Rayon 111 UNY “Terparah” (?)
Kabar ‘duka’ terhembus dari kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) 2012. Tak seperti PLPG angkatan sebelumnya, kali ini banyak guru tak lulus PLPG. Mereka pun harus mengulang. Bahkan tak cukup sekali, karena juga tak lulus ujian ulangan. Adakah yang minus dari mereka?
.....................................................
Setelah digeber sejak sekitar bulan Juli 2012, pelaksanaan PLPG berakhir juga. Setidaknya 46 Universitas di seluruh Indonesia sebagai penyelenggara PLPG 2012, sudah mulai mengumumkan hasi PLPG di rayon masing-masing. Dengan sistem online, para peserta PLPG bisa langsung mengetahui apakah dirinya lulus atau tidak.
Hasilnya cukup mengejutkan dan menyesakkan dada. Tak seperti sangkaan sebelumnya, yang seolah bisa dipastikan sebagai besar lulus PLPG., kali ini ternyata banyak guru yang tak lulus PLPG.
Sebagai contoh Rayon 111 Universitas Negeri Yogyakarta yang diantaranya diikuti sekitar 848 guru-guru Sekolah Dasar dari Kabupaten Ciamis. Pengumuman di rayon ini telah membuat sebagian besar guru peserta histeris atau berduka. Bagaimana tidak, dari jumlah 848, hanya sekitar 306 guru yang lulus PLPG. Sisanya sekitar 64% tak lulus. Artinya hanya 36% yang lulus. Me-reka adalah peserta PLPG gelombang 5 - 8.
Melihat lebih banyaknya kata “Meng-ulang” daripada “Lulus” dalam pengumum-an hasil PLPG Rayon 111 UNY, membuat banyak guru bersedih. Para guru yang lulus juga mengaku prihatin dengan ‘nasib’ rekan-rekannya yang harus kembali balik ke Yogyakarta untuk mengulang.
“Alhamdulillah saya lulus, tapi saya tak menyangka banyak rekan saya yang tak lulus. Dan mereka itu banyak yang sebenarnya lebih senior,” ujar seorang guru yang tak mau disebutkan namanya.
Sebut saja nama guru itu Warsih. Menurut Warsih, yang memprihatinkan di banyak kecamatan, justru hanya beberapa orang saja yang lulus, sebaliknya lebih banyak yang tak lulus.
Sebagaimana diketahui, untuk menentu-kan seorang peserta PLPG lulus atau tidak didasarkan pada hasil Ujian Tulis, Ujian Praktek, Hasil Workshop, Partisipasi selama PLPG, dan penilaian Teman Sejawat. Peserta PLPG akan dinyatakan lulus apabila skor akhir = 65,00 dengan skor ujian tulis = 60,00 dan skor ujian praktek = 65,00.
Dari hasil pengumuman Rayon 111 tersebut, sebagian besar guru tak lulus harus mengulang dalam hal ujian uraian, sebagian lagi dalam hal ujian obyektif. Bahkan banyak pula yang double harus mengulang keduanya, obyektif dan uraian.
Hasil lainnya dari Semarang, Jawa tengah, lebih kurang 40% dari 11.000-an peserta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) di Rayon 112 Universitas Negeri Semarang (Unnes) tidak lulus.
’’Ini tidak hanya di Rayon Unnes, tapi seluruh Indonesia. Kenyataannya memang seperti itu, banyak peserta sertifikasi profesi tidak bisa lulus,’’ kata Sekretaris Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon 112 Unnes, Drs. Masugino, M.Pd., di ruang kerjanya Gedung H lantai I Kampus Unnes.
Lemah Analisis
Pertanyaan pun muncul, mengapa banyak guru yang tak lulus PLPG 2012?
Ketua Panitia Sertifikasi Guru Rayon 114 Universitas Negeri Surabaya, Alimufi Arief, sementara menyimpulkan banyaknya guru yang tak lulus ujian utama PLPG beberapa waktu lalu karena tingkat kecerdas-an guru yang lemah. Mereka rata-rata tak lulus karena lemahnya tingkat analisis mereka.
Saat ditemui di sela-sela pelaksanaan ujian ulang PLPG, dosen Unesa ini mengaku prihatin. "Daya nalar dan analisis mereka lemah sehingga tak lulus," kata Alimufi Minggu (2/9/2012).
Lanjutnya, Panitia Rayon 114 mencatat dari hasil ujian utama PLPG akhir Juli lalu, sebanyak 4.537 guru tak memenuhi standar. Mereka diijinkan mengikuti ujian ulang. Bahkan ujian ulang pertama sudah digelar untuk guru TK dan SD. Dari peserta ujian ulang 2.136, yang tidak lulus 1.168.
“Yang lulus hanya 968. Yang tidak lulus tersebut diikutkan ujian gelombang kedua bersama ujian gelombang pertama guru bidang studi (SMP, SMA/SMK). Kalau diberi soal studi kasus yang memerlukan analisis, guru rata-rata tak cakap," kata Alimufi.
Konon, Panitia PLPG juga tak habis pikir. Bagaimana mungkin para guru yang biasa melakukan tindakan kelas tak bisa. Begitu juga sebe-lum ujian ada kisi-kisi materi ujian PLPG. Ternyata semua bergantung kompetensi guru itu sendiri.
Jelas Alimufi, ada bebe-rapa mata ujian menyangkut kompetensi guru dalam PLPG. Yakni ujian prakik, ujian teknik (bidang studi) nasional dan ujian teknik lokal. Mereka juga harus membuat analisis. Namun di tataran inilah banyak kelemahan guru.
Dari 4.537 masing-ma-sing yang tak lulus di setiap mata ujian , ujian praktik tak lulus 12, ujian teknik nasional 406, ujian lokal 2.963, dan sisanya ujian gabungan.
Banyak Faktor
Dari Ciamis, Warsih mengatakan, salah satu faktor guru tak lulus karena faktor kurangnya penilaian dari rekan. Walaupun hanya sekitar 10% dari total penilaian, namun cukup menentukan. Menurutnya banyak guru yang kurang dalam hal ‘sosialisasi atau pergaulan sehari-hari’ saat PLPG. Dalam satu kamar saja, mereka seolah masih ada sekat. Padahal rekan terdekat akan diminta untuk memberian nilai tentang dirinya.
“Seharusnya kita berlaku sopan, familiar, terbuka dan tidak terlalu jaga imej, meskipun teman terdekat kita saat itu entah siapa dan dari mana.” ucapnya.
Hal lainnya, lanjut Warsih, banyak guru yang tak lulus dalam ujian cara mengajar. Ini mengherankan.”Masa cara mengajar saja kita tak lulus?” tanyanya.
Hal lainnya jelas Warsih, keaktifan atau partisipasi peserta juga turut menentukan nilai akhir. Selain itu yang juga penting, adalah dalam hal pembuatan Penelilitian Tindakan Kelas (PTK). “PTK yang dianggap baik oleh penilai, adalah PTK yang lebih ke proses pembelajaran, daripada menekankan pada peningkatan hasil belajar siswa.” katanya
Waktu tak Cukup
Sementara itu dari Surakarta Jawa Tengah, beberapa peserta PLPG yang tidak lulus ujian PLPG, mengeluhkan terbatasnya waktu mengerjakan soal ujian. Akibatnya mereka tidak bisa mengerjakan soal dengan benar.
Salah seorang peserta PLPG yang tercatat sebagai guru SDN Petoran, Jebres, Rochmat, mengungkapkan ia tidak lulus pada ujian lokal PLPG. Menurutnya, waktu mengerjakan soal ujian sangat mepet.
“Dalam waktu satu jam, kami harus mengerjakan soal esai dan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Padahal untuk membuat PTK, butuh waktu panjang,” kilahnya. Akibatnya Rochmat dan 152 guru lainnya harus mengambil surat tugas mengikuti ujian ulang PLPG, di Ruang Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Disdikpora Solo. Pasalnya mereka dinyatakan tidak lulus PLPG.
Rochmat menceritakan dirinya termasuk peserta tahap I rombongan belajar (Rombel) pertama. Dari 30 guru di Rombel tersebut, hanya lima orang yang lulus. Sementara pada Rombel II dan III, hanya satu guru yang lulus pada setiap rombel. Setiap Rombel terdiri atas 30 guru.
Peserta PLPG lainnya dari SDN Wonosaren, Lilis, menjelaskan faktor kelelahan kemungkinan menjadi salah satu penyebab ia dan teman-temannya tidak lulus PLPG. Ia menerangkan selama 10 hari mereka harus mengikuti PLPG di tempat tertentu. Selama PLPG, mereka mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) setiap hari mulai pukul 07.00-17.00 WIB. Malam harinya mereka masih harus menyiapkan beberapa perangkat untuk Diklat esok harinya. “Sebenarnya materi yang diujikan sudah disampaikan saat diklat. Tapi karena waktu belajarnya kurang dan lelah, banyak yang lupa,” ungkapnya.
Terlebih bagi guru yang tak lagi muda seperti dirinya, terang Lilis, tidaklah mudah untuk mempelajari banyak teori. Terlebih kebanyakan peserta PLPG sudah berkeluarga. Otomatis mereka juga memikirkan keluarga yang ditinggalkan 10 hari. “Bahkan ada yang mikir utang,” ujarnya berkelakar.
Kelelahan
Peserta lainnya dari SDN Tunggulsari, Aminah, mengatakan selama mengikuti PLPG ia merasa kelelahan. Sehingga saat ujian, ada soal ujian yang tidak bisa dikerjakan dengan benar. Rochmat menerangkan setiap peserta PLPG harus mengikuti tiga kali ujian. Yaitu ujian nasional yang soalnya dari pusat, ujian lokal yang soalnya dibuat UNS dan praktik mengajar. “Soal ujian lokal memang lebih sulit dibandingkan soal ujian nasional. Sehingga banyak guru yang tidak lulus dan harus mengulang ujian lokal,” jelasnya.
Kepala Bidang PTK, Disdikpora Solo, Sulardi mengungkapkan setiap peserta PLPG seharusnya mempersiapkan diri dengan baik dan bisa mengatur dirinya. Manurutnya, hal itu menjadi salah satu kunci sukses PLPG. Ketika seorang calon peserta PLPG dinyatakan lulus uji kompetensi, terangnya, dirinya harus siap mengikuti PLPG kapan pun. Tak terkecuali jika guru tersebut harus mengikuti PLPG tahap I.
“Tak ada alasan ikut PLPG, guru belum siap,” tutupnya.
Dikembalikan ke Daerah
Sedangkan Sekretaris Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon 112 Unnes Semarang, Drs. Masugino, M.Pd., menuturkan, banyaknya guru tak lulus PLPG menjadi terapi kejut bahwa ketika mereka mengikuti sertifikasi sudah pasti lulus. Itu hanya pandangan yang tidak benar. Ada proses ujian yang harus diikuti dan semua dilaksanakan secara serius.
’’Jangan sampai beranggapan begitu lolos bisa ikut PLPG dan pasti lulus. Tidak seperti itu. Kami melakukan proses ini sesuai dengan standar, sehingga yang dinilai tidak memiliki kompetensi mengajar secara profesional, tentu tidak lulus,’’ katanya.
Kini yang jelas mereka yang tak lulus PLPG sedang berjuang kembali agar lulus ujian ulangan. Bila tak lulus mereka harus kembali mengikuti ujian ulangan gelombang 2 dan seterusnya. Namun tentu saja panitia tak mau terus menerus mengurus peserta yang berkali-kali tak lulus ujian ulangan.
“Di Rayon 112, peserta yang dua kali tak juga lulus ujian ulangan, terpaksa kami kembalikan ke daerahnya masing-masing.” tegas Masugino.*
.....................................................
Setelah digeber sejak sekitar bulan Juli 2012, pelaksanaan PLPG berakhir juga. Setidaknya 46 Universitas di seluruh Indonesia sebagai penyelenggara PLPG 2012, sudah mulai mengumumkan hasi PLPG di rayon masing-masing. Dengan sistem online, para peserta PLPG bisa langsung mengetahui apakah dirinya lulus atau tidak.
Hasilnya cukup mengejutkan dan menyesakkan dada. Tak seperti sangkaan sebelumnya, yang seolah bisa dipastikan sebagai besar lulus PLPG., kali ini ternyata banyak guru yang tak lulus PLPG.
Sebagai contoh Rayon 111 Universitas Negeri Yogyakarta yang diantaranya diikuti sekitar 848 guru-guru Sekolah Dasar dari Kabupaten Ciamis. Pengumuman di rayon ini telah membuat sebagian besar guru peserta histeris atau berduka. Bagaimana tidak, dari jumlah 848, hanya sekitar 306 guru yang lulus PLPG. Sisanya sekitar 64% tak lulus. Artinya hanya 36% yang lulus. Me-reka adalah peserta PLPG gelombang 5 - 8.
Melihat lebih banyaknya kata “Meng-ulang” daripada “Lulus” dalam pengumum-an hasil PLPG Rayon 111 UNY, membuat banyak guru bersedih. Para guru yang lulus juga mengaku prihatin dengan ‘nasib’ rekan-rekannya yang harus kembali balik ke Yogyakarta untuk mengulang.
“Alhamdulillah saya lulus, tapi saya tak menyangka banyak rekan saya yang tak lulus. Dan mereka itu banyak yang sebenarnya lebih senior,” ujar seorang guru yang tak mau disebutkan namanya.
Sebut saja nama guru itu Warsih. Menurut Warsih, yang memprihatinkan di banyak kecamatan, justru hanya beberapa orang saja yang lulus, sebaliknya lebih banyak yang tak lulus.
Sebagaimana diketahui, untuk menentu-kan seorang peserta PLPG lulus atau tidak didasarkan pada hasil Ujian Tulis, Ujian Praktek, Hasil Workshop, Partisipasi selama PLPG, dan penilaian Teman Sejawat. Peserta PLPG akan dinyatakan lulus apabila skor akhir = 65,00 dengan skor ujian tulis = 60,00 dan skor ujian praktek = 65,00.
Dari hasil pengumuman Rayon 111 tersebut, sebagian besar guru tak lulus harus mengulang dalam hal ujian uraian, sebagian lagi dalam hal ujian obyektif. Bahkan banyak pula yang double harus mengulang keduanya, obyektif dan uraian.
Hasil lainnya dari Semarang, Jawa tengah, lebih kurang 40% dari 11.000-an peserta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) di Rayon 112 Universitas Negeri Semarang (Unnes) tidak lulus.
’’Ini tidak hanya di Rayon Unnes, tapi seluruh Indonesia. Kenyataannya memang seperti itu, banyak peserta sertifikasi profesi tidak bisa lulus,’’ kata Sekretaris Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon 112 Unnes, Drs. Masugino, M.Pd., di ruang kerjanya Gedung H lantai I Kampus Unnes.
Lemah Analisis
Pertanyaan pun muncul, mengapa banyak guru yang tak lulus PLPG 2012?
Ketua Panitia Sertifikasi Guru Rayon 114 Universitas Negeri Surabaya, Alimufi Arief, sementara menyimpulkan banyaknya guru yang tak lulus ujian utama PLPG beberapa waktu lalu karena tingkat kecerdas-an guru yang lemah. Mereka rata-rata tak lulus karena lemahnya tingkat analisis mereka.
Saat ditemui di sela-sela pelaksanaan ujian ulang PLPG, dosen Unesa ini mengaku prihatin. "Daya nalar dan analisis mereka lemah sehingga tak lulus," kata Alimufi Minggu (2/9/2012).
Lanjutnya, Panitia Rayon 114 mencatat dari hasil ujian utama PLPG akhir Juli lalu, sebanyak 4.537 guru tak memenuhi standar. Mereka diijinkan mengikuti ujian ulang. Bahkan ujian ulang pertama sudah digelar untuk guru TK dan SD. Dari peserta ujian ulang 2.136, yang tidak lulus 1.168.
“Yang lulus hanya 968. Yang tidak lulus tersebut diikutkan ujian gelombang kedua bersama ujian gelombang pertama guru bidang studi (SMP, SMA/SMK). Kalau diberi soal studi kasus yang memerlukan analisis, guru rata-rata tak cakap," kata Alimufi.
Konon, Panitia PLPG juga tak habis pikir. Bagaimana mungkin para guru yang biasa melakukan tindakan kelas tak bisa. Begitu juga sebe-lum ujian ada kisi-kisi materi ujian PLPG. Ternyata semua bergantung kompetensi guru itu sendiri.
Jelas Alimufi, ada bebe-rapa mata ujian menyangkut kompetensi guru dalam PLPG. Yakni ujian prakik, ujian teknik (bidang studi) nasional dan ujian teknik lokal. Mereka juga harus membuat analisis. Namun di tataran inilah banyak kelemahan guru.
Dari 4.537 masing-ma-sing yang tak lulus di setiap mata ujian , ujian praktik tak lulus 12, ujian teknik nasional 406, ujian lokal 2.963, dan sisanya ujian gabungan.
Banyak Faktor
Dari Ciamis, Warsih mengatakan, salah satu faktor guru tak lulus karena faktor kurangnya penilaian dari rekan. Walaupun hanya sekitar 10% dari total penilaian, namun cukup menentukan. Menurutnya banyak guru yang kurang dalam hal ‘sosialisasi atau pergaulan sehari-hari’ saat PLPG. Dalam satu kamar saja, mereka seolah masih ada sekat. Padahal rekan terdekat akan diminta untuk memberian nilai tentang dirinya.
“Seharusnya kita berlaku sopan, familiar, terbuka dan tidak terlalu jaga imej, meskipun teman terdekat kita saat itu entah siapa dan dari mana.” ucapnya.
Hal lainnya, lanjut Warsih, banyak guru yang tak lulus dalam ujian cara mengajar. Ini mengherankan.”Masa cara mengajar saja kita tak lulus?” tanyanya.
Hal lainnya jelas Warsih, keaktifan atau partisipasi peserta juga turut menentukan nilai akhir. Selain itu yang juga penting, adalah dalam hal pembuatan Penelilitian Tindakan Kelas (PTK). “PTK yang dianggap baik oleh penilai, adalah PTK yang lebih ke proses pembelajaran, daripada menekankan pada peningkatan hasil belajar siswa.” katanya
Waktu tak Cukup
Sementara itu dari Surakarta Jawa Tengah, beberapa peserta PLPG yang tidak lulus ujian PLPG, mengeluhkan terbatasnya waktu mengerjakan soal ujian. Akibatnya mereka tidak bisa mengerjakan soal dengan benar.
Salah seorang peserta PLPG yang tercatat sebagai guru SDN Petoran, Jebres, Rochmat, mengungkapkan ia tidak lulus pada ujian lokal PLPG. Menurutnya, waktu mengerjakan soal ujian sangat mepet.
“Dalam waktu satu jam, kami harus mengerjakan soal esai dan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Padahal untuk membuat PTK, butuh waktu panjang,” kilahnya. Akibatnya Rochmat dan 152 guru lainnya harus mengambil surat tugas mengikuti ujian ulang PLPG, di Ruang Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Disdikpora Solo. Pasalnya mereka dinyatakan tidak lulus PLPG.
Rochmat menceritakan dirinya termasuk peserta tahap I rombongan belajar (Rombel) pertama. Dari 30 guru di Rombel tersebut, hanya lima orang yang lulus. Sementara pada Rombel II dan III, hanya satu guru yang lulus pada setiap rombel. Setiap Rombel terdiri atas 30 guru.
Peserta PLPG lainnya dari SDN Wonosaren, Lilis, menjelaskan faktor kelelahan kemungkinan menjadi salah satu penyebab ia dan teman-temannya tidak lulus PLPG. Ia menerangkan selama 10 hari mereka harus mengikuti PLPG di tempat tertentu. Selama PLPG, mereka mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) setiap hari mulai pukul 07.00-17.00 WIB. Malam harinya mereka masih harus menyiapkan beberapa perangkat untuk Diklat esok harinya. “Sebenarnya materi yang diujikan sudah disampaikan saat diklat. Tapi karena waktu belajarnya kurang dan lelah, banyak yang lupa,” ungkapnya.
Terlebih bagi guru yang tak lagi muda seperti dirinya, terang Lilis, tidaklah mudah untuk mempelajari banyak teori. Terlebih kebanyakan peserta PLPG sudah berkeluarga. Otomatis mereka juga memikirkan keluarga yang ditinggalkan 10 hari. “Bahkan ada yang mikir utang,” ujarnya berkelakar.
Kelelahan
Peserta lainnya dari SDN Tunggulsari, Aminah, mengatakan selama mengikuti PLPG ia merasa kelelahan. Sehingga saat ujian, ada soal ujian yang tidak bisa dikerjakan dengan benar. Rochmat menerangkan setiap peserta PLPG harus mengikuti tiga kali ujian. Yaitu ujian nasional yang soalnya dari pusat, ujian lokal yang soalnya dibuat UNS dan praktik mengajar. “Soal ujian lokal memang lebih sulit dibandingkan soal ujian nasional. Sehingga banyak guru yang tidak lulus dan harus mengulang ujian lokal,” jelasnya.
Kepala Bidang PTK, Disdikpora Solo, Sulardi mengungkapkan setiap peserta PLPG seharusnya mempersiapkan diri dengan baik dan bisa mengatur dirinya. Manurutnya, hal itu menjadi salah satu kunci sukses PLPG. Ketika seorang calon peserta PLPG dinyatakan lulus uji kompetensi, terangnya, dirinya harus siap mengikuti PLPG kapan pun. Tak terkecuali jika guru tersebut harus mengikuti PLPG tahap I.
“Tak ada alasan ikut PLPG, guru belum siap,” tutupnya.
Dikembalikan ke Daerah
Sedangkan Sekretaris Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon 112 Unnes Semarang, Drs. Masugino, M.Pd., menuturkan, banyaknya guru tak lulus PLPG menjadi terapi kejut bahwa ketika mereka mengikuti sertifikasi sudah pasti lulus. Itu hanya pandangan yang tidak benar. Ada proses ujian yang harus diikuti dan semua dilaksanakan secara serius.
’’Jangan sampai beranggapan begitu lolos bisa ikut PLPG dan pasti lulus. Tidak seperti itu. Kami melakukan proses ini sesuai dengan standar, sehingga yang dinilai tidak memiliki kompetensi mengajar secara profesional, tentu tidak lulus,’’ katanya.
Kini yang jelas mereka yang tak lulus PLPG sedang berjuang kembali agar lulus ujian ulangan. Bila tak lulus mereka harus kembali mengikuti ujian ulangan gelombang 2 dan seterusnya. Namun tentu saja panitia tak mau terus menerus mengurus peserta yang berkali-kali tak lulus ujian ulangan.
“Di Rayon 112, peserta yang dua kali tak juga lulus ujian ulangan, terpaksa kami kembalikan ke daerahnya masing-masing.” tegas Masugino.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar