Selama ini sorotan publik tentang pelaku korupsi uang negara, terfokus pada sosok pejabat atau pegawai negeri sipil berusia tua atau boleh dikata senior. Mereka itu sering dikaitkan sebagai bagian dari generasi lama orde ini atau orde itu. Namun kini, ternyata pelaku indikasi korupsi, bukan berasal dari kaum tua, justru pelakunya disinyalir para abdi negara generasi baru. “Hebatnya” lagi, mereka bukan hanya PNS muda di tingkat pusat, namun juga PNS muda di daerah. Jumlahnya pun mencengangkan.
..........................................................
Baru-baru ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir temuan mengejutkan. PPATK menemukan fakta, kini korupsi tidak hanya dilakukan pejabat yang tua, namun sudah dilakukan sejumlah pegawai negeri sipil yang masih muda.
Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, di Jakarta, Selasa 6 Desember 2011, mengatakan pihaknya menemukan ada dua orang anak muda golongan III B potensial, usia 28-38 tahun menyimpan rekening belasan miliar. “Mereka mengerjakan proyek fiktif dan menilep belasan miliar," kata Agus .
Menurut Agus, dengan demikian kini, PNS muda yang memiliki rekening miliaran rupiah ternyata bukan hanya Gayus Tambunan saja. "Sejak 2002, yang kami serahkan 1.800 laporan indikasi korupsi. Ternyata Gayus (Tambunan) nggak cuma satu, saya prihatin membaca laporan itu," ujarnya.
Agus yang baru menjabat selama sebulan, mengaku syok atas temuan tersebut. Awalnya, Agus menduga kedua PNS ini 'bekerja' untuk atasan mereka. "Ternyata tidak, mereka bermain sendiri."
Modus yang dilakukan PNS ini untuk korupsi dengan cara memasukkan dana miliaran tersebut ke rekening istrinya. Lalu, sang istri memecah ke anak mereka yang baru berusia 5 bulan. "Anaknya sudah diasuransi Rp 2 miliar, lalu anaknya yang 5 tahun juga diasuransikan pendidikan Rp 5 miliar. Uang itu juga dikirim ke ibu mertuanya," terang Agus.
Selain itu, Agus juga menemukan tiga anak perempuan menerima gratifikasi reguler sebanyak Rp 50 juta per bulan. "Untuk jumlah pegawai golongan IIIB yang punya rekening miliaran rupiah, selama saya menjabat jumlahnya kurang lebih 10 orang," katanya.
Pegawai Strategis di Pemda
Agus mencontohkan PNS tersebut adalah pegawai yang duduk di tempat-tempat strategis, seperti posisi bendahara. Menurutnya, data bendaharawan di hampir semua Pemda di seluruh Indonesia menunjukkan banyak terjadi penyimpangan.
Modusnya adalah dengan memanfaatkan proyek-proyek yang berjalan hingga akhir tahun. Misalnya pada akhir tahun dimana semua lembaga harus melakukan laporan pemindahan dan tutup buku, akan tetapi banyak proyek-proyek yang masih berjalan.
"Ini pragmatis, mereka pindahkan uang negara ke rekening pribadi. Alasannya biar mudah," kata Agus.
Menurutnya, praktik yang demikian kerap terjadi dan itu terjadi di pertengahan bulan Desember setiap tahunnya. Konyolnya uang tersebut dipindah ke rekening istrinya dan anaknya.
"Kan di bank ada bunga, lalu bunganya punya siapa dan kalau mati uangnya jadi wasiat dan itu jadi milik dia, ini kan uang negara," ujarnya.
Agus menjelaskan, hal tersebut diketahui dari aplikasi komputer yang dimiliki PPATK. "Ketika kita mengetik nama dan tanggal lahir orang itu, muncul riwayat transaksi keuangannya di bank, asuransi, agen," ujarnya.
Agus berharap KPK segera menindaklanjuti temuan PPATK itu. "Kami sudah laporkan ke KPK, karena masih berupa data intelijen masih butuh pendalaman, penyelidikan, dan penyidikan," kata Agus.
Menurutnya, PPATK merupakan institusi intelijen keuangan untuk memperkuat penegakan hukum sehingga data yang diserahkan bersifat intelijen. Karena itu ia tidak bisa menyebut detil data-data PNS muda yang disinyalir memiliki rekening miliaran rupiah. "Kami tidak bisa menyebut nama, ini kan intelijen unit, tentunya bila ada hasil dilaporkan ke penegak hukum," ujarnya.
Ia mendorong KPK agar dapat menerapkan dalam penyidikan dan penuntutan secara kumulatif terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang. "Maka saya katakan jangan kaget, semua pelaku pencucian uang baik pasif dan efektif akan terseret," ujarnya.
Menurutnya, dengan menggunakan UU Pencucian Uang, maka tidak hanya pelaku saja yang dapat dijerat. "Kalau gunakan UU TPPU, anak istri atau suaminya juga bisa ditarik bila terbukti melakukan hal itu. UU ini juga meminta pelaku untuk melakukan pembuktian terbalik, kalau dia tidak bisa membuktikan hartanya itu maka ada perampasan aset," ujarnya.
Awasi Anak Buah Glamor
Untuk itu, pihaknya meminta kepada Inspektorat Jenderal di kementerian untuk semakin memperketat pengawasan melekat (waskat). Apalagi, jika ada anak buah yang kelihatan glamor, dengan penghasilan yang bisa diketahui jumlahnya dan terus-menerus menduduki jabatan strategis. "Kami pertanyakan mengenai tindakan administratif yang dilakukan," ujarnya.
Selain itu, Agus meminta semua lembaga agar melakukan perbaikan, khususnya yang menyangkut pelayanan publik serta pengadaan barang dan jasa. "Sistem manualnya harus diperbaiki. Apakah memungut, pengadaan proyek dan rawan tergoda perbuatan koruptif," tuturnya.
Mengenai dugaan tersebut, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengusulkan agar tiap proyek pemerintah dilaksanakan pada awal tahun. Atau pembangunan harus dipercepat.
"Saya selalu bilang pembangunan itu harus dipercepat, itu harus diselesaikan hibernasi nasional itu. Hibernasi nasional itu orang baru kerja April. Harus dicari kiat yang tidak menyalahi prinsip akuntabilitas tapi bisa dipercepat. Jadi Januari atau Februari orang sudah mengerjakan proyek, jadi ada waktu 10 bulan untuk mengerjakan proyek," kata Azwar.
Azwar pun menilai tidak bakal ada proyek yang dapat selesai jika dimulai pada akhir tahun. "Mana mungkin ada proyek bulan November 70 persen, tiba-tiba bulan Desember sudah 100 persen, itu kan nggak mungkin," ujarnya. "Makanya saya berulang kali bilang, daripada kita berakrobat di ujung tahun, kita paksa lebih cepat mulainya di awal tahun."
Caranya, lanjut Azwar, satuan tiga sudah boleh buat tender. "Di DPR sudah dibahas. Sebelum dimulai satuan tiga sudah boleh tender, dengan catatan nanti tidak boleh diikat kontrak," ujarnya.
Azwar pun meminta agar temuan tersebut ditindaklanjuti. Apakah benar uang itu benar milik PNS tersebut atau karena hasil penyimpangan jabatan atas uang proyek yang dipindahkan.
Meski demikian, Azwar mengaku belum mendapatkan laporan tersebut. “Saya baru baca di koran saja. Rencananya kan hari ini ke PPATK," ujarnya.
Perjalanan Dinas Lahan Basah
Selain itu, Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, juga mengungkapkan sekitar 60 persen PNS diduga melakukan tindakan korupsi dengan modus perjalanan dinas. Menurut Abdullah, para PNS ini diindikasikan melakukan korupsi disebabkan besarnya gaji yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Gajinya hanya cukup untuk 10 hari," ujar Abdullah Hehamahua saat memberikan sambutan dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta.
KPK menilai, selama ini, para PNS yang melakukan perjalanan dinas lebih banyak dibanding waktu untuk bekerja. Bahkan, sering terdapat PNS yang memiliki laporan surat pertanggungjawaban selama 360 hari. "Itu kesempatan untuk memperoleh penghasilan," tuturnya.
Masyarakat, dia menambahkan, sering menganggap reformasi birokrasi yang digulirkan pemerintah untuk mengurangi tindakan korupsi hanya terpaku pada persoalan gaji. Namun, KPK menganggap alasan tersebut hanyalah salah satu alasan munculnya tindakan korupsi.
"Kami tawarkan pada Menteri Keuangan, gaji besar tapi tunjangannya tidak sampai sepertiganya," tuturnya.
Laporan Hasil Analisis
Dugaan kepemilikan rekening miliaran rupiah ini juga pernah diungkapkan Kepala PPATK Muhammad Yusuf. "Masak PNS punya rekening sampai ratusan miliar," ungkap Kepala PPATK, Muhammad Yusuf di Jakarta, Senin 28 November 2011.
Berapa jumlah temuan itu, kata Yusuf, diketahui dari Laporan Transaksi Keuangan (LHA) mencurigakan dari penyedia jasa keuangan atau perbankan. Berapa jumlah Laporan Hasil Analisis (LHA) yang terkait dengan PNS, Yusuf enggan membeberkannya. "Ada. Tapi tidak bisa disebutkan," katanya.
Informasi dan data soal itu, lanjutnya, bersifat rahasia, agar para oknum PNS 'miliarder' itu tidak dapat menyusun strategi apabila laporannya disebutkan ke publik. "Kalau saya bicara, nanti mereka bikin strategi dong," ucapnya.
Yusuf menegaskan bahwa ada beberapa LHA yang sudah dilaporkan dan kemudian disidik oleh penegak hukum. Contohnya, Gayus Tambunan dan Bahasyim Assifie. Banyak juga LHA, lanjutnya, yang belum ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum meski kasusnya sudah berjalan di ranah penyidikan.
PPATK sudah bersepakat dengan Kapolri untuk menindaklanjuti LHA tersebut. "Saya sudah meminta Kapolri untuk meninjau ulang dan beliau berkenan dan menjanjikannya. Artinya, kami sudah kirim. Belum ada tindak lanjut karena ada alamat yang fiktif, identitas palsu atau ada juga yang masih dalam proses," jelasnya.
Mantan Kepala PPATK, Yunus Husein pun sudah mencium soal transaksi yang mencurigakan di pemerintah daerah. "Kalau pemda banyak menyalahgunakan, jawabannya ya," kata Yunus.
Yunus menjelaskan, penyalahgunaan di daerah lebih banyak dilakukan dengan cara menyimpan dana pemerintah daerah di rekening pribadi. "Seharusnya kan tidak boleh," kata dia.
Meski demikian, Yunus tidak menyebut daerah mana saja yang paling banyak menyalahgunakan dana pemda tersebut, termasuk besarnya dana yang disalahgunakan. "Bisa menyesatkan itu kalau besaran. Kami tidak pernah hitung jumlah, tapi transaksi. Kalau jumlah berputar-putar," kata calon pimpinan KPK itu.
Yunus juga mengaku tidak tahu-menahu berapa banyak laporan PPATK yang sudah ditindaklanjuti penegak hukum. "Tanya penegak hukum. Kami kan kasih umpan saja," ucap Yunus.
Termasuk soal tindakan menyimpan dana tersebut di rekening pribadi, Yunus tidak berani menyebut hal itu kriminal atau bukan, sebab penyidiklah yang akan menentukan.
Kepemilikan rekening gendut oleh PNS muda ini mendapat perhatian dari Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, permasalahan ini cukup serius dan harus dituntaskan. "Saya kira agak serius, supaya diungkap," kata Mahfud.
"Kalau PNS-nya mendapatkan itu dengan wajar tidak apa-apa. Tetapi harus diungkap bagaimana seorang PNS golongan III atau bahkan golongan IV sekalipun punya harta ratusan miliar, itu nggak masuk akal."
Mantan politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan yang perlu diungkap adalah dugaan apakah mereka memanfaatkan dana negara. "Karena sebenarnya masalah kita itu birokrasi yang sangat bermasalah," ujarnya.
Dia menyarankan agar PPATK melaporkan indikasi-indikasi uang itu dari mana, kemudian jika sudah diketahui akan mudah mencari bagaimana bisa ada uang seperti itu. "PPATK tidak boleh menyebut itu secara samar-samar, dilaporkan saja daftarnya. Kemudian diseleksi lagi mana yang benar-benar bermasalah. Sehingga ini menjadi jelas," katanya.
Dia menambahkan karena inspektor pengawasan tidak bekerja dan maka PPATK harus bekerja keras. "Menurut saya ini serius untuk pemberantasan korupsi," pungkas Mahfud. (vvnws/jps/nt)
..........................................................
Baru-baru ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir temuan mengejutkan. PPATK menemukan fakta, kini korupsi tidak hanya dilakukan pejabat yang tua, namun sudah dilakukan sejumlah pegawai negeri sipil yang masih muda.
Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, di Jakarta, Selasa 6 Desember 2011, mengatakan pihaknya menemukan ada dua orang anak muda golongan III B potensial, usia 28-38 tahun menyimpan rekening belasan miliar. “Mereka mengerjakan proyek fiktif dan menilep belasan miliar," kata Agus .
Menurut Agus, dengan demikian kini, PNS muda yang memiliki rekening miliaran rupiah ternyata bukan hanya Gayus Tambunan saja. "Sejak 2002, yang kami serahkan 1.800 laporan indikasi korupsi. Ternyata Gayus (Tambunan) nggak cuma satu, saya prihatin membaca laporan itu," ujarnya.
Agus yang baru menjabat selama sebulan, mengaku syok atas temuan tersebut. Awalnya, Agus menduga kedua PNS ini 'bekerja' untuk atasan mereka. "Ternyata tidak, mereka bermain sendiri."
Modus yang dilakukan PNS ini untuk korupsi dengan cara memasukkan dana miliaran tersebut ke rekening istrinya. Lalu, sang istri memecah ke anak mereka yang baru berusia 5 bulan. "Anaknya sudah diasuransi Rp 2 miliar, lalu anaknya yang 5 tahun juga diasuransikan pendidikan Rp 5 miliar. Uang itu juga dikirim ke ibu mertuanya," terang Agus.
Selain itu, Agus juga menemukan tiga anak perempuan menerima gratifikasi reguler sebanyak Rp 50 juta per bulan. "Untuk jumlah pegawai golongan IIIB yang punya rekening miliaran rupiah, selama saya menjabat jumlahnya kurang lebih 10 orang," katanya.
Pegawai Strategis di Pemda
Agus mencontohkan PNS tersebut adalah pegawai yang duduk di tempat-tempat strategis, seperti posisi bendahara. Menurutnya, data bendaharawan di hampir semua Pemda di seluruh Indonesia menunjukkan banyak terjadi penyimpangan.
Modusnya adalah dengan memanfaatkan proyek-proyek yang berjalan hingga akhir tahun. Misalnya pada akhir tahun dimana semua lembaga harus melakukan laporan pemindahan dan tutup buku, akan tetapi banyak proyek-proyek yang masih berjalan.
"Ini pragmatis, mereka pindahkan uang negara ke rekening pribadi. Alasannya biar mudah," kata Agus.
Menurutnya, praktik yang demikian kerap terjadi dan itu terjadi di pertengahan bulan Desember setiap tahunnya. Konyolnya uang tersebut dipindah ke rekening istrinya dan anaknya.
"Kan di bank ada bunga, lalu bunganya punya siapa dan kalau mati uangnya jadi wasiat dan itu jadi milik dia, ini kan uang negara," ujarnya.
Agus menjelaskan, hal tersebut diketahui dari aplikasi komputer yang dimiliki PPATK. "Ketika kita mengetik nama dan tanggal lahir orang itu, muncul riwayat transaksi keuangannya di bank, asuransi, agen," ujarnya.
Agus berharap KPK segera menindaklanjuti temuan PPATK itu. "Kami sudah laporkan ke KPK, karena masih berupa data intelijen masih butuh pendalaman, penyelidikan, dan penyidikan," kata Agus.
Menurutnya, PPATK merupakan institusi intelijen keuangan untuk memperkuat penegakan hukum sehingga data yang diserahkan bersifat intelijen. Karena itu ia tidak bisa menyebut detil data-data PNS muda yang disinyalir memiliki rekening miliaran rupiah. "Kami tidak bisa menyebut nama, ini kan intelijen unit, tentunya bila ada hasil dilaporkan ke penegak hukum," ujarnya.
Ia mendorong KPK agar dapat menerapkan dalam penyidikan dan penuntutan secara kumulatif terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang. "Maka saya katakan jangan kaget, semua pelaku pencucian uang baik pasif dan efektif akan terseret," ujarnya.
Menurutnya, dengan menggunakan UU Pencucian Uang, maka tidak hanya pelaku saja yang dapat dijerat. "Kalau gunakan UU TPPU, anak istri atau suaminya juga bisa ditarik bila terbukti melakukan hal itu. UU ini juga meminta pelaku untuk melakukan pembuktian terbalik, kalau dia tidak bisa membuktikan hartanya itu maka ada perampasan aset," ujarnya.
Awasi Anak Buah Glamor
Untuk itu, pihaknya meminta kepada Inspektorat Jenderal di kementerian untuk semakin memperketat pengawasan melekat (waskat). Apalagi, jika ada anak buah yang kelihatan glamor, dengan penghasilan yang bisa diketahui jumlahnya dan terus-menerus menduduki jabatan strategis. "Kami pertanyakan mengenai tindakan administratif yang dilakukan," ujarnya.
Selain itu, Agus meminta semua lembaga agar melakukan perbaikan, khususnya yang menyangkut pelayanan publik serta pengadaan barang dan jasa. "Sistem manualnya harus diperbaiki. Apakah memungut, pengadaan proyek dan rawan tergoda perbuatan koruptif," tuturnya.
Mengenai dugaan tersebut, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengusulkan agar tiap proyek pemerintah dilaksanakan pada awal tahun. Atau pembangunan harus dipercepat.
"Saya selalu bilang pembangunan itu harus dipercepat, itu harus diselesaikan hibernasi nasional itu. Hibernasi nasional itu orang baru kerja April. Harus dicari kiat yang tidak menyalahi prinsip akuntabilitas tapi bisa dipercepat. Jadi Januari atau Februari orang sudah mengerjakan proyek, jadi ada waktu 10 bulan untuk mengerjakan proyek," kata Azwar.
Azwar pun menilai tidak bakal ada proyek yang dapat selesai jika dimulai pada akhir tahun. "Mana mungkin ada proyek bulan November 70 persen, tiba-tiba bulan Desember sudah 100 persen, itu kan nggak mungkin," ujarnya. "Makanya saya berulang kali bilang, daripada kita berakrobat di ujung tahun, kita paksa lebih cepat mulainya di awal tahun."
Caranya, lanjut Azwar, satuan tiga sudah boleh buat tender. "Di DPR sudah dibahas. Sebelum dimulai satuan tiga sudah boleh tender, dengan catatan nanti tidak boleh diikat kontrak," ujarnya.
Azwar pun meminta agar temuan tersebut ditindaklanjuti. Apakah benar uang itu benar milik PNS tersebut atau karena hasil penyimpangan jabatan atas uang proyek yang dipindahkan.
Meski demikian, Azwar mengaku belum mendapatkan laporan tersebut. “Saya baru baca di koran saja. Rencananya kan hari ini ke PPATK," ujarnya.
Perjalanan Dinas Lahan Basah
Selain itu, Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, juga mengungkapkan sekitar 60 persen PNS diduga melakukan tindakan korupsi dengan modus perjalanan dinas. Menurut Abdullah, para PNS ini diindikasikan melakukan korupsi disebabkan besarnya gaji yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Gajinya hanya cukup untuk 10 hari," ujar Abdullah Hehamahua saat memberikan sambutan dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta.
KPK menilai, selama ini, para PNS yang melakukan perjalanan dinas lebih banyak dibanding waktu untuk bekerja. Bahkan, sering terdapat PNS yang memiliki laporan surat pertanggungjawaban selama 360 hari. "Itu kesempatan untuk memperoleh penghasilan," tuturnya.
Masyarakat, dia menambahkan, sering menganggap reformasi birokrasi yang digulirkan pemerintah untuk mengurangi tindakan korupsi hanya terpaku pada persoalan gaji. Namun, KPK menganggap alasan tersebut hanyalah salah satu alasan munculnya tindakan korupsi.
"Kami tawarkan pada Menteri Keuangan, gaji besar tapi tunjangannya tidak sampai sepertiganya," tuturnya.
Laporan Hasil Analisis
Dugaan kepemilikan rekening miliaran rupiah ini juga pernah diungkapkan Kepala PPATK Muhammad Yusuf. "Masak PNS punya rekening sampai ratusan miliar," ungkap Kepala PPATK, Muhammad Yusuf di Jakarta, Senin 28 November 2011.
Berapa jumlah temuan itu, kata Yusuf, diketahui dari Laporan Transaksi Keuangan (LHA) mencurigakan dari penyedia jasa keuangan atau perbankan. Berapa jumlah Laporan Hasil Analisis (LHA) yang terkait dengan PNS, Yusuf enggan membeberkannya. "Ada. Tapi tidak bisa disebutkan," katanya.
Informasi dan data soal itu, lanjutnya, bersifat rahasia, agar para oknum PNS 'miliarder' itu tidak dapat menyusun strategi apabila laporannya disebutkan ke publik. "Kalau saya bicara, nanti mereka bikin strategi dong," ucapnya.
Yusuf menegaskan bahwa ada beberapa LHA yang sudah dilaporkan dan kemudian disidik oleh penegak hukum. Contohnya, Gayus Tambunan dan Bahasyim Assifie. Banyak juga LHA, lanjutnya, yang belum ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum meski kasusnya sudah berjalan di ranah penyidikan.
PPATK sudah bersepakat dengan Kapolri untuk menindaklanjuti LHA tersebut. "Saya sudah meminta Kapolri untuk meninjau ulang dan beliau berkenan dan menjanjikannya. Artinya, kami sudah kirim. Belum ada tindak lanjut karena ada alamat yang fiktif, identitas palsu atau ada juga yang masih dalam proses," jelasnya.
Mantan Kepala PPATK, Yunus Husein pun sudah mencium soal transaksi yang mencurigakan di pemerintah daerah. "Kalau pemda banyak menyalahgunakan, jawabannya ya," kata Yunus.
Yunus menjelaskan, penyalahgunaan di daerah lebih banyak dilakukan dengan cara menyimpan dana pemerintah daerah di rekening pribadi. "Seharusnya kan tidak boleh," kata dia.
Meski demikian, Yunus tidak menyebut daerah mana saja yang paling banyak menyalahgunakan dana pemda tersebut, termasuk besarnya dana yang disalahgunakan. "Bisa menyesatkan itu kalau besaran. Kami tidak pernah hitung jumlah, tapi transaksi. Kalau jumlah berputar-putar," kata calon pimpinan KPK itu.
Yunus juga mengaku tidak tahu-menahu berapa banyak laporan PPATK yang sudah ditindaklanjuti penegak hukum. "Tanya penegak hukum. Kami kan kasih umpan saja," ucap Yunus.
Termasuk soal tindakan menyimpan dana tersebut di rekening pribadi, Yunus tidak berani menyebut hal itu kriminal atau bukan, sebab penyidiklah yang akan menentukan.
Kepemilikan rekening gendut oleh PNS muda ini mendapat perhatian dari Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, permasalahan ini cukup serius dan harus dituntaskan. "Saya kira agak serius, supaya diungkap," kata Mahfud.
"Kalau PNS-nya mendapatkan itu dengan wajar tidak apa-apa. Tetapi harus diungkap bagaimana seorang PNS golongan III atau bahkan golongan IV sekalipun punya harta ratusan miliar, itu nggak masuk akal."
Mantan politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan yang perlu diungkap adalah dugaan apakah mereka memanfaatkan dana negara. "Karena sebenarnya masalah kita itu birokrasi yang sangat bermasalah," ujarnya.
Dia menyarankan agar PPATK melaporkan indikasi-indikasi uang itu dari mana, kemudian jika sudah diketahui akan mudah mencari bagaimana bisa ada uang seperti itu. "PPATK tidak boleh menyebut itu secara samar-samar, dilaporkan saja daftarnya. Kemudian diseleksi lagi mana yang benar-benar bermasalah. Sehingga ini menjadi jelas," katanya.
Dia menambahkan karena inspektor pengawasan tidak bekerja dan maka PPATK harus bekerja keras. "Menurut saya ini serius untuk pemberantasan korupsi," pungkas Mahfud. (vvnws/jps/nt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar