Sebagai seorang guru, manakah yang anda inginkan disukai siswa, ditakuti siswa, atau malah dibenci siswa? Pilihan ada pada diri Anda sendiri. Namun yang jelas semua guru pasti ingin dirinya disukai anak didiknya. Bila Anda belum merasa disukai anak didik, lakukanlah beberapa hal agar disukai mereka. Dan bila Anda sudah merasa menajadi guru favorit, jangan lengah, sebab bisa saja tahun ini predikat Anda diganti guru lain.
.................................
Walaupun ada anggapan, guru ilmu-ilmu eksakta cenderung tidak disukai para siswa, sebenarnya suka tidaknya para siswa pada guru bukan semata karena materi yang diajarkan.Atau tingkat sulit mudahnya sebuah pelajaran. Buktinya ada juga guru matematika atau fisika yang justru disayang dan dielu-elukan siswanya.
Banyak asfek yang menjadi sebab siswa bisa menyukai gurunya, diantaranya penampilan, model pembelajarannya (akting di depan siswa), dan semacamnya. Lalu bagaimana kiat-kiatnya? Ini ada beberapa hal yang sudah dilakukan berdasarkan pengalaman dan pengamatan, semoga, Anda bisa melakukan dan mengambil pelajarannya. Berikut ini tips-nya :
Pertama, ingat, guru bukan penjual kecap atau obat. Tapi guru ibarat penjual obat, maka harus pandai-pandai “menarik perhatian” calon pembeli obat (siswa).
Penyampaian materi pelajaran sangat terkait kehebatan bahasa yang Anda gunakan. Hebat bukan berarti selalu memakai bahasa ‘tinggi’ tapi bahasa yang gampang dipahami siswa sesuai tingkatan umurnya.
Di kelas, usahakan tidak monoton memperbincangkan masalah materi, namun juga masalah di sekitar kita, juga selingi dengan guyonan yang positif agar siswa tidak merasa tertekan oleh sulitnya materi pelajaran. Ketika perhatian anak mulai menurun, selipkan ‘senjata’ ini agar suasana dapat terkendali. Tak apa-apa beberapa saat keluar dari materi pokok atau kelas diisi tawa siswa. Selanjutnya siswa kembali diajak menikmati ‘dagangan’ pelajaran.
Kedua, guru merupakan “aktor/aktris” yang harus tampil sebaik mungkin di depan kelas agar penonton senang dan selalu menunggu aksinya, dalam film diibaratkan bintangnya. Namun ingat jangan sampai Anda berlaku over acting. Ingat penampilan juga harus dijaga. Guru harus memberi contoh berpakaian yang sopan dan tepat dengan situasi.
Penilaian siswa terhadap guru memang kerap diidentikkan dengan aktris sinetron atau penyanyi. Ada guru yang ganteng kalem berkacamata, dimiripkan penyanyi Afgan. Ada guru cantik, mirip artis Syahrini disukai karena memang guru yang hebat.
Tapi ingat ganteng atau cantik ternyata juga tak menjamin guru disukai siswa. Buktinya ada juga siswa yang sebel dengan gaya guru seperti artis. Lalu ada pula siswa sekolah lanjutan yang blak-blakan mengaku tidak bisa konsentrasi bila diajar oleh guru cantik bak artis.
“Habis Bu Ida cantik banget, saya sampai ngacay lihatnya! Gimana mau konsen ke pelajaran?” begitu kata seorang siswa kaki-laki.
Ini bukan bohong. Siswa SLTP di Ciamis ada yang berkata begitu. Setiap diajar guru cantik, bawaannya bengong melulu. Dan ternyata ia punya alasan yang sepintas mengada-ngada tapi sebenarnya masuk akal. Anak SLTP/SLTA sedang berkembang, baik dari segi psikologis, maupun biologis.
Artinya hati-hati, mengajar anak SD beda dengan mengajar di tingkat SLTP/SLTA. Penampilan guru, dandanan, sikap dan gerak-gerik harus terjaga dengan baik.
Ketiga, guru ibarat pelawak, maka Anda harus pandai membuat suasana penonton senantiasa tertawa sumringah. Jika pelawak itu tidak tampil, maka penonton selalu menunggu-nunggu dan ingin sekali menyaksikan aksi kocaknya, tentunya dalam batas-batas kewajaran dan situasi yang sesuai.
Masalahnya, anda punya bakat melucu? Bila punya gunakan potensi itu. Bila tidak, jangan bilang susah melawak.
Banyak cara agar siswa tertawa atau tersenyum. Anda bisa mengoleksi kumpulan joke yang lucu-lucu tapi wajar. Hapalkan dan berikan pada siswa. Atau mengumpulkan pantun lucu, tebak-tebakan, SMS lucu dan sejenisnya. Internet, buku, dan koran bisa jadi referensi humor Anda.
Keempat, guru ibarat seorang ibu yang menggendong bayinya/anak kecil, kemanapun dan apa saja yang diminta, dimaui anak berusaha untuk memenuhinya. Mampu memahami keinginan anaknya, dan selalu menunjukkan rasa kasih sayangnya.
Jika ada siswa yang ramai, usil, dan suka membuat gaduh jangan dianggap anak itu nakal, anggap saja siswa tersebut “kelebihan energi”. Tinggal gurunya pandai-pandailah mengarahkan ke hal yang fokus/baik, yaitu KBM-nya, misalkan dengan meminta seluruh siswa memperhatikan “oknum” siswa tersebut. Dia pasti akan malu sendiri.
Janganlah cepat memarahi siwa kita dari pada memujinya. Jadi cepat-cepatlah dan seringlah memuji kita, baik dia mampu atau belum mampu mengerjakan soal. Jika belum mampu mengerjakan soal, cobalah kasih pertanyaan bimbingan (pertanyaan yang mengarah ke jawaban), sehingga siswa tidak merasa malu meskipun dia tahu jika belum bisa, tetapi justru yang diharapkan siswa yan belum bisa itu adalah bimbingan guru, bukan marahnya. hindari marah sebisa mungkin.
Jika terpaksa harus marah, segera meminta ma’af dan menjelaskan alasannya kenapa guru harus marah agar siswa lebih memahaminya.
Kenali gaya/model masing-masing anak dan jangan menyamaratakan. Cobalah sering memberi hadiah (baik itu verbal/pujian maupun nonverbal). Contoh nonverbal: menepuk pundak karena anak mampu menyelesaikan tugasnya.
Akan lebih bagus lagi guru sering memberi motivasi berupa benda meskipun kecil/murah harganya atau cash-money misalnya. Ini akan memotivasi anak dan meningkatkan antusias anak. Berilah hadiah tertentu kepada siswa yang mendapatkan nilai paling bagus, atau sesuai target guru yang ditetapkan sebelumnya.
Jika ada anak yang “bodoh” cobalah didekati, diajak curhat. Jangan melukai anggota badan siswa (ini prinsip), kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jika siswa kita pendiam semua, tak ada yang mau bertanya, cobalah teori berikut ini:
Seluruh siswa diminta latihan mengacungkan jari berkali-kali, ingat ini hanya latihan dan bukan bertanya. Tunjuklah salah satu siswa “pendiam” itu dan diminta mencoba bertanya “sesuatu apa saja – tidak harus berkaitan dengan topik pelajarannya,” nanti lama kelamaan dia akan berani bertanya dan terbiasa mengacungkan jari. Intinya adalah melatih keberanian siswa menanggapi sesuatu.
Pada latihan yang ketiga, cobalah tunjuk lagi seorang anak untuk menanyakan soal sesuai topik, jangan dimarahi atau diejek/dicemooh, termasuk teman kelasnya. Bagi yang nekad mengejek, tunjuk aja dia suruh bertanya. Pada latihan ke-4, coba tanyakan kepada siswa kita “Siapa yang ingin bertanya tentang pelajaran ini?” Jika tidak ada yang mengacungkan jari, cobalah guru menanyakan soal sesuai topik.
Selamat mencoba. Bila kurang setuju silakan gunakan cara sendiri-sendiri, asal jangan sampai menggunakan kekerasan dan pemaksaan. Semoga tahun ini Anda terpilih menjadi guru yang paling disukai para siswa.
(agus ponda/ganesha/nt)
.................................
Walaupun ada anggapan, guru ilmu-ilmu eksakta cenderung tidak disukai para siswa, sebenarnya suka tidaknya para siswa pada guru bukan semata karena materi yang diajarkan.Atau tingkat sulit mudahnya sebuah pelajaran. Buktinya ada juga guru matematika atau fisika yang justru disayang dan dielu-elukan siswanya.
Banyak asfek yang menjadi sebab siswa bisa menyukai gurunya, diantaranya penampilan, model pembelajarannya (akting di depan siswa), dan semacamnya. Lalu bagaimana kiat-kiatnya? Ini ada beberapa hal yang sudah dilakukan berdasarkan pengalaman dan pengamatan, semoga, Anda bisa melakukan dan mengambil pelajarannya. Berikut ini tips-nya :
Pertama, ingat, guru bukan penjual kecap atau obat. Tapi guru ibarat penjual obat, maka harus pandai-pandai “menarik perhatian” calon pembeli obat (siswa).
Penyampaian materi pelajaran sangat terkait kehebatan bahasa yang Anda gunakan. Hebat bukan berarti selalu memakai bahasa ‘tinggi’ tapi bahasa yang gampang dipahami siswa sesuai tingkatan umurnya.
Di kelas, usahakan tidak monoton memperbincangkan masalah materi, namun juga masalah di sekitar kita, juga selingi dengan guyonan yang positif agar siswa tidak merasa tertekan oleh sulitnya materi pelajaran. Ketika perhatian anak mulai menurun, selipkan ‘senjata’ ini agar suasana dapat terkendali. Tak apa-apa beberapa saat keluar dari materi pokok atau kelas diisi tawa siswa. Selanjutnya siswa kembali diajak menikmati ‘dagangan’ pelajaran.
Kedua, guru merupakan “aktor/aktris” yang harus tampil sebaik mungkin di depan kelas agar penonton senang dan selalu menunggu aksinya, dalam film diibaratkan bintangnya. Namun ingat jangan sampai Anda berlaku over acting. Ingat penampilan juga harus dijaga. Guru harus memberi contoh berpakaian yang sopan dan tepat dengan situasi.
Penilaian siswa terhadap guru memang kerap diidentikkan dengan aktris sinetron atau penyanyi. Ada guru yang ganteng kalem berkacamata, dimiripkan penyanyi Afgan. Ada guru cantik, mirip artis Syahrini disukai karena memang guru yang hebat.
Tapi ingat ganteng atau cantik ternyata juga tak menjamin guru disukai siswa. Buktinya ada juga siswa yang sebel dengan gaya guru seperti artis. Lalu ada pula siswa sekolah lanjutan yang blak-blakan mengaku tidak bisa konsentrasi bila diajar oleh guru cantik bak artis.
“Habis Bu Ida cantik banget, saya sampai ngacay lihatnya! Gimana mau konsen ke pelajaran?” begitu kata seorang siswa kaki-laki.
Ini bukan bohong. Siswa SLTP di Ciamis ada yang berkata begitu. Setiap diajar guru cantik, bawaannya bengong melulu. Dan ternyata ia punya alasan yang sepintas mengada-ngada tapi sebenarnya masuk akal. Anak SLTP/SLTA sedang berkembang, baik dari segi psikologis, maupun biologis.
Artinya hati-hati, mengajar anak SD beda dengan mengajar di tingkat SLTP/SLTA. Penampilan guru, dandanan, sikap dan gerak-gerik harus terjaga dengan baik.
Ketiga, guru ibarat pelawak, maka Anda harus pandai membuat suasana penonton senantiasa tertawa sumringah. Jika pelawak itu tidak tampil, maka penonton selalu menunggu-nunggu dan ingin sekali menyaksikan aksi kocaknya, tentunya dalam batas-batas kewajaran dan situasi yang sesuai.
Masalahnya, anda punya bakat melucu? Bila punya gunakan potensi itu. Bila tidak, jangan bilang susah melawak.
Banyak cara agar siswa tertawa atau tersenyum. Anda bisa mengoleksi kumpulan joke yang lucu-lucu tapi wajar. Hapalkan dan berikan pada siswa. Atau mengumpulkan pantun lucu, tebak-tebakan, SMS lucu dan sejenisnya. Internet, buku, dan koran bisa jadi referensi humor Anda.
Keempat, guru ibarat seorang ibu yang menggendong bayinya/anak kecil, kemanapun dan apa saja yang diminta, dimaui anak berusaha untuk memenuhinya. Mampu memahami keinginan anaknya, dan selalu menunjukkan rasa kasih sayangnya.
Jika ada siswa yang ramai, usil, dan suka membuat gaduh jangan dianggap anak itu nakal, anggap saja siswa tersebut “kelebihan energi”. Tinggal gurunya pandai-pandailah mengarahkan ke hal yang fokus/baik, yaitu KBM-nya, misalkan dengan meminta seluruh siswa memperhatikan “oknum” siswa tersebut. Dia pasti akan malu sendiri.
Janganlah cepat memarahi siwa kita dari pada memujinya. Jadi cepat-cepatlah dan seringlah memuji kita, baik dia mampu atau belum mampu mengerjakan soal. Jika belum mampu mengerjakan soal, cobalah kasih pertanyaan bimbingan (pertanyaan yang mengarah ke jawaban), sehingga siswa tidak merasa malu meskipun dia tahu jika belum bisa, tetapi justru yang diharapkan siswa yan belum bisa itu adalah bimbingan guru, bukan marahnya. hindari marah sebisa mungkin.
Jika terpaksa harus marah, segera meminta ma’af dan menjelaskan alasannya kenapa guru harus marah agar siswa lebih memahaminya.
Kenali gaya/model masing-masing anak dan jangan menyamaratakan. Cobalah sering memberi hadiah (baik itu verbal/pujian maupun nonverbal). Contoh nonverbal: menepuk pundak karena anak mampu menyelesaikan tugasnya.
Akan lebih bagus lagi guru sering memberi motivasi berupa benda meskipun kecil/murah harganya atau cash-money misalnya. Ini akan memotivasi anak dan meningkatkan antusias anak. Berilah hadiah tertentu kepada siswa yang mendapatkan nilai paling bagus, atau sesuai target guru yang ditetapkan sebelumnya.
Jika ada anak yang “bodoh” cobalah didekati, diajak curhat. Jangan melukai anggota badan siswa (ini prinsip), kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jika siswa kita pendiam semua, tak ada yang mau bertanya, cobalah teori berikut ini:
Seluruh siswa diminta latihan mengacungkan jari berkali-kali, ingat ini hanya latihan dan bukan bertanya. Tunjuklah salah satu siswa “pendiam” itu dan diminta mencoba bertanya “sesuatu apa saja – tidak harus berkaitan dengan topik pelajarannya,” nanti lama kelamaan dia akan berani bertanya dan terbiasa mengacungkan jari. Intinya adalah melatih keberanian siswa menanggapi sesuatu.
Pada latihan yang ketiga, cobalah tunjuk lagi seorang anak untuk menanyakan soal sesuai topik, jangan dimarahi atau diejek/dicemooh, termasuk teman kelasnya. Bagi yang nekad mengejek, tunjuk aja dia suruh bertanya. Pada latihan ke-4, coba tanyakan kepada siswa kita “Siapa yang ingin bertanya tentang pelajaran ini?” Jika tidak ada yang mengacungkan jari, cobalah guru menanyakan soal sesuai topik.
Selamat mencoba. Bila kurang setuju silakan gunakan cara sendiri-sendiri, asal jangan sampai menggunakan kekerasan dan pemaksaan. Semoga tahun ini Anda terpilih menjadi guru yang paling disukai para siswa.
(agus ponda/ganesha/nt)