Kualitas calon guru yang dihasilkan perguruan tinggi negeri dan swasta dari tahun ke tahun ternyata tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Makin banyak lembaga yang merasa sanggup mencetak calon guru, makin hari kualitasnya tak jelas dan tak terkontrol. Buntutnya kualitas pendidikan secara umum menurun dan Indonesia bersaing dengan negara tetangga pun kewalahan.
....................................................
Melalui Undang-undang Guru dan Dosen pemerintah yang menetapkan guru sebagai sebuah profesi yang patut diapresiasi tinggi oleh pemerintah dan masyarakat. Wujud dari kebijakan itu, kesejahteraan guru diperhatikan seperti halnya PNS, malah cenderung diistimewakan dibanding PNS dari bidang profesi lainnya.Guru PNS dan mereka yang telah bersertifikasi , berpenghasilan tak ubahnya para profesional swasta.
Setelah kebijakan peningkatan kesejahteraan mulai dijalankan, pemerintah kian menegaskan bahwa setiap warga negara berhak menjadi guru, namun tak mudah begitu saja untuk menjadi guru. Hanya mereka yang pantas dan terbaiklah yang layak jadi guru, terutama guru-guru PNS. Pemerintah mulai “sadar” mudahnya setiap orang untuk menjadi pengajar, mengakibatkan seabreg permasalahan yang rumit bermunculan. Salah satunya menurunnya mutu pendidikan di sekolah di tengah kucuran dana APBN yang terus meningkat. Intinya guru ‘bermasalah.’
Mantan Mentri Pendidikan, Fuad Hassan ketika dimintai pendapatnya tentang perkembangan pendidikan Indonesia pernah berkata. “Jangan terlalu ribut soal kurikulum dan sistemnya. Itu semua bukan apa-apa, justru pelaku-pelakunya (para guru) itulah yang lebih penting diperhatikan,” ujar Fuad Hasan.
Pemerintah akan menyiapkan tiga skenario rekrutmen guru baru di tahun 2010. Nampak dalam gambar, Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis, Miming Mujamil (berkacamata hitam) beserta anggota ranting Kantor UPTD memeriahkan Hari Guru dan HUT PGRI 2010.
Ia menyakini bahwa kualitas gurulah yang justru menjadi permasalahan pokok pendidikan.
“Ini berlaku dimana pun. Baik itu di Indonesia, di Jepang, Finlandia, di AS, di manapun di dunia ini kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas gurunya, bukan oleh besarnya dana pendidikan dan juga bukan oleh hebatnya fasilitas. Jika guru berkualitas baik, maka baik pula kualitas pendidikannya.” tegas Fuad Hasan.
Ia mencontohkan Finlandia, negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia, yang dengan serius menjaga kualitas gurunya.
Artinya pemerintah Indonesia sudah saatnya kembali menata ulang soal rekrutmen guru. Guru-guru yang akan diberi tugas mendidik anak bangsa harus dari orang-orang pilihan dan berkualified. Pemerintah harus membuat sistem baru dalam hal pendidikan calon guru masa depan.
Permasalahan guru sebenarnya disorot banyak pihak. Guru-guru di Aceh bahkan pada Kongres Guru Aceh bulan November 2010, mendesak agar penerimaan calon mahasiswa FKIP lebih ketat lagi. Kongres Guru Aceh juga meminta agar sistem rekruitmen/penerimaan calon guru secara proporsional dan professional direvisi. Bahkan pada pemerintah Aceh mereka meminta agar membatasi LPTK yang mencetak guru.
Direktur The Centre for the Betterment of Education, Satria Dharma pun sejak lama mengkritisi “boomingnya” sarjana pendidikan dengan kualitas yang minimal, namun dengan mudah dapat menjadi guru. Kondisi ini sangat kontras dengan negara maju atau negara negara tetangga sekalipun: guru berasal dari mahasiswa-mahasiswa terbaik dengan minat yang tinggi.
“Di Indonesia guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula, “ ujar Satria Dharma.
Ia menjekaskan, dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian para mahasiswa di negara lain, dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka dengan mudah menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. “Tak ada permasalahan dengan kurikulum apa pun yang mereka inginkan. Dengan koki yang hebat bahan makanan seadanya bisa menjadi masakan yang enak dan menarik sedangkan orang yang tidak bisa memasak hanya akan merusak bahan makanan yang sebaik apa pun.” katanya yakin.
Rencana 2010
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) pun akhirnya mulai ancang-ancang memasang metode baru rekrutmen guru. Konon mulai tahun depan kementrian pendidikan nasional akan menyiapkan tiga skenario rekrutmen guru baru masing-masing untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Perekrutan guru baru ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan guru karena adanya guru yang pensiun, kebutuhan guru bidang studi baru, dan kebutuhan di daerah baru.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh seusai membuka Seminar Guru Nasional 2010 di Kemdiknas, Jakarta, Selasa (23/11/2010). Hadir pada seminar ini Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kepen-didikan Baedhowi, Direktur Jende-ral Pendidikan Tinggi Djoko San-toso, Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad, dan Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo.
Mendiknas mengemukakan, untuk mengatasi kebutuhan guru jangka pendek dengan merekrut lulusan S1/D4 yang berminat men-jadi guru. Sebelum mengajar, kata Mendiknas, mereka terlebih dahulu mengikuti pendidikan profesi selama dua semester atau satu tahun. "Kebutuhannya tiap tahun. Karena itu, tidak mungkin mengan-dalkan dari awal , sehingga kita siapkan yang baru lulus," katanya.
Guru-guru yang baru ini, kata Mendiknas, kalau tidak disiapkan pendidikan profesinya akan menjadi beban. “Oleh karena itu, mulai tahun 2011 Kemdiknas akan merintis pendidikan profesi," kata M.Nuh.
Untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka menengah, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang duduk di semester lima atau enam. Mereka yang berminat menjadi guru ditawarkan untuk pindah jalur, sehingga begitu lulus sudah tidak perlu lagi mengikuti pendidikan profesi satu tahun. "Jadi pendidikan profesi sudah melekat di situ," katanya.
Untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka panjang melalui pendidikan sarjana. Pendidikan ini disiapkan bagi lulusan sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau madrasah aliyah selama empat atau lima tahun. Layaknya seperti pendidikan kedokteran, kata Mendiknas, mereka yang masuk di fakultas kedokteran, 99 persen ingin menjadi dokter. "Guru nanti juga begitu. Masuk di LPTK (Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan) atau jurusan lain memang mau menjadi guru," katanya.
Mendiknas menyampaikan, mulai 2011 akan merintis delapan LPTK di perguruan tinggi untuk menyiapkan pendidikan bagi calon guru. Pada tahap awal, direncanakan merekrut 1.000 lulusan SMA/SMK/MA untuk dididik selama 4-5 tahun. Selama mengikuti pendidikan, mereka akan diasramakan. "Sekarang kita lengkapi asramanya khusus bagi calon guru," ujarnya. Akankah itu menjadi solusi? Kita tunggu saja.
(apon/ganesha)
....................................................
Melalui Undang-undang Guru dan Dosen pemerintah yang menetapkan guru sebagai sebuah profesi yang patut diapresiasi tinggi oleh pemerintah dan masyarakat. Wujud dari kebijakan itu, kesejahteraan guru diperhatikan seperti halnya PNS, malah cenderung diistimewakan dibanding PNS dari bidang profesi lainnya.Guru PNS dan mereka yang telah bersertifikasi , berpenghasilan tak ubahnya para profesional swasta.
Setelah kebijakan peningkatan kesejahteraan mulai dijalankan, pemerintah kian menegaskan bahwa setiap warga negara berhak menjadi guru, namun tak mudah begitu saja untuk menjadi guru. Hanya mereka yang pantas dan terbaiklah yang layak jadi guru, terutama guru-guru PNS. Pemerintah mulai “sadar” mudahnya setiap orang untuk menjadi pengajar, mengakibatkan seabreg permasalahan yang rumit bermunculan. Salah satunya menurunnya mutu pendidikan di sekolah di tengah kucuran dana APBN yang terus meningkat. Intinya guru ‘bermasalah.’
Mantan Mentri Pendidikan, Fuad Hassan ketika dimintai pendapatnya tentang perkembangan pendidikan Indonesia pernah berkata. “Jangan terlalu ribut soal kurikulum dan sistemnya. Itu semua bukan apa-apa, justru pelaku-pelakunya (para guru) itulah yang lebih penting diperhatikan,” ujar Fuad Hasan.
Pemerintah akan menyiapkan tiga skenario rekrutmen guru baru di tahun 2010. Nampak dalam gambar, Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis, Miming Mujamil (berkacamata hitam) beserta anggota ranting Kantor UPTD memeriahkan Hari Guru dan HUT PGRI 2010.
Ia menyakini bahwa kualitas gurulah yang justru menjadi permasalahan pokok pendidikan.
“Ini berlaku dimana pun. Baik itu di Indonesia, di Jepang, Finlandia, di AS, di manapun di dunia ini kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas gurunya, bukan oleh besarnya dana pendidikan dan juga bukan oleh hebatnya fasilitas. Jika guru berkualitas baik, maka baik pula kualitas pendidikannya.” tegas Fuad Hasan.
Ia mencontohkan Finlandia, negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia, yang dengan serius menjaga kualitas gurunya.
Artinya pemerintah Indonesia sudah saatnya kembali menata ulang soal rekrutmen guru. Guru-guru yang akan diberi tugas mendidik anak bangsa harus dari orang-orang pilihan dan berkualified. Pemerintah harus membuat sistem baru dalam hal pendidikan calon guru masa depan.
Permasalahan guru sebenarnya disorot banyak pihak. Guru-guru di Aceh bahkan pada Kongres Guru Aceh bulan November 2010, mendesak agar penerimaan calon mahasiswa FKIP lebih ketat lagi. Kongres Guru Aceh juga meminta agar sistem rekruitmen/penerimaan calon guru secara proporsional dan professional direvisi. Bahkan pada pemerintah Aceh mereka meminta agar membatasi LPTK yang mencetak guru.
Direktur The Centre for the Betterment of Education, Satria Dharma pun sejak lama mengkritisi “boomingnya” sarjana pendidikan dengan kualitas yang minimal, namun dengan mudah dapat menjadi guru. Kondisi ini sangat kontras dengan negara maju atau negara negara tetangga sekalipun: guru berasal dari mahasiswa-mahasiswa terbaik dengan minat yang tinggi.
“Di Indonesia guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula, “ ujar Satria Dharma.
Ia menjekaskan, dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian para mahasiswa di negara lain, dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka dengan mudah menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. “Tak ada permasalahan dengan kurikulum apa pun yang mereka inginkan. Dengan koki yang hebat bahan makanan seadanya bisa menjadi masakan yang enak dan menarik sedangkan orang yang tidak bisa memasak hanya akan merusak bahan makanan yang sebaik apa pun.” katanya yakin.
Rencana 2010
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) pun akhirnya mulai ancang-ancang memasang metode baru rekrutmen guru. Konon mulai tahun depan kementrian pendidikan nasional akan menyiapkan tiga skenario rekrutmen guru baru masing-masing untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Perekrutan guru baru ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan guru karena adanya guru yang pensiun, kebutuhan guru bidang studi baru, dan kebutuhan di daerah baru.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh seusai membuka Seminar Guru Nasional 2010 di Kemdiknas, Jakarta, Selasa (23/11/2010). Hadir pada seminar ini Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kepen-didikan Baedhowi, Direktur Jende-ral Pendidikan Tinggi Djoko San-toso, Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad, dan Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo.
Mendiknas mengemukakan, untuk mengatasi kebutuhan guru jangka pendek dengan merekrut lulusan S1/D4 yang berminat men-jadi guru. Sebelum mengajar, kata Mendiknas, mereka terlebih dahulu mengikuti pendidikan profesi selama dua semester atau satu tahun. "Kebutuhannya tiap tahun. Karena itu, tidak mungkin mengan-dalkan dari awal , sehingga kita siapkan yang baru lulus," katanya.
Guru-guru yang baru ini, kata Mendiknas, kalau tidak disiapkan pendidikan profesinya akan menjadi beban. “Oleh karena itu, mulai tahun 2011 Kemdiknas akan merintis pendidikan profesi," kata M.Nuh.
Untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka menengah, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang duduk di semester lima atau enam. Mereka yang berminat menjadi guru ditawarkan untuk pindah jalur, sehingga begitu lulus sudah tidak perlu lagi mengikuti pendidikan profesi satu tahun. "Jadi pendidikan profesi sudah melekat di situ," katanya.
Untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka panjang melalui pendidikan sarjana. Pendidikan ini disiapkan bagi lulusan sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau madrasah aliyah selama empat atau lima tahun. Layaknya seperti pendidikan kedokteran, kata Mendiknas, mereka yang masuk di fakultas kedokteran, 99 persen ingin menjadi dokter. "Guru nanti juga begitu. Masuk di LPTK (Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan) atau jurusan lain memang mau menjadi guru," katanya.
Mendiknas menyampaikan, mulai 2011 akan merintis delapan LPTK di perguruan tinggi untuk menyiapkan pendidikan bagi calon guru. Pada tahap awal, direncanakan merekrut 1.000 lulusan SMA/SMK/MA untuk dididik selama 4-5 tahun. Selama mengikuti pendidikan, mereka akan diasramakan. "Sekarang kita lengkapi asramanya khusus bagi calon guru," ujarnya. Akankah itu menjadi solusi? Kita tunggu saja.
(apon/ganesha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar