Mungkin anda (para guru) saat di bangku kuliah pernah diingkatkan dosen, bahwa guru bisa diibaratkan seorang artis. Setiap penampilannya akan selalu diperhatikan oleh siswa dari ujung rambut hingga ujung kaki. Di era sekarang, bukan saja penampilan yang diperhatikan siswa. Kepribadian dan cara mengajar pun bahkan selalu menjadi sorotan.
........................................
Ibaratnya artis, guru setiap hari selalu manggung. Panggung guru yang paling pokok adalah kelas dan seputar lingkungan sekolah, kemudian masyarakat di tempatnya tinggal. Penonton dan penikmatnya yang memiliki ‘karcis’ adalah para siswa di depan atau di sekitar sang guru, dengan tempat dan jam tayang yang sudah diprogram.
Ini berarti guru harus mempunyai keahlian khusus memuaskan penontonnya (siswa), bahkan bukan hanya itu juga harus memberikan sesuatu pada siswa berupa pengetahuan, wawasan, dan nilai-nilai kehidupan. Bila artis lebih fokus memberikan hiburan dan kesenangan belaka, maka guru lebih komprehensif lagi. Lebih dari itu. Artinya lebih berat dari sekedar ‘tugas keartisan.’ Namun, walaupun guru bukan artis, minimal, ia bisa menguasai dasar-dasar ke-intertaineran.
“Bagusnya sih, dalam hal ini, guru dituntut menjadi seorang entertainer sejati untuk selalu menampilkan perannya ‘keartisan’ (pendidik) dengan baik, bila ingin disukai oleh siswanya, dan tujuan pembelajaran dapat tersampaikan dengan efektif,” ujar seorang guru SMA di Kabupaten Bandung Barat.
Karena diibarakan artis, maka anak didik akan selalu memperhatikan guru. Helmi Bakar, seorang guru di Kota Jambi mengatakan, seorang pengajar atau seorang pendidik adalah insan yang dijadikan contoh oleh anak didik mereka. Apa yang dikerjakannya, apa yang diperbuatnya, malahan apa dan bagaimana sikap, tindak tanduknya, perkataannya setiap saat akan diperhatikan oleh anak didik mereka.
“Jadi apa saja yang diperlihatkan oleh seorang pengajar kepada anak didik mereka, maka semuanya akan menjadi perhatian bagi anak didiknya.” Kata Helmi.
Kadisdik Ciamis. H.Akasah menuturkan bahwa para anak didik selalu menilai perilaku gurunya. Bahkan bukan hanya dalam pergaulan mereka dengan temannya di dunia nyata, mereka pun kerap mendiskusikannya di dunia maya yaitu jejaring sosial seperti facebook atau twitter. “Makanya para guru tetap berprilaku guru, baik di sekolah maupun luar sekolah.” ujar Akasah, senin (11/7/2011).
Karena selalu menjadi perhatian siswa, maka hal pertama yang harus ditonjolkan guru di depan anak didik adalah asfek kepribadian. Bukan kepribadian materi (mobil pribadi, laptop pribadi, handphone pribadi), namun berupa gambaran bagaimana individu guru tampil dan menimbulkan kesan positif bagi individu-individu siswa dan yang lainnya.
Secara praktis, kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu guru masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya.
Tolak Ukur
Kepribadian guru akan selalu dijadikan sebagai tolok ukur. Maka hal ini menjadi sesuatu yang harus selalu diperhatikan oleh pengajar atau pendidik. Menurut Dr. Hj. Zakiah Daradjat, kepribadian itu akan menentukan apakah guru akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Sering kita dengar oknum pendidik yang tidak berjiwa pendidik, yang tidak mempu-nyai kepribadian sebagai seorang pendidik. Dengan tanpa berpikir panjang oknum tersebut mengadakan hubungan yang tidak wajar dengan anak didik mereka. Misalnya kencan dengan anak didik, berdua-duaan dengan anak didik di tempat yang tersembunyi, sering mengunjungi rumah anak didik dan yang sejenis dengan itu.
Perlakuan, perbuatan seperti itu akan menimbulkan suatu suasana yang tidak baik bagi anak didik, malahan suasana seperti demikian akan mendatangkan kagaduhan, pergunjingan.
Seperti yang dikatakan oleh Zakiah Darajat, apabila para anak didik tidak mampu menyaring dengan baik apa yang dipertontonkan oleh oknum pendidik tersebut, maka ini akan membawa siswa tersebut ke jurang yang negatif, ke kelakuan yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, dan juga norma agama dan norma yang berlaku di dalam aturan negara. Oleh sebab itu seorang tenaga pengajar atau pendidik harus selalu mengontrol dirinya, sehingga kepribadiannya selalu mencerminkan suatu tindak-tanduk yang bernorma pendidik.
Seorang tenaga pendidik, apa lagi kalau mengajar itu di SLTP dan SLTA, segala sikapnya perlu diperhitungkan dengan sematang-matangnya. Sebab siswa, di SLTA adalah siswa yang sudah mulai kritis dan bersikap berani. Mereka tidak selamanya mau didikte lagi oleh guru-guru mereka. Apa lagi kalau siswa tersebut orang tuanya termasuk yang the have. Biasanya siswa yang orang tuanya mampu dalam bidang material ini, mereka lebih berani dan selalu percaya diri di dalam segala hal. Apa lagi kalau bapaknya juga memegang peranan di sekolah tersebut, misalnya sebagai ketua atau anggota komite.
Perlakuan, tindak tanduk, sikap seorang pengajar harus benar-benar dijaga dengan baik dan terkontrol. Jangan sampai seorang tenaga pengajar salah di dalam berbuat. Sebab harus diingat, bahwa sebenarnya kepribadian seorang guru dalam sebuah ruang kelas yang sempit saja sudah dapat diukur oleh seorang siswa.
(ap/gns/nt)
........................................
Ibaratnya artis, guru setiap hari selalu manggung. Panggung guru yang paling pokok adalah kelas dan seputar lingkungan sekolah, kemudian masyarakat di tempatnya tinggal. Penonton dan penikmatnya yang memiliki ‘karcis’ adalah para siswa di depan atau di sekitar sang guru, dengan tempat dan jam tayang yang sudah diprogram.
Ini berarti guru harus mempunyai keahlian khusus memuaskan penontonnya (siswa), bahkan bukan hanya itu juga harus memberikan sesuatu pada siswa berupa pengetahuan, wawasan, dan nilai-nilai kehidupan. Bila artis lebih fokus memberikan hiburan dan kesenangan belaka, maka guru lebih komprehensif lagi. Lebih dari itu. Artinya lebih berat dari sekedar ‘tugas keartisan.’ Namun, walaupun guru bukan artis, minimal, ia bisa menguasai dasar-dasar ke-intertaineran.
“Bagusnya sih, dalam hal ini, guru dituntut menjadi seorang entertainer sejati untuk selalu menampilkan perannya ‘keartisan’ (pendidik) dengan baik, bila ingin disukai oleh siswanya, dan tujuan pembelajaran dapat tersampaikan dengan efektif,” ujar seorang guru SMA di Kabupaten Bandung Barat.
Karena diibarakan artis, maka anak didik akan selalu memperhatikan guru. Helmi Bakar, seorang guru di Kota Jambi mengatakan, seorang pengajar atau seorang pendidik adalah insan yang dijadikan contoh oleh anak didik mereka. Apa yang dikerjakannya, apa yang diperbuatnya, malahan apa dan bagaimana sikap, tindak tanduknya, perkataannya setiap saat akan diperhatikan oleh anak didik mereka.
“Jadi apa saja yang diperlihatkan oleh seorang pengajar kepada anak didik mereka, maka semuanya akan menjadi perhatian bagi anak didiknya.” Kata Helmi.
Kadisdik Ciamis. H.Akasah menuturkan bahwa para anak didik selalu menilai perilaku gurunya. Bahkan bukan hanya dalam pergaulan mereka dengan temannya di dunia nyata, mereka pun kerap mendiskusikannya di dunia maya yaitu jejaring sosial seperti facebook atau twitter. “Makanya para guru tetap berprilaku guru, baik di sekolah maupun luar sekolah.” ujar Akasah, senin (11/7/2011).
Karena selalu menjadi perhatian siswa, maka hal pertama yang harus ditonjolkan guru di depan anak didik adalah asfek kepribadian. Bukan kepribadian materi (mobil pribadi, laptop pribadi, handphone pribadi), namun berupa gambaran bagaimana individu guru tampil dan menimbulkan kesan positif bagi individu-individu siswa dan yang lainnya.
Secara praktis, kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu guru masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya.
Tolak Ukur
Kepribadian guru akan selalu dijadikan sebagai tolok ukur. Maka hal ini menjadi sesuatu yang harus selalu diperhatikan oleh pengajar atau pendidik. Menurut Dr. Hj. Zakiah Daradjat, kepribadian itu akan menentukan apakah guru akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Sering kita dengar oknum pendidik yang tidak berjiwa pendidik, yang tidak mempu-nyai kepribadian sebagai seorang pendidik. Dengan tanpa berpikir panjang oknum tersebut mengadakan hubungan yang tidak wajar dengan anak didik mereka. Misalnya kencan dengan anak didik, berdua-duaan dengan anak didik di tempat yang tersembunyi, sering mengunjungi rumah anak didik dan yang sejenis dengan itu.
Perlakuan, perbuatan seperti itu akan menimbulkan suatu suasana yang tidak baik bagi anak didik, malahan suasana seperti demikian akan mendatangkan kagaduhan, pergunjingan.
Seperti yang dikatakan oleh Zakiah Darajat, apabila para anak didik tidak mampu menyaring dengan baik apa yang dipertontonkan oleh oknum pendidik tersebut, maka ini akan membawa siswa tersebut ke jurang yang negatif, ke kelakuan yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, dan juga norma agama dan norma yang berlaku di dalam aturan negara. Oleh sebab itu seorang tenaga pengajar atau pendidik harus selalu mengontrol dirinya, sehingga kepribadiannya selalu mencerminkan suatu tindak-tanduk yang bernorma pendidik.
Seorang tenaga pendidik, apa lagi kalau mengajar itu di SLTP dan SLTA, segala sikapnya perlu diperhitungkan dengan sematang-matangnya. Sebab siswa, di SLTA adalah siswa yang sudah mulai kritis dan bersikap berani. Mereka tidak selamanya mau didikte lagi oleh guru-guru mereka. Apa lagi kalau siswa tersebut orang tuanya termasuk yang the have. Biasanya siswa yang orang tuanya mampu dalam bidang material ini, mereka lebih berani dan selalu percaya diri di dalam segala hal. Apa lagi kalau bapaknya juga memegang peranan di sekolah tersebut, misalnya sebagai ketua atau anggota komite.
Perlakuan, tindak tanduk, sikap seorang pengajar harus benar-benar dijaga dengan baik dan terkontrol. Jangan sampai seorang tenaga pengajar salah di dalam berbuat. Sebab harus diingat, bahwa sebenarnya kepribadian seorang guru dalam sebuah ruang kelas yang sempit saja sudah dapat diukur oleh seorang siswa.
(ap/gns/nt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar