yang notabene dianggap “fiktif”.
Sementara itu, fase ketiga adalah kenaikan pangkat guru yang menggunakan PKG (Penilaian Kinerja Guru), yang akan diberlakukan efektif mulai awal tahun 2013 nanti. Konsep PKG ini muncul sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB (Reformasi Birokrasi) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Perubahan ini boleh dibilang perubahan yang sangat drastis dibandingkan dengan kenaikan pangkat tahun-tahun sebelumnya. Kalau dahulu ada kenaikan pangkat otomatis, menjadikan guru santai menunggu saatnya naik pangkat, kemudian dirubah peraturannya dengan sistem kredit point. Ternyata banyak guru naik pangkatnya melesat bak roket mengangkasa.
Inilah yang membuat banyak PNS lain barangkali iri dengan kepangkatan guru. Apalagi kemudian ditambah lagi adanya tunjangan sertifikasi bagi guru-guru yang secara administratif “professional”, maka tambah iri lagi.
Praktis, Kuantitatif & Kualitatif
Peraturan tersebut memang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru sebagai tenaga profesional yang mempunyai fungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (sesuai dengan amanat Undang-undang No. 14 Tahun 2005, Pasal 4). Selain itu, peraturan ini juga bertujuan memberikan ruang serta mendukung pelaksanaan tugas dan peran guru agar menjadi guru yang profesional.
Dengan adanya perubahan ini, maka secara otomatis terjadi pula perubahan mendasar dalam teknik perhitungan kenaikan pangkat seorang guru. Penilaian Kinerja Guru ini lebih berorientasi praktis, kuantitatif dan kualitatif sehingga diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya.
Perubahan penting yang terjadi pada sistem penilaian kinerja guru model baru ini adalah pada sisi jenis jabatan dan kepangkatan guru. Pada model penilaian angkat kredit kinerja guru yang baru ini terdapat 4 jenis jabatan dan pangkat guru, yaitu: Guru Pertama untuk golongan III a dan III b; Guru Muda untuk golongan III c dan III d; Guru Madya untuk golongan IV a, IV b, dan IV c; dan Guru Utama untuk golongan IV d dan IV e.
Perubahan mendasar ini terjadi dengan alasan tidak ada lagi seorang guru yang tidak berpendidikan minimal S1/D4 dan diwajibkan seorang guru memiliki sertifikat pendidik. Sedangkan beban mengajar guru adalah antara 24 jam-40 jam tatap muka/minggu atau bagi guru BK, membimbing 150-250 siswa/tahun.
Apabila pada penilaian angka kredit sebelumnya tidak ada kewajiban untuk melaksanakan kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), maka pada model perhitungan angka kredit yang baru ini, seorang guru wajib mengikuti kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang terdiri dari kegiatan Pengembangan Diri (PD) dan Publikasi Ilmiah dan/atau Karya Inovatif (PI) sesuai dengan jenjang kepangkatan guru yang bersangkutan. Paling tidak, semenjak seorang guru bergolongan III a saja, maka dia wajib mengikuti kegiatan PKB, PD dengan angka kredit kumulatif sebesar 3 dari kegiatan tersebut. Sementara itu, bila golongannya sudah mencapai III b - c, maka angkat kredit dari PKB, PD adalah 3 AK dan/atau angka kredit dari unsur Karya Inovatif sebesar 4 AK.
Semakin besar golongan dan jabatan seorang guru, maka semakin besar angka kredit yang wajib diperoleh dari kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan serta Publikasi Ilmiah / Karya Inovatif (Karya Ilmiahnya).
Namun demikian, hadirnya peraturan baru PKG, akan semakin membuat guru terpacu untuk menyiapkan diri semaksimal mungkin. Atau, ada hal yang paling mencemaskan adalah muncul sikap apatis seorang guru yang mungkin saja selama ini terlanjur gembira karena bisa menikmati tunjangan sertifikasi dan fungsionalnya, kini berubah menjadi duka karena ternyata begitu sulitnya untuk urusan kenaikan pangkatnya. Artinya, banyak guru yang harus pasrah dengan pangkat yang disandangnya selama bertahun-tahun.
Celakanya lagi, guru yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam beberapa kurun waktu tertentu dalam pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya akan dikenakan sanksi berupa pencabutan tunjangan profesi serta tunjangan fungsionalnya. Nah!
(agus ponda/rus/bps/nt/ganesha)
.............................................
Apa itu Penilaian Kinerja Guru (PKG)? Banyak guru yang belum paham PKG, namun tak sedikit pula yang mulai mengenalinya. Salah satunya, Rusdianto, seorang guru di Bangka. Rupanya ia sudah cukup memahami tentang PKG. Menurutnya PKG adalah istilah baru yang akan digunakan untuk menilai kinerja guru khususnya untuk kenaikan pangkat model baru pada tahun 2013 nanti.
“Adanya sistem penilaian kinerja guru yang baru ini. Seorang guru kini tidak mudah lagi naik pangkat, apalagi yang penilaian kinerjanya berlabel hanya “cukup” saja.” Katanya.
Artinya, untuk bisa naik pangkat, lanjut Rusdianto, seorang guru tidak bisa lagi mengandalkan pengetahuan lamanya. Pengetahuan guru harus selalu diupdate. Seorang guru kini akan dinilai langsung ketika mengajar di kelas. Kemudian, guru pun harus banyak berlatih menulis untuk hasil karya ilmiahnya karena hal ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan sejak seorang guru berpangkat Guru Pertama (golongan III a). Guru harus punya banyak buku untuk referensi penulisan karya ilmiahnya. Intinya, pekerjaan guru menjadi lebih banyak.
Tiga Fase
Dengan akan berlakunya sistem PKG ini, maka pengaturan kenaikan pangkat seorang guru konon sudah akan mengalami tiga fase. Fase pertama adalah kenaikan pangkat otomatis, yaitu dalam kurun 4 tahun sekali. Hal ini mirip dengan kenaikan pangkat pada jenjang struktural. Kenaikan pangkat ini segera diganti pemerintah dengan sistem perhitungan angka kredit karena apabila tetap diberlakukan, maka banyak guru yang akan dengan mudah pensiun pada golongan IV e. Fase kedua adalah kenaikan pangkat yang menggunakan angka kredit kumulatif (sesuai dengan permenpan Nomor 84/1993 dan permendiknas Nomor 025 tahun 1995). Kenaikan pangkat ini lebih bersifat administratif karena besarnya poin angkat kredit lebih banyak ditunjukkan oleh prestasi kuantitas administrasi yang dihasilkannya, mulai dari kegiatan utama seorang guru seperti menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, melaksanakan evaluasi belajar, dan seterusnya. Kenaikan pangkat ini pada akhirnya diganti pemerintah karena disinyalir masih banyak guru yang hanya sekedar melengkapi bukti administrasi saja yang notabene dianggap “fiktif”.
Sementara itu, fase ketiga adalah kenaikan pangkat guru yang menggunakan PKG (Penilaian Kinerja Guru), yang akan diberlakukan efektif mulai awal tahun 2013 nanti. Konsep PKG ini muncul sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB (Reformasi Birokrasi) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Perubahan ini boleh dibilang perubahan yang sangat drastis dibandingkan dengan kenaikan pangkat tahun-tahun sebelumnya. Kalau dahulu ada kenaikan pangkat otomatis, menjadikan guru santai menunggu saatnya naik pangkat, kemudian dirubah peraturannya dengan sistem kredit point. Ternyata banyak guru naik pangkatnya melesat bak roket mengangkasa.
Inilah yang membuat banyak PNS lain barangkali iri dengan kepangkatan guru. Apalagi kemudian ditambah lagi adanya tunjangan sertifikasi bagi guru-guru yang secara administratif “professional”, maka tambah iri lagi.
Praktis, Kuantitatif & Kualitatif
Peraturan tersebut memang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru sebagai tenaga profesional yang mempunyai fungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (sesuai dengan amanat Undang-undang No. 14 Tahun 2005, Pasal 4). Selain itu, peraturan ini juga bertujuan memberikan ruang serta mendukung pelaksanaan tugas dan peran guru agar menjadi guru yang profesional.
Dengan adanya perubahan ini, maka secara otomatis terjadi pula perubahan mendasar dalam teknik perhitungan kenaikan pangkat seorang guru. Penilaian Kinerja Guru ini lebih berorientasi praktis, kuantitatif dan kualitatif sehingga diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya.
Perubahan penting yang terjadi pada sistem penilaian kinerja guru model baru ini adalah pada sisi jenis jabatan dan kepangkatan guru. Pada model penilaian angkat kredit kinerja guru yang baru ini terdapat 4 jenis jabatan dan pangkat guru, yaitu: Guru Pertama untuk golongan III a dan III b; Guru Muda untuk golongan III c dan III d; Guru Madya untuk golongan IV a, IV b, dan IV c; dan Guru Utama untuk golongan IV d dan IV e.
Perubahan mendasar ini terjadi dengan alasan tidak ada lagi seorang guru yang tidak berpendidikan minimal S1/D4 dan diwajibkan seorang guru memiliki sertifikat pendidik. Sedangkan beban mengajar guru adalah antara 24 jam-40 jam tatap muka/minggu atau bagi guru BK, membimbing 150-250 siswa/tahun.
Apabila pada penilaian angka kredit sebelumnya tidak ada kewajiban untuk melaksanakan kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), maka pada model perhitungan angka kredit yang baru ini, seorang guru wajib mengikuti kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang terdiri dari kegiatan Pengembangan Diri (PD) dan Publikasi Ilmiah dan/atau Karya Inovatif (PI) sesuai dengan jenjang kepangkatan guru yang bersangkutan. Paling tidak, semenjak seorang guru bergolongan III a saja, maka dia wajib mengikuti kegiatan PKB, PD dengan angka kredit kumulatif sebesar 3 dari kegiatan tersebut. Sementara itu, bila golongannya sudah mencapai III b - c, maka angkat kredit dari PKB, PD adalah 3 AK dan/atau angka kredit dari unsur Karya Inovatif sebesar 4 AK.
Semakin besar golongan dan jabatan seorang guru, maka semakin besar angka kredit yang wajib diperoleh dari kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan serta Publikasi Ilmiah / Karya Inovatif (Karya Ilmiahnya).
Namun demikian, hadirnya peraturan baru PKG, akan semakin membuat guru terpacu untuk menyiapkan diri semaksimal mungkin. Atau, ada hal yang paling mencemaskan adalah muncul sikap apatis seorang guru yang mungkin saja selama ini terlanjur gembira karena bisa menikmati tunjangan sertifikasi dan fungsionalnya, kini berubah menjadi duka karena ternyata begitu sulitnya untuk urusan kenaikan pangkatnya. Artinya, banyak guru yang harus pasrah dengan pangkat yang disandangnya selama bertahun-tahun.
Celakanya lagi, guru yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam beberapa kurun waktu tertentu dalam pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya akan dikenakan sanksi berupa pencabutan tunjangan profesi serta tunjangan fungsionalnya. Nah!
(agus ponda/rus/bps/nt/ganesha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar