Tunjangan Profesi Bakal Terancam (?)
Seolah tak ada habisnya, guru terus berhadapan dengan kata “Uji”. Setelah guru mengikuti Uji Kompetensi Awal agar bisa mengikuti PLPG, kini justru giliran guru yang telah lulus sertifikasi harus diuji lagi.
……………………………
Nampaknya sudah menjadi ‘suratan takdir’, guru di Indonesia harus berkali-kali melakukan ujian. Bak kendaraan bermotor, harus uji kelayakan, guru pun kini nampaknya harus ‘sering-sering’ di cek-up. Tak terkecuali untuk guru yang sudah mendapat sertifikat profesional, uji kompetensi wajib hukumnya.
Meski banyak yang kontra, Pemerintah keukeuh akan menguji kembali guru-guru bersertifikat. Baik guru yang baru lulus maupun guru yang sudah beberapa tahun menikmati tunjangan sertifikasi.
Mendikbud Muhammad Nuh, me-ngatakan pemerintah segera akan me-nguji sekitar 1,2 juta guru bersertifikat. Mereka adalah yang lulus sertifikasi dalam periode 2007-2011 lewat penilaian portofolio serta pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG). Rencanana uji kompetensi ulang ini akan dimulai pada bulan Juli 2012.
“Memang ada penolakan, termasuk dari PGRI NTB, tapi uji kompetensi ulang akan tetap dilaksanakan. Yang menolak itu karena belum tahu saja. Mau dilakukan penilaian tapi tak mau, kompetensi itu karena ada sesuatu yang dinilai,” kilah M.Nuh usai pembukaan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) di Mataram, NTB, Senin lalu.
Nuh memang tak menutup mata. Sejumlah organisasi guru bahkan mengancam akan menolak dan menyerukan boikot pada rencana pemerintah untuk menguji ulang para guru yang telah tersertifikasi. Hal itu dinyatakan langsung oleh Presidium FSGI, Guntur Ismail, di Jakarta.
“Kami menolak dan serius akan melakukan boikot pada pelaksanaan ujian ulang itu,” kata Guntur.
Ia menjelaskan, ancaman itu langsung datang dari FSGI, Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), dan Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI). Alasan untuk melakukan boikot adalah karena keputusan uji ulang tersebut dinilai melanggar asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas motivasi dan kepastian hukum.
“Pemerintah tidak percaya dengan data, instrumen, dan perangkat uji kompetensi yang mereka buat sendiri, yang mereka laksanakan sendiri dan sekarang mereka ragukan sendiri,” ujar Guntur.
Namun Nuh tetap berkeyakinan, uji ulang kompetensi guru itu mutlak dilakukan guna mengukur kinerja para guru yang telah dinyatakan lulus uji kompetensi.
“Maksudnya untuk mengukur, apakah seorang guru yang sudah bersertifikasi ada peningkatan kualitas atau tidak. Harus ada ukuran kinerja atas sertifikat itu, sehingga dilakukan pengukuran kinerja,” ujarnya.
Tuntutan dan Desakan
Kemendikbud memang bukan tanpa sebab akan menguji ulang guru bersertifi-kat. Selama ini santer banyak pihak mengaku tidak puas dengan kinerja guru bersertifikat. Alih-alih lulus sertifikasi, dikatagorikan professional, ternyata masih banyak guru bersertifikat yang tidak mengalami perubahan dalam kualitas kerjanya di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Padahal mereka telah mendapat pendidikan dan latihan serta uji kompetensi. Mereka juga sudah menikmati tunjangan profesi yang berakibat naiknya pendapatan bulanan sebesar 100%.
Kritikan, sindiran serta temuan ilmiah menunjukkan guru bersertifikat tidak dibarengi dengan peningkatan profesonalismenya dalam tugas dan kewajibannya sehari-hari. Sebelum dan setelah bersertifikat, cara mengajar tak berubah, kedisiplinan dan ketaatan pada waktu dan tugas tergolong rendah. Signifikansi antara pelatihan, pendidikan, tunjangan dan penghargaan yang mereka terima dengan peningkatan kinerja seolah tidak ada. Padahal uang negara yang digelontorkan untuk membayar guru bersertifikat bukan jumlah yang kecil. Dan itu tidak dilakukan untuk PNS di intansi lainnya.Tak ada jalan lain, Kemendikbud menjawab tuntutan itu dengan tes ulang guru bersertifikat. Mungkin dengan cara ini, ‘ketukan-ketukan keras’ ke pintu Kemendikbud akan terhenti.
DPR Mendukung
Agenda Kemendikbud menguji ulang guru bersertifikat, mendapat dukungan kalangan wakil rakyat di Senayan. Ini memang sesuai pula dengan kerasnya suara anggota DPR yang selama ini menyoal kinerja guru bersertifikasi. Apa yang diaspirasikannya dituruti Kemendikbud.
Anggota Komisi Pendidikan DPR, Raihan Iskandar beralasan, banyak guru yang telah tersertifikasi justru kurang maksimal dalam mengajar.
“Selain untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan guru pascas ertifikasi, adanya uji ulang ini juga untuk membangun kesadaran guru agar selalu meningkatkan diri,” ujar Raihan.
Tak ada Hubungan Finansial
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Kemendikbud Syawal Gultom mengatakan bahwa pelaksanaan uji kompetensi guru bersertifikat ini untuk dasar pembinaan dan penilaian kinerja, tanpa ada konsekuensinya dengan pembayaran tunjangan profesi pendidik yang sudah mereka terima.
Inilah sebenarnya yang jadi kekhawatiran guru selama ini. Mereka takut jika ‘gagal’ dalam uji ulang, tunjangan profesi akan terhenti.
“Penolakan para guru karena belum paham. Tidak ada kaitannya dengan risiko finansial seperti penghentian tunja-ngan pendidikan profesi. Untuk melaku-kan itu, perlu dicari payung hukumnya,” kata Syawal Gultom, di Jakarta.
Menurut Syawal, guru-guru yang menolak uji kompetensi bagi guru bersertifikat, berarti menolak penilaian kinerja yang mulai diberlakukan tahun 2013. Hasil uji kompetensi guru, termasuk guru bersertifikat, sebagai awal untuk penilaian kinerja dan pembinaan guru yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap guru.
Syawal mengatakan, meskipun guru sudah dinyatakan profesional, kompe-tensinya tetap perlu diuji dalam waktu tertentu. Uji kompetensi bagi guru yang akan ikut sertifikasi dan yang sudah bersertifikat dilakukan untuk kepenting-an pembinaan guru yang lebih baik.
Kata Syawal, uji kompetensi guru bersertifikat akan dilaksanakan secara online serentak di seluruh Indonesia. Para guru yang tidak memenuhi standar minimum akan dibina dan dilatih pada tahun 2013 dengan sistem online.
Sebagai perbandingan, pada uji kom-petensi awal (UKA) bagi calon guru yang akan disertifikasi, didapati kompetensi guru secara nasional rendah, yakni 42,25. Di jenjang TK, kompetensi guru 58,87, SD (36,86), SMP (45,15), SMA (51,35), SMK (49,07), dan pengawas (32,58).
Lalu bagaimana nanti hasil Uji Ulang Guru bersertifkat? Jangan- jangan,… jangan-jangan? Atau malah lebih baik? Kita tunggu saja hasilnya.
(agus ponda/ganesha)
Seolah tak ada habisnya, guru terus berhadapan dengan kata “Uji”. Setelah guru mengikuti Uji Kompetensi Awal agar bisa mengikuti PLPG, kini justru giliran guru yang telah lulus sertifikasi harus diuji lagi.
……………………………
Nampaknya sudah menjadi ‘suratan takdir’, guru di Indonesia harus berkali-kali melakukan ujian. Bak kendaraan bermotor, harus uji kelayakan, guru pun kini nampaknya harus ‘sering-sering’ di cek-up. Tak terkecuali untuk guru yang sudah mendapat sertifikat profesional, uji kompetensi wajib hukumnya.
Meski banyak yang kontra, Pemerintah keukeuh akan menguji kembali guru-guru bersertifikat. Baik guru yang baru lulus maupun guru yang sudah beberapa tahun menikmati tunjangan sertifikasi.
Mendikbud Muhammad Nuh, me-ngatakan pemerintah segera akan me-nguji sekitar 1,2 juta guru bersertifikat. Mereka adalah yang lulus sertifikasi dalam periode 2007-2011 lewat penilaian portofolio serta pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG). Rencanana uji kompetensi ulang ini akan dimulai pada bulan Juli 2012.
“Memang ada penolakan, termasuk dari PGRI NTB, tapi uji kompetensi ulang akan tetap dilaksanakan. Yang menolak itu karena belum tahu saja. Mau dilakukan penilaian tapi tak mau, kompetensi itu karena ada sesuatu yang dinilai,” kilah M.Nuh usai pembukaan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) di Mataram, NTB, Senin lalu.
Nuh memang tak menutup mata. Sejumlah organisasi guru bahkan mengancam akan menolak dan menyerukan boikot pada rencana pemerintah untuk menguji ulang para guru yang telah tersertifikasi. Hal itu dinyatakan langsung oleh Presidium FSGI, Guntur Ismail, di Jakarta.
“Kami menolak dan serius akan melakukan boikot pada pelaksanaan ujian ulang itu,” kata Guntur.
Ia menjelaskan, ancaman itu langsung datang dari FSGI, Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), dan Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI). Alasan untuk melakukan boikot adalah karena keputusan uji ulang tersebut dinilai melanggar asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas motivasi dan kepastian hukum.
“Pemerintah tidak percaya dengan data, instrumen, dan perangkat uji kompetensi yang mereka buat sendiri, yang mereka laksanakan sendiri dan sekarang mereka ragukan sendiri,” ujar Guntur.
Namun Nuh tetap berkeyakinan, uji ulang kompetensi guru itu mutlak dilakukan guna mengukur kinerja para guru yang telah dinyatakan lulus uji kompetensi.
“Maksudnya untuk mengukur, apakah seorang guru yang sudah bersertifikasi ada peningkatan kualitas atau tidak. Harus ada ukuran kinerja atas sertifikat itu, sehingga dilakukan pengukuran kinerja,” ujarnya.
Tuntutan dan Desakan
Kemendikbud memang bukan tanpa sebab akan menguji ulang guru bersertifi-kat. Selama ini santer banyak pihak mengaku tidak puas dengan kinerja guru bersertifikat. Alih-alih lulus sertifikasi, dikatagorikan professional, ternyata masih banyak guru bersertifikat yang tidak mengalami perubahan dalam kualitas kerjanya di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Padahal mereka telah mendapat pendidikan dan latihan serta uji kompetensi. Mereka juga sudah menikmati tunjangan profesi yang berakibat naiknya pendapatan bulanan sebesar 100%.
Kritikan, sindiran serta temuan ilmiah menunjukkan guru bersertifikat tidak dibarengi dengan peningkatan profesonalismenya dalam tugas dan kewajibannya sehari-hari. Sebelum dan setelah bersertifikat, cara mengajar tak berubah, kedisiplinan dan ketaatan pada waktu dan tugas tergolong rendah. Signifikansi antara pelatihan, pendidikan, tunjangan dan penghargaan yang mereka terima dengan peningkatan kinerja seolah tidak ada. Padahal uang negara yang digelontorkan untuk membayar guru bersertifikat bukan jumlah yang kecil. Dan itu tidak dilakukan untuk PNS di intansi lainnya.Tak ada jalan lain, Kemendikbud menjawab tuntutan itu dengan tes ulang guru bersertifikat. Mungkin dengan cara ini, ‘ketukan-ketukan keras’ ke pintu Kemendikbud akan terhenti.
DPR Mendukung
Agenda Kemendikbud menguji ulang guru bersertifikat, mendapat dukungan kalangan wakil rakyat di Senayan. Ini memang sesuai pula dengan kerasnya suara anggota DPR yang selama ini menyoal kinerja guru bersertifikasi. Apa yang diaspirasikannya dituruti Kemendikbud.
Anggota Komisi Pendidikan DPR, Raihan Iskandar beralasan, banyak guru yang telah tersertifikasi justru kurang maksimal dalam mengajar.
“Selain untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan guru pascas ertifikasi, adanya uji ulang ini juga untuk membangun kesadaran guru agar selalu meningkatkan diri,” ujar Raihan.
Tak ada Hubungan Finansial
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Kemendikbud Syawal Gultom mengatakan bahwa pelaksanaan uji kompetensi guru bersertifikat ini untuk dasar pembinaan dan penilaian kinerja, tanpa ada konsekuensinya dengan pembayaran tunjangan profesi pendidik yang sudah mereka terima.
Inilah sebenarnya yang jadi kekhawatiran guru selama ini. Mereka takut jika ‘gagal’ dalam uji ulang, tunjangan profesi akan terhenti.
“Penolakan para guru karena belum paham. Tidak ada kaitannya dengan risiko finansial seperti penghentian tunja-ngan pendidikan profesi. Untuk melaku-kan itu, perlu dicari payung hukumnya,” kata Syawal Gultom, di Jakarta.
Menurut Syawal, guru-guru yang menolak uji kompetensi bagi guru bersertifikat, berarti menolak penilaian kinerja yang mulai diberlakukan tahun 2013. Hasil uji kompetensi guru, termasuk guru bersertifikat, sebagai awal untuk penilaian kinerja dan pembinaan guru yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap guru.
Syawal mengatakan, meskipun guru sudah dinyatakan profesional, kompe-tensinya tetap perlu diuji dalam waktu tertentu. Uji kompetensi bagi guru yang akan ikut sertifikasi dan yang sudah bersertifikat dilakukan untuk kepenting-an pembinaan guru yang lebih baik.
Kata Syawal, uji kompetensi guru bersertifikat akan dilaksanakan secara online serentak di seluruh Indonesia. Para guru yang tidak memenuhi standar minimum akan dibina dan dilatih pada tahun 2013 dengan sistem online.
Sebagai perbandingan, pada uji kom-petensi awal (UKA) bagi calon guru yang akan disertifikasi, didapati kompetensi guru secara nasional rendah, yakni 42,25. Di jenjang TK, kompetensi guru 58,87, SD (36,86), SMP (45,15), SMA (51,35), SMK (49,07), dan pengawas (32,58).
Lalu bagaimana nanti hasil Uji Ulang Guru bersertifkat? Jangan- jangan,… jangan-jangan? Atau malah lebih baik? Kita tunggu saja hasilnya.
(agus ponda/ganesha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar