Tak terasa Tabloid Pendidikan Ganesha pada bulan Maret 2011 telah berusia tujuh tahun. Usia yang masih ‘kanak-kanak’, namun terbi-lang ‘hebat’ bagi sebuah media lokal yang terbit di sebuah kota kecil. Bagaimana kisah berdiri-nya tabloid kebanggaan para guru tersebut? Berikut kisahnya.
………………………………..
Hingga 2011 ini Tabloid Ganesha boleh jadi merupakan satu-satunya media lokal berbentuk tabloid di Kabupaten Ciamis yang mampu mem-buat gebrakan dengan terbit rutin seminggu sekali. Artinya, dalam sebulan media ini hadir selama empat kali, bahkan pada bulan-bulan yang ming-gunya ada lima kali, Ganesha pun terbit lima kali.
“Dulu kita terbit dwimingguan, tapi kewalahan. Lalu terbit bulanan. Dan sekarang bisa mingguan, tadinya seperti mimpi. Kalau mau, ternyata Alhamdulillah kita bisa,” kata Pemred Ganesha, Agus Ponda.
Ponda kemudian bertutur, Ganesha terbit awalnya tak lepas dari niat luhur PGRI Kabupa-ten Ciamis di bawah kepemimpinan H. Wawan Arifien. Waktu itu di awal tahun 2000-an PGRI Kabupaten Ciamis membutuhkan media untuk mempererat dan mendekatkan pengurus dan anggotanya. Kondisi tersebut tak lepas dari peran PGRI sebagai organisasi profesi dan juga organisasi perjuangan.
Perjuangan PGRI yang dimaksud harus dimak-nai positif. Konon sebelum tahun 2000-an, PGRI terus menyuarakan aspirasinya terkait berbagai masalah nasional. Salah satunya menuntut kesejah-teraan bagi para guru PNS dan pengakuan lebih manusiawi tentang profesi guru pada level nasional.
Tak aneh, zaman itu PGRI banyak turun ke jalan, baik di Ciamis maupun di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia.
“Inilah mungkin yang menjadi salah satu dasar dibutuhkannya media khusus milik PGRI. Yang jelas, waktu itu Pak Haji Wawan ingin membuat guru lebih tercerahkan ketika terhimpit berbagai masalah,” kata Ponda.
Berdirinya Ganesha juga konon tak lepas dari kecintaan H. Wawan Arifien pada dunia menulis. Potensi yang sebenarnya juga ada pada para guru yang tergabung dalam PGRI.
“Waktu itu Pak Haji sering menulis di media massa lokal. Bahkan sangat dekat dengan para jurnalis. Dari kedekatan itu timbulah keinginan untuk membuat media sendiri, made in PGRI,” kata Ponda. Ia masih ingat di tahun 2004 suatu malam H. Wawan dan beberapa jurnalis ngobrol di pinggir trotoar. Intinya akan lebih ideal kalau PGRI sebagai organisasi profesi terbesar di Ciamis, punya media cetak sendiri.
“Saya pernah menyarankan PGRI punya media sendiri. Minimal ada efektifitas dalam penyam-paian program dan kegiatan keorganisasian pada para anggota,” ujar seorang jurnalis lokal.
PGRI waktu itu sempat akan membuat suple-men khusus di sebuah media massa lokal, namun tak jadi. PGRI memilih membuat sendiri. Namun kendala SDM sempat menghadang. PGRI tak punya SDM yang khusus dalam hal pengelolaan media massa. Maka H. Wawan mengajak beberapa jurnalis untuk membantu PGRI mendirikan media cetak.
“Dari situ, kita presentasi di hadapan para pengurus PGRI di Wisma Guru. Mereka setuju, dan akhirnya dimulailah proses pendirian tabloid ini dan Pak Haji Wawan memberinya nama Tabloid Ganesha,” kenang Ponda.
Tak Mudah
Membuat media cetak ternyata tak mudah. Saat itu diputuskan kantor redaksi Ganesha di sebuah aula di lantai 2 Wisma Guru. Komputer pun cuma ada satu unit, Pentium 2 dengan harddisk terbatas. Personil wartawan hanya beberapa orang.
“Waktu itu kita kompak, ada saya, Kang Nana, Deni, Andri, Wawan Iswandi, Yuda, itu personil awal ditambah dewan redaksi dari PGRI,” kata Ponda. Namun, mereka masih terbatas dalam hal layout media. “Kita masih belajar. Kalau bikin berita sudah cukup pengalaman, tapi kalau layout masih meraba-raba,” tambah Ponda.
Bukan hanya itu karena bentuknya tabloid, survey pun dilakukan ke beberapa percetakan di Bandung dan Cirebon menyangkut harga dan tek-nis. Hingga akhirnya cetakan pertama dilakukan di Granesia (Pikiran Rakyat Bandung).
“Cetak edisi-edisi awal, repot sekali. Kita bawa CPU ke Granesia Bandung, bongkar harddisk. Nginep di mushola,” ujar Ponda. Ia menceritakan betapa besarnya peran para pengurus dan aktivis PGRI pada saat pendirian Ganesha. Setiap kali nyetak, mereka mengantar dengan membawa kendaraan sendiri, harus menunggu cetak, nginep, penuh perjuangan.
“Pak Said Kelana, Pak Asep Saeful Rahmat, Pak Mastur (KUPTD Cimaragas), Pak Epi Rus-wandi, rela nungguin proses cetak atau setting,” kata Yuda, bagian layout Ganesha. Dan kelelahan itu sirna ketika selesai cetak edisi pertama.
“Kalau di redaksi yang paling sering nemanin kita itu Pak H. Lili, (almarhum) Pak Asep Suherman. Sering ngelembur. Kompak, di mana ada Pak Lili, di situ ada Pak Asep,” ujar kru redaksi lainnya. “Sering pula ada Pak Gandar Herdiana,” tambahnya.
Kepemimpinan Ganesha juga beberapa kali berganti. Nama-nama seperti Drs. H. Gandar Herdiana, Drs. Lili Suherli, Asep Saeful Rahmat, S.IP., M.Si., (alm) M.R. Subekti, Drs. Didi Rus-wendi, Dr. Gumilar, hingga Edi Rusyana Noer pernah memegang posisi strategis di perusahaan dan keredaksian Ganesha.
Sementara menyikapi perkembangan Ganesha, “Di antara bis kota dilarang saling mendahului, tapi kalau ‘boyot’ yaah disiap saja...,” ujar Neng Ayu Berliani. Ini merupakan keniscayaan pers-pektif kompetitif yang sehat dan dinamis.
Terbit Mingguan
Setelah kepengurusan PGRI berganti dari H. Wawan Arifien ke H. Tatang, diputuskan Ganesha harus terbit seminggu sekali. Awalnya cukup ragu. Sebab personil redaksi dan wartawan Ganesha sangat terbatas. Idealnya, sebuah media massa untuk terbit mingguan harus punya personil puluhan orang. Tapi setelah dicoba hanya dengan beberapa jurnalis dan redaksi, Ganesha bisa hadir mingguan.
Eksistensi Ganesha juga tak lepas dari kebijakan pengurus baru PGRI. “Ganesha itu aset yang besar, Tak ada alasan untuk tidak dilanjutkan, meskipun pengurus PGRI berganti-ganti,” ujar Edi Rusyana Noer, salah seorang Pengurus PGRI Kabupaten Ciamis suatu hari.
Ketua PGRI Kabupaten Ciamis H. Tatang pun menghendaki Tabloid Ganesha harus terus terbit. “Ganesha itu salah satu aset warisan yang besar dari Kepengurusan PGRI di bawah pimpinan Pak Haji Wawan. Masak kita tak melanjutkannya?” kata H. Tatang pada Ganesha.
Kini Ganesha menjadi satu-satunya media pendidikan milik PGRI sebuah kabupaten di Priangan Timur. Ganesha juga menjadi satu-satunya tabloid media cetak lokal yang terbit rutin mingguan di Kabupaten Ciamis.
“Kita hadir bukan pesaing bagi media massa lain, tapi Ganesha juga ingin sejajar dengan media lainnya,” kata Edi Rusyana, Pimpinan Umum Ganesha. Edi juga berharap pada usianya yang ke tujuh tahun Ganesha makin berkualitas dan memberi nilai plus bagi pembacanya, terutama para insan pendidikan.
“Kita tak ingin terlena karena sanjungan, kita juga butuh masukan dan kritik dari pembaca. Semuanya demi kemajuan bersama, baik Ganesha, PGRI, maupun dunia pendidikan,” tutup Edi.
(Tim Ganesha)
………………………………..
Hingga 2011 ini Tabloid Ganesha boleh jadi merupakan satu-satunya media lokal berbentuk tabloid di Kabupaten Ciamis yang mampu mem-buat gebrakan dengan terbit rutin seminggu sekali. Artinya, dalam sebulan media ini hadir selama empat kali, bahkan pada bulan-bulan yang ming-gunya ada lima kali, Ganesha pun terbit lima kali.
“Dulu kita terbit dwimingguan, tapi kewalahan. Lalu terbit bulanan. Dan sekarang bisa mingguan, tadinya seperti mimpi. Kalau mau, ternyata Alhamdulillah kita bisa,” kata Pemred Ganesha, Agus Ponda.
Ponda kemudian bertutur, Ganesha terbit awalnya tak lepas dari niat luhur PGRI Kabupa-ten Ciamis di bawah kepemimpinan H. Wawan Arifien. Waktu itu di awal tahun 2000-an PGRI Kabupaten Ciamis membutuhkan media untuk mempererat dan mendekatkan pengurus dan anggotanya. Kondisi tersebut tak lepas dari peran PGRI sebagai organisasi profesi dan juga organisasi perjuangan.
Perjuangan PGRI yang dimaksud harus dimak-nai positif. Konon sebelum tahun 2000-an, PGRI terus menyuarakan aspirasinya terkait berbagai masalah nasional. Salah satunya menuntut kesejah-teraan bagi para guru PNS dan pengakuan lebih manusiawi tentang profesi guru pada level nasional.
Tak aneh, zaman itu PGRI banyak turun ke jalan, baik di Ciamis maupun di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia.
“Inilah mungkin yang menjadi salah satu dasar dibutuhkannya media khusus milik PGRI. Yang jelas, waktu itu Pak Haji Wawan ingin membuat guru lebih tercerahkan ketika terhimpit berbagai masalah,” kata Ponda.
Berdirinya Ganesha juga konon tak lepas dari kecintaan H. Wawan Arifien pada dunia menulis. Potensi yang sebenarnya juga ada pada para guru yang tergabung dalam PGRI.
“Waktu itu Pak Haji sering menulis di media massa lokal. Bahkan sangat dekat dengan para jurnalis. Dari kedekatan itu timbulah keinginan untuk membuat media sendiri, made in PGRI,” kata Ponda. Ia masih ingat di tahun 2004 suatu malam H. Wawan dan beberapa jurnalis ngobrol di pinggir trotoar. Intinya akan lebih ideal kalau PGRI sebagai organisasi profesi terbesar di Ciamis, punya media cetak sendiri.
“Saya pernah menyarankan PGRI punya media sendiri. Minimal ada efektifitas dalam penyam-paian program dan kegiatan keorganisasian pada para anggota,” ujar seorang jurnalis lokal.
PGRI waktu itu sempat akan membuat suple-men khusus di sebuah media massa lokal, namun tak jadi. PGRI memilih membuat sendiri. Namun kendala SDM sempat menghadang. PGRI tak punya SDM yang khusus dalam hal pengelolaan media massa. Maka H. Wawan mengajak beberapa jurnalis untuk membantu PGRI mendirikan media cetak.
“Dari situ, kita presentasi di hadapan para pengurus PGRI di Wisma Guru. Mereka setuju, dan akhirnya dimulailah proses pendirian tabloid ini dan Pak Haji Wawan memberinya nama Tabloid Ganesha,” kenang Ponda.
Tak Mudah
Membuat media cetak ternyata tak mudah. Saat itu diputuskan kantor redaksi Ganesha di sebuah aula di lantai 2 Wisma Guru. Komputer pun cuma ada satu unit, Pentium 2 dengan harddisk terbatas. Personil wartawan hanya beberapa orang.
“Waktu itu kita kompak, ada saya, Kang Nana, Deni, Andri, Wawan Iswandi, Yuda, itu personil awal ditambah dewan redaksi dari PGRI,” kata Ponda. Namun, mereka masih terbatas dalam hal layout media. “Kita masih belajar. Kalau bikin berita sudah cukup pengalaman, tapi kalau layout masih meraba-raba,” tambah Ponda.
Bukan hanya itu karena bentuknya tabloid, survey pun dilakukan ke beberapa percetakan di Bandung dan Cirebon menyangkut harga dan tek-nis. Hingga akhirnya cetakan pertama dilakukan di Granesia (Pikiran Rakyat Bandung).
“Cetak edisi-edisi awal, repot sekali. Kita bawa CPU ke Granesia Bandung, bongkar harddisk. Nginep di mushola,” ujar Ponda. Ia menceritakan betapa besarnya peran para pengurus dan aktivis PGRI pada saat pendirian Ganesha. Setiap kali nyetak, mereka mengantar dengan membawa kendaraan sendiri, harus menunggu cetak, nginep, penuh perjuangan.
“Pak Said Kelana, Pak Asep Saeful Rahmat, Pak Mastur (KUPTD Cimaragas), Pak Epi Rus-wandi, rela nungguin proses cetak atau setting,” kata Yuda, bagian layout Ganesha. Dan kelelahan itu sirna ketika selesai cetak edisi pertama.
“Kalau di redaksi yang paling sering nemanin kita itu Pak H. Lili, (almarhum) Pak Asep Suherman. Sering ngelembur. Kompak, di mana ada Pak Lili, di situ ada Pak Asep,” ujar kru redaksi lainnya. “Sering pula ada Pak Gandar Herdiana,” tambahnya.
Kepemimpinan Ganesha juga beberapa kali berganti. Nama-nama seperti Drs. H. Gandar Herdiana, Drs. Lili Suherli, Asep Saeful Rahmat, S.IP., M.Si., (alm) M.R. Subekti, Drs. Didi Rus-wendi, Dr. Gumilar, hingga Edi Rusyana Noer pernah memegang posisi strategis di perusahaan dan keredaksian Ganesha.
Sementara menyikapi perkembangan Ganesha, “Di antara bis kota dilarang saling mendahului, tapi kalau ‘boyot’ yaah disiap saja...,” ujar Neng Ayu Berliani. Ini merupakan keniscayaan pers-pektif kompetitif yang sehat dan dinamis.
Terbit Mingguan
Setelah kepengurusan PGRI berganti dari H. Wawan Arifien ke H. Tatang, diputuskan Ganesha harus terbit seminggu sekali. Awalnya cukup ragu. Sebab personil redaksi dan wartawan Ganesha sangat terbatas. Idealnya, sebuah media massa untuk terbit mingguan harus punya personil puluhan orang. Tapi setelah dicoba hanya dengan beberapa jurnalis dan redaksi, Ganesha bisa hadir mingguan.
Eksistensi Ganesha juga tak lepas dari kebijakan pengurus baru PGRI. “Ganesha itu aset yang besar, Tak ada alasan untuk tidak dilanjutkan, meskipun pengurus PGRI berganti-ganti,” ujar Edi Rusyana Noer, salah seorang Pengurus PGRI Kabupaten Ciamis suatu hari.
Ketua PGRI Kabupaten Ciamis H. Tatang pun menghendaki Tabloid Ganesha harus terus terbit. “Ganesha itu salah satu aset warisan yang besar dari Kepengurusan PGRI di bawah pimpinan Pak Haji Wawan. Masak kita tak melanjutkannya?” kata H. Tatang pada Ganesha.
Kini Ganesha menjadi satu-satunya media pendidikan milik PGRI sebuah kabupaten di Priangan Timur. Ganesha juga menjadi satu-satunya tabloid media cetak lokal yang terbit rutin mingguan di Kabupaten Ciamis.
“Kita hadir bukan pesaing bagi media massa lain, tapi Ganesha juga ingin sejajar dengan media lainnya,” kata Edi Rusyana, Pimpinan Umum Ganesha. Edi juga berharap pada usianya yang ke tujuh tahun Ganesha makin berkualitas dan memberi nilai plus bagi pembacanya, terutama para insan pendidikan.
“Kita tak ingin terlena karena sanjungan, kita juga butuh masukan dan kritik dari pembaca. Semuanya demi kemajuan bersama, baik Ganesha, PGRI, maupun dunia pendidikan,” tutup Edi.
(Tim Ganesha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar