Kesejahteraan Makin Baik
Sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, yang kemudian lebih dimantapkan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
..................................................
Sejak tahun 1994 secara nasional telah dilaksanakan 16 (enam belas) kali peringatan Hari Guru Nasional. Karenanya Penyelenggaraan peringatan menjadi tanggung jawab antara pemerintah, pemerintah daerah dan PGRI bersama masyarakat. Kepanitiaan dibentuk bersama antara unsur pemerintah, pemerintah daerah dan PGRI, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Tahun 2010 ini, peringati Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-65 memilih tema “Memacu Peran Strategis Guru dalam Mewujudkan Guru yang Profesional, Bermartabat, dan Sejahtera.” Tema tersebut lebih spesipik lagi yakni Meningkatkan Profesionalisme, Kesejahteraan, dan Perlindungan Guru melalui Organisasi Profesi Guru yang Kuat dan Bermartabat.
Di tengah berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru, mencetak guru profesional, sejahtera, bermartabat dan terlindungi, pada peringatan Hari Guru Nasional dan ulang tahun PGRI yang ke 65 pada 25 November 2010 ini berbagai persoalan guru tetap mengemuka terutama masalah profesionalisme dan banyaknya pemerintah kabupaten kota yang belum melaksanakan pasal 13 UU Guru dan Dosen.
Walau tema peringatan Hari Guru dan HUT PGRI tiap tahun selalu berubah, Ketua PB PGRI Dr. Sulistyo, mengingatkan para guru agar melakukan introspeksi. "Apakah tugas profesionalisme yang selama ini dilakukan sudah berjalan dengan baik? ini sangat urgen karena peran strategis guru ini sangat penting untuk meningkatkan mutu pendidikan," tegas Sulistyo.
Menurut dia, PGRI sudah melakukan penelitian dari 28 provinsi mengenai profesionalisme guru. Ternyata profesionalisme guru harus mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak karena hasilnya belum seperti yang diharapkan. Padahal tidak pernah ada pendidikan yang bermutu kalau guru tidak bermutu.
Dalam mewujudkan guru professional, kata Sulistiyo, merupakan tangung jawab bersama PGRI mendorong guru menjadi profesional dan konsekuensinya pemerintah agar memberikan tambahan kesejahteraan antara lain guru yang sudah mendapatkan sertifikat akan mendapatkan satu kali gaji pokok.Pihaknya menghargai kerja keras pemerintah merampungkan sejumlah persoalan bidang pendidikan, termasuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah.
berdemonstrasi ke Pemerintah Pusat dan DPR-RI. Ketua PGRI, Sulistyo meminta bukan hanya pemerintah pusat yang harus memperhatikan nasib guru, PB-PGRI ingin Pemerintah daerah pun berjuang untuk meningkatkan derajat guru, termasuk guru non PNS. Guru pun bukan hanya menuntut, tapi diminta introspeksi diri.
Kendala Kebijakan Daerah
Antara harapan dan kenyataan memang berbeda. Sulistiyo mengatakan profesionalisme guru terkendala kebijakan di kabupaten/kota terkait otonomi daerah. Banyak Pemda yang mengangkat birokrat di dunia pendidikan tidak memiliki kom-petensi di bidang pendidikan sehingga ke-bijakan yang dikeluarkan tidak memihak guru.
"Banyak yang hanya jadi tim sukses bupati atau walikota diangkat jadi Kepala Dinas Pendidikan. Kalau memang kompetensinya bagus, saya hormat. Tetapi, kebanyakan bermasalah. Yang terjadi, selama lima tahun kepengurusannya, problem pendidikan masih jauh dari harapan." ujarnya.
Ia mencontohkan ada kabupaten kota yang mempunyai guru sekitar 5.000 misalnya, dalam satu tahun hanya baru sekitar 500 guru yang ditatar. Oleh karena itu pihaknya berharap bisa dirumuskan bersama anggaran Depdiknas dengan PGRI. Pemda perlu didorong untuk meningkatkan kualitas guru, tapi di sisi lain pihaknya meminta agar para untuk melakukan perubahan kinerja.
"Ini serius kalau tidak mau berubah kinerja gurunya maka walaupun kurikulum dan perangkat pendidikan diubah , proses pembelajaran tidak akan pernah berubah di dalam kelas. PGRI juga mencatat banyak guru yang belum pegawai negeri."
Bagi guru yang berstatus pegawai negeri sekarang penghasilannya sudah cukup bagus apalagi dengan tunjangan profesi sehingga tidak ada yang penghasilannya kurang dari Rp 4 juta bahkan di atas Rp 5 juta. Namun sebaliknya dengan nasib guru honor, guru wiyata bakti dan guru tidak tetap.
"Saya ingin kembali menggugah para pengambil kebijakan terutama kabupaten kota karena guru kan sudah diotonomikan bersamaan dengan pendidikan. Agar tersentuh, perlu ada anggaran untuk mereka karena guru banyak yang memperoleh honor sekitar Rp 200.000 dan diambilkan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Padahal mereka ada yang kerja penuh dari Senin sampai Sabtu."
Seharusnya, kata Sulistiyo, ada peraturan pemerintah dan sistem yang mengatur rekrutmen guru honor, guru wiyata bakti dan, guru tidak tetap sehingga gaji minimal dan pembinaan karirnya juga. Kemudian perlindungan hukumnya termasuk jaminan hari tua karena nampaknya tidak mungkin seluruh guru honor wiyata bakti diangkat menjadi pegawai negeri.
"Sekarang itu banyak guru yang digaji, sudah mengabdi puluhan tahun, honornya di bawah UMR buruh pabrik yang hanya lulusan SD atau SMP. Dalam hal anggaran pendidikan PGRI berharap agar Menteri Keuangan membuat pedoman agar aliran dana dari pusat sampai ke daerah bagus," katanya. Tambahnya, PGRI pun ingin Pemda berjuang juga untuk meningkatkan derajat guru.
Ia juga menyayangkan sumber pembiayaan operasional sekolah yang hanya tertumpu pada BOS. Terlebih jadwal pencairan dana BOS terkadang tidak pas dengan kalender pendidikan.
“Misalnya dana ini keluarnya bulan Maret sehingga menyulitkan guru dan kepala sekolah.” kata Sulistyo.
Teladani Perjuangan Masa Lalu
PGRI yang dikenal di dunia internasional dengan sebutan Teacher Association of The Republik of Indonesia" didirikan pada 25 November 1945 dalam Kongres Guru Indonesia di Surakarta Jawa Tengah.
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Depdiknas, Baedhowi, mengatakan perjuangan guru dimulai sejak 1945 hanya 100 hari setelah kemerdekaan RI. Para guru itu berjuang bagaimana untuk mengisi kemerdekaan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada 25 November, 100 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan itulah terbentuk suatu wadah yang bernama Persatuan Guru Republik Indonesia. Mereka berupaya begaimana bangsa ini kedepan menjadi bangsa yang maju cerdas dan sejahtera.
"Makna hari ulang tahun PGRI ini supaya mengingatkan perjuangan masa lalu dan bagaimana kita melaksanakan program pada masa kini untuk menjadi lebih maju lagi. Untuk melaksanakan pendidikan ini tidak hanya oleh pemerintah saja tapi juga oleh pemerinta daerah oleh masyarakat yang bersinergi dengan baik sehingga ke depan pendidikan bermutu itu bisa terwujud secara nyata," kata Baedhowi.
(gns/dr brbagai smbr)
Sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, yang kemudian lebih dimantapkan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
..................................................
Sejak tahun 1994 secara nasional telah dilaksanakan 16 (enam belas) kali peringatan Hari Guru Nasional. Karenanya Penyelenggaraan peringatan menjadi tanggung jawab antara pemerintah, pemerintah daerah dan PGRI bersama masyarakat. Kepanitiaan dibentuk bersama antara unsur pemerintah, pemerintah daerah dan PGRI, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Tahun 2010 ini, peringati Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-65 memilih tema “Memacu Peran Strategis Guru dalam Mewujudkan Guru yang Profesional, Bermartabat, dan Sejahtera.” Tema tersebut lebih spesipik lagi yakni Meningkatkan Profesionalisme, Kesejahteraan, dan Perlindungan Guru melalui Organisasi Profesi Guru yang Kuat dan Bermartabat.
Di tengah berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru, mencetak guru profesional, sejahtera, bermartabat dan terlindungi, pada peringatan Hari Guru Nasional dan ulang tahun PGRI yang ke 65 pada 25 November 2010 ini berbagai persoalan guru tetap mengemuka terutama masalah profesionalisme dan banyaknya pemerintah kabupaten kota yang belum melaksanakan pasal 13 UU Guru dan Dosen.
Walau tema peringatan Hari Guru dan HUT PGRI tiap tahun selalu berubah, Ketua PB PGRI Dr. Sulistyo, mengingatkan para guru agar melakukan introspeksi. "Apakah tugas profesionalisme yang selama ini dilakukan sudah berjalan dengan baik? ini sangat urgen karena peran strategis guru ini sangat penting untuk meningkatkan mutu pendidikan," tegas Sulistyo.
Menurut dia, PGRI sudah melakukan penelitian dari 28 provinsi mengenai profesionalisme guru. Ternyata profesionalisme guru harus mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak karena hasilnya belum seperti yang diharapkan. Padahal tidak pernah ada pendidikan yang bermutu kalau guru tidak bermutu.
Dalam mewujudkan guru professional, kata Sulistiyo, merupakan tangung jawab bersama PGRI mendorong guru menjadi profesional dan konsekuensinya pemerintah agar memberikan tambahan kesejahteraan antara lain guru yang sudah mendapatkan sertifikat akan mendapatkan satu kali gaji pokok.Pihaknya menghargai kerja keras pemerintah merampungkan sejumlah persoalan bidang pendidikan, termasuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah.
berdemonstrasi ke Pemerintah Pusat dan DPR-RI. Ketua PGRI, Sulistyo meminta bukan hanya pemerintah pusat yang harus memperhatikan nasib guru, PB-PGRI ingin Pemerintah daerah pun berjuang untuk meningkatkan derajat guru, termasuk guru non PNS. Guru pun bukan hanya menuntut, tapi diminta introspeksi diri.
Kendala Kebijakan Daerah
Antara harapan dan kenyataan memang berbeda. Sulistiyo mengatakan profesionalisme guru terkendala kebijakan di kabupaten/kota terkait otonomi daerah. Banyak Pemda yang mengangkat birokrat di dunia pendidikan tidak memiliki kom-petensi di bidang pendidikan sehingga ke-bijakan yang dikeluarkan tidak memihak guru.
"Banyak yang hanya jadi tim sukses bupati atau walikota diangkat jadi Kepala Dinas Pendidikan. Kalau memang kompetensinya bagus, saya hormat. Tetapi, kebanyakan bermasalah. Yang terjadi, selama lima tahun kepengurusannya, problem pendidikan masih jauh dari harapan." ujarnya.
Ia mencontohkan ada kabupaten kota yang mempunyai guru sekitar 5.000 misalnya, dalam satu tahun hanya baru sekitar 500 guru yang ditatar. Oleh karena itu pihaknya berharap bisa dirumuskan bersama anggaran Depdiknas dengan PGRI. Pemda perlu didorong untuk meningkatkan kualitas guru, tapi di sisi lain pihaknya meminta agar para untuk melakukan perubahan kinerja.
"Ini serius kalau tidak mau berubah kinerja gurunya maka walaupun kurikulum dan perangkat pendidikan diubah , proses pembelajaran tidak akan pernah berubah di dalam kelas. PGRI juga mencatat banyak guru yang belum pegawai negeri."
Bagi guru yang berstatus pegawai negeri sekarang penghasilannya sudah cukup bagus apalagi dengan tunjangan profesi sehingga tidak ada yang penghasilannya kurang dari Rp 4 juta bahkan di atas Rp 5 juta. Namun sebaliknya dengan nasib guru honor, guru wiyata bakti dan guru tidak tetap.
"Saya ingin kembali menggugah para pengambil kebijakan terutama kabupaten kota karena guru kan sudah diotonomikan bersamaan dengan pendidikan. Agar tersentuh, perlu ada anggaran untuk mereka karena guru banyak yang memperoleh honor sekitar Rp 200.000 dan diambilkan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Padahal mereka ada yang kerja penuh dari Senin sampai Sabtu."
Seharusnya, kata Sulistiyo, ada peraturan pemerintah dan sistem yang mengatur rekrutmen guru honor, guru wiyata bakti dan, guru tidak tetap sehingga gaji minimal dan pembinaan karirnya juga. Kemudian perlindungan hukumnya termasuk jaminan hari tua karena nampaknya tidak mungkin seluruh guru honor wiyata bakti diangkat menjadi pegawai negeri.
"Sekarang itu banyak guru yang digaji, sudah mengabdi puluhan tahun, honornya di bawah UMR buruh pabrik yang hanya lulusan SD atau SMP. Dalam hal anggaran pendidikan PGRI berharap agar Menteri Keuangan membuat pedoman agar aliran dana dari pusat sampai ke daerah bagus," katanya. Tambahnya, PGRI pun ingin Pemda berjuang juga untuk meningkatkan derajat guru.
Ia juga menyayangkan sumber pembiayaan operasional sekolah yang hanya tertumpu pada BOS. Terlebih jadwal pencairan dana BOS terkadang tidak pas dengan kalender pendidikan.
“Misalnya dana ini keluarnya bulan Maret sehingga menyulitkan guru dan kepala sekolah.” kata Sulistyo.
Teladani Perjuangan Masa Lalu
PGRI yang dikenal di dunia internasional dengan sebutan Teacher Association of The Republik of Indonesia" didirikan pada 25 November 1945 dalam Kongres Guru Indonesia di Surakarta Jawa Tengah.
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Depdiknas, Baedhowi, mengatakan perjuangan guru dimulai sejak 1945 hanya 100 hari setelah kemerdekaan RI. Para guru itu berjuang bagaimana untuk mengisi kemerdekaan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada 25 November, 100 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan itulah terbentuk suatu wadah yang bernama Persatuan Guru Republik Indonesia. Mereka berupaya begaimana bangsa ini kedepan menjadi bangsa yang maju cerdas dan sejahtera.
"Makna hari ulang tahun PGRI ini supaya mengingatkan perjuangan masa lalu dan bagaimana kita melaksanakan program pada masa kini untuk menjadi lebih maju lagi. Untuk melaksanakan pendidikan ini tidak hanya oleh pemerintah saja tapi juga oleh pemerinta daerah oleh masyarakat yang bersinergi dengan baik sehingga ke depan pendidikan bermutu itu bisa terwujud secara nyata," kata Baedhowi.
(gns/dr brbagai smbr)