Bukan rahasia lagi, di Indonesia, minat baca guru sangat rendah. Padahal aktivitas pokok guru adalah membaca, mencari dan mentransfer ilmu. Kenyataannya setiap hari, guru sudah merasa cukup dengan membaca satu bab saja materi ajar saat berada di kelas. Itu pun harus dilakukan karena di depannya ada para murid. Kalau tidak, ya tidak ‘membaca’ seharian. Anehkan?
…………………………………………….
Dalam makna enteng, membaca adalah sebuah kata kerja yang menyatakan keadaan subjek yang sedang merekam data tahap demi tahap, menandai atau mengenali huruf per huruf untuk dirangkai menjadi kata dan selanjutnya menjadi sebuah kalimat. Maka membaca dalam hal ini berarti aktivitas mata, hati dan pikiran ketika ‘memergoki’ sebuah tulisan.Mau tak mau Anda harus memaknai susunan hurup atau kata di depan mata dengan cara mengucapkannya atau cukup di dalam hati.
Namun dalam makna luas membaca salah satunya berarti aktivitas seseorang untuk mencari, menggali, menemukan informasi atau ilmu dari bahan bacaan.
Bagi guru membaca berarti kegiatan dalam rangka memperoleh informasi, pengetahuan atau kualifikasi tertentu, baik yang berkorelasi langsung dengan materi ajar maupun tidak.Atau bisa juga hanya sebagai compensatory reading, yakni kegiatan membaca untuk kepuasaan pribadi atau dikenal dengan membaca bersifat rekreasi (hiburan). Namun intinya Anda memperoleh informasi, hal-hal baru atau terbarukan, menambah pengetahuan atau petunjuk dari apa yang dibaca.
Dalam hal ini baik dengan tujuan meningkatkan profesionalisme keguruan maupun hanya semata hiburan, minat baca guru sangat rendah. Padahal kata Andrie Wongso, membaca adalah sebuah aktivitas pengembangan diri (self improvement). Dengan membaca apapun jenis bukunya minimal ada satu pelajaran, satu pengetahuan, dan satu solusi atau manfaat di dalamnya
Jika guru tak mau membaca, atau jauh dari kegiatan membaca, apakah membaca buku, jurnal, membaca media massa cetak (koran, majalah, taboid) atau media online (internet), maka ia sebenarnya ‘tidak mau’ menambah ilmu, pengetahuan, tidak mau mendapat solusi, tak mau mendapat hal-hal yang bermanfaat buat dirinya apalagi buat orang lain (murid misalnya).
Jadi kegiatan membaca sesungguhnya adalah kegiatan yang dikategorikan sebagai kegiatan orang-orang cerdas.Ia tahu dan merasakan manfaat dari kegiatannya, sedangkan mereka yang tak suka membaca, sesungguhnya itu pilihan yang ‘kurang cerdas.’’ Yang membuatnya juga kurang cerdas mengkaitkan hal yang bersifat teoritis (dari bacaan) dengan kehidupan nyata.
Pengalaman juga mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu, namun bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari google di internet. Bila ada siswa yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para siswanya dengan cepat dan benar.
Guru-guru tentu tak ingin dikategorikan sebagai kelompok professional yang justru ‘kurang cerdas.” Membaca jadi pilihan Anda untuk lebih cerdas, lebih pintar, lebih intelek dan lebih disegani rekan atau anak didik juga masyarakat. Dengan catatan ada makna positif dari hasil aktvitas membaca untuk diri dan orang lain.
Mulai saat ini jangan kasih tahu orang lain, bahwa Anda akan lebih baik dimulai dari kebiasaan membaca. Anda akan memperbaharui cara, gaya atau metode mengajar berkat manfaat membaca. Mulai hari ini Anda akan mengawali aktivitas di sekolah dengan lebih baik, lebih fresh karena info dari sebuah buku, tulisan di tabloid, koran atau majalah. Jadi mulai hari ini Anda harus dapat melawan kebiasaan malas membaca agar Anda diam diam jauh lebih baik dari guru lainnya. Oke?
(agus ponda/ganesha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar