Hari itu anak-anak kelas 3, 4, 5, dan 6 SD Padaringan 2 Purwadadi Ciamis menjelajah ke Pasir Cabe sebuah tempat di Desa Sukamukti Kotif Banjar. Mereka dipimpin Dede Suryana, S.Pd., guru sekolah tersebut.
“Kegiatan ini dilakukan setiap empat tahun sekali untuk lebih mengenalkan anak pada kondisi alam bebas”, jelas Dede.
Ternyata bukan hanya itu. Konon para siswa tersebut sengaja diajak sang guru untuk melihat batu-batu bersejarah di gunung atau ‘pasir’ tersebut.
“Saya sebenarnya menemukan batu-batu bersejarah sejak saya kecil dan sekarang akan ditunjukkan kepada anak-anak,” ujar Dede.
Ganesha pun terkejut. Untuk membuktian kebenaran penemuan itu Dede ditemani Wawan mengajak Ganesha.
Kami pun melakukan penjelajahan menuju puncak gunung Pasir Cabe yang terletak di Kawasan Desa Sukamukti Banjar beberapa Km dari arah perkebunan Batulawang Banjar, Minggu, (23/1) Perjalanan menuju puncak gunung memerlukan waktu lebih kurang setengah jam pendakian yang ditempuh dengan berjalan kaki.
Di puncak gunung ter-nyata terdapat batu-batuan besar yang menandakan se-pertinya dahulu telah berdiri suatu bangunan kerajaan. Batu-batuan itu seperti tapak-tapak kaki dari bina-tang layaknya tapak kaki kerbau, harimau, juga tela-pak kaki manusia serta telapak tangan manusia. Namun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan batu-batuan besar tersebut. Warga masyarakat menganggap tempat tersebut biasa dan menjadikannya tempat peristirahatan un-tuk duduk-duduk atau terkadang membuat nasi liwet serta menginap di tempat itu.
Menurut Wawan, guru honorer MI Karang Malang dirinya sering bermain ke Pasir Cabe bersama teman-tamannya meng-gunakan motor trail. “Bahkan kami sering menginap di sana untuk menikmati alam sekitar,” ungkap Wawan.
Ada satu batuan yang belum pernah dilihat warga, batuan itu ditemukan oleh Dede di suatu tempat tersembunyi yang tidak terlewati oleh masyarakat pada umumnya. “Semula saya lewat ke jalan ini tidak sengaja, namun ketika mau menggali tanah tiba-tiba terasa keras dan ketika dibersihkan dari rerumputan yang menghalanginya, tampak sebuah guratan tangan sebentuk tulisan.” jelas Dede.
Ditemukan Sejak Bocah
Yang menarik, Dede mengaku menemu-kan batu-batu bersejarah tersebut sejak puluhan tahun yang lalu tepatnya ketika ia masih bocah. Kini setelah puluhan tahun berlalu ia masih ingat akan batu-batu yang dulu sempat ia “sembunyikan”.
Ketika hal itu dikonfirmasikan kepada sesepuh Gunung Pasir Cabe, Sunaryo, bahwa memang di Gunung Pasir Cabe tersebut dulunya adalah tempat bermain Prabu Kian Santang. Batuan itu merupakan guratan atau tulisan Prabu Kian Santang sewaktu belajar menulis bahasa Arab yang baru masuk Islam.”Dulu Prabu Kian Santang belajar menulis bahasa Arab di bebatuan dan berkelana dari tempat yang satu ke tempat lain seperti di Ciung Wanara dan Batu Tulis Bogor sampai saat ini masih ada jejaknya.” Ungkap Sunaryo.
Lebih jauh Sunaryo juga mengatakan bahkan Gunung Sangkur yang berdampingan dengan Gunung Pasir Cabe pun mempunyai seja-rah tersendiri tentang Sang-kuriang dan Dayang Sumbi.
Sampai saat ini menurut penduduk sekitar, setiap malam Rabu Kliwon sering terdengar alunan gamelan degung yang berasal dari puncak Gunung Cabe. Namun hal ini tidak dirasakan sebagai suatu keangkeran karena warga sekitar sudah terbiasa mendengar alunan degung tersebut. Warga juga mempunyai keyakinan ada dua kehidupan di dunia ini yaitu alam nyata dan alam gaib yang penting tidak saling mengganggu. (emas/ganesha)
“Kegiatan ini dilakukan setiap empat tahun sekali untuk lebih mengenalkan anak pada kondisi alam bebas”, jelas Dede.
Ternyata bukan hanya itu. Konon para siswa tersebut sengaja diajak sang guru untuk melihat batu-batu bersejarah di gunung atau ‘pasir’ tersebut.
“Saya sebenarnya menemukan batu-batu bersejarah sejak saya kecil dan sekarang akan ditunjukkan kepada anak-anak,” ujar Dede.
Ganesha pun terkejut. Untuk membuktian kebenaran penemuan itu Dede ditemani Wawan mengajak Ganesha.
Kami pun melakukan penjelajahan menuju puncak gunung Pasir Cabe yang terletak di Kawasan Desa Sukamukti Banjar beberapa Km dari arah perkebunan Batulawang Banjar, Minggu, (23/1) Perjalanan menuju puncak gunung memerlukan waktu lebih kurang setengah jam pendakian yang ditempuh dengan berjalan kaki.
Di puncak gunung ter-nyata terdapat batu-batuan besar yang menandakan se-pertinya dahulu telah berdiri suatu bangunan kerajaan. Batu-batuan itu seperti tapak-tapak kaki dari bina-tang layaknya tapak kaki kerbau, harimau, juga tela-pak kaki manusia serta telapak tangan manusia. Namun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan batu-batuan besar tersebut. Warga masyarakat menganggap tempat tersebut biasa dan menjadikannya tempat peristirahatan un-tuk duduk-duduk atau terkadang membuat nasi liwet serta menginap di tempat itu.
Menurut Wawan, guru honorer MI Karang Malang dirinya sering bermain ke Pasir Cabe bersama teman-tamannya meng-gunakan motor trail. “Bahkan kami sering menginap di sana untuk menikmati alam sekitar,” ungkap Wawan.
Ada satu batuan yang belum pernah dilihat warga, batuan itu ditemukan oleh Dede di suatu tempat tersembunyi yang tidak terlewati oleh masyarakat pada umumnya. “Semula saya lewat ke jalan ini tidak sengaja, namun ketika mau menggali tanah tiba-tiba terasa keras dan ketika dibersihkan dari rerumputan yang menghalanginya, tampak sebuah guratan tangan sebentuk tulisan.” jelas Dede.
Ditemukan Sejak Bocah
Yang menarik, Dede mengaku menemu-kan batu-batu bersejarah tersebut sejak puluhan tahun yang lalu tepatnya ketika ia masih bocah. Kini setelah puluhan tahun berlalu ia masih ingat akan batu-batu yang dulu sempat ia “sembunyikan”.
Ketika hal itu dikonfirmasikan kepada sesepuh Gunung Pasir Cabe, Sunaryo, bahwa memang di Gunung Pasir Cabe tersebut dulunya adalah tempat bermain Prabu Kian Santang. Batuan itu merupakan guratan atau tulisan Prabu Kian Santang sewaktu belajar menulis bahasa Arab yang baru masuk Islam.”Dulu Prabu Kian Santang belajar menulis bahasa Arab di bebatuan dan berkelana dari tempat yang satu ke tempat lain seperti di Ciung Wanara dan Batu Tulis Bogor sampai saat ini masih ada jejaknya.” Ungkap Sunaryo.
Lebih jauh Sunaryo juga mengatakan bahkan Gunung Sangkur yang berdampingan dengan Gunung Pasir Cabe pun mempunyai seja-rah tersendiri tentang Sang-kuriang dan Dayang Sumbi.
Sampai saat ini menurut penduduk sekitar, setiap malam Rabu Kliwon sering terdengar alunan gamelan degung yang berasal dari puncak Gunung Cabe. Namun hal ini tidak dirasakan sebagai suatu keangkeran karena warga sekitar sudah terbiasa mendengar alunan degung tersebut. Warga juga mempunyai keyakinan ada dua kehidupan di dunia ini yaitu alam nyata dan alam gaib yang penting tidak saling mengganggu. (emas/ganesha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar