Rabu, 13 Maret 2013

Beda Sikap Beda Kondisi

Menyoal Keuangan Keluarga (Guru)

Bagaimana hidup seorang guru jika  punya penghasilan 4 jt/bulan?
Bagaimana hidup seorang guru jika  punya penghasilan 2 jt/bulan?
Bagaimana hidup seorang guru jika  punya penghasilan 1,5jt/bulan?
Bagaimana jika  ia mendapatkan masalah 1 tahun lagi?
Bagaimana jika  ia mendapatkan masalah sekarang?
…………………………………………………………

Ada banyak hal yang pasti akan kita hadapi dan hanya masalah waktu dan kesiapan saja yang membedakannya. Apa yang akan kita lakukan ketika mendapati kenyataan penghasilan per bulan keluarga 4 jt/bulan? Apa yang akan kita lakukan ketika penghasilan keluarga hanya 1,5jt/bulan?
Hidup dengan penghasilan 1,5jt/bulan di jaman sekarang ini mungkin adalah hidup yang sulit. Tapi hidup dengan 1 jt per bulan mungkin juga lebih sulit walaupun rasanya mungkin sama saja. Sama-sama susah.
Namun sikap yang berbeda justru memberikan hasil yang berbeda. Dalam buku FSQ (Financial Spiritual Quotient ) diceritakan seorang guru dengan gaji 700rb/bulan memiliki 40.000 ekor ayam. Bagaimana bisa? Padahal rekan-rekannya yang memiliki gaji di atas 1 juta justru berkutat dengan hutang?
Ternyata jawabnya sangat sederhana.  Guru bergaji 700rb/bulan tersebut tahu masalah besar akan datang kelak ketika gaji itu akan segitu saja. Harga-harga akan naik, anak-anak harus sekolah lebih tinggi dan sudah pasti biaya hidup akan membengkak. Maka ia memilih sikap mengambil masalah itu di depan ketika 700rb jaman itu lebih besar daripada 700rb jaman sekarang. Bagaimana caranya?
Setiap bulan, ia menyisihkan 100rb gajinya untuk membeli ayam. Ayam-ayam itu dibesarkan hingga bertelur dan beranak pinak. Ia rajin menyisihkan 100rb tiap bulannya. Masalah memang kemudian datang, tapi ia hadapi dengan jantan. Dan ternyata sikapnya membuahkan hasil bertahun-tahun kemudian tatkala ayam-ayamnya tumbuh makin banyak hingga mencapai 40.000 ekor. Sekarang, meski gajinya tak jauh-jauh dari angka 1 juta, penghasilannya melebihi gaji bulanannya.
Hidup itu pasti mendapati masalah. Karena satu-satunya tempat tanpa masalah hanyalah di surga kelak. Bukankah dunia ini adalah tanah ujian? Bukankah kita di dunia ini sedang menjalani sebuah ujian. Meski begitu, Allah bersumpah akan mencukupkan rejeki hamba-hamba-Nya. Tak peduli dia beriman ataupun kafir.
Masalahnya kemudian, kapan masalah itu akan datang kepada kita. Bukankah lebih mudah mengatasi masalah yang kita sudah mempersiapkan diri sebelumnya. Gaji 1,5 juta rupiah pasti kurang, gaji 600rb (honorer) apalagi kurang. Tapi ketika gaji kurang itu kita hadapi di awal alias sebelum 1,5 juta itu terpakai, kita sudah ambil duluan 100rb, maka secara otomatis otak kita akan mempersiapkan diri menghadapi masalah yang akan menghampiri. Akhirnya sebelum bulan berjalan otak sudah mengatur budget harian misalnya 40.000/hari
Tapi ketika 1,5 jt itu tak kita kurangi di awal, biasanya kita akan merasa cukup sehingga pikiran tidak melakukan persiapan apapun untuk menghadapi masalah di masa mendatang. Bahkan biasanya karena di akhir bulan sudah kehabisan uang, maka nilai 1,5 uta  seolah besar ketika diterima. Akhirnya malah dipakai untuk beli kebutuhan yang tak penting hingga mengurangi budget belanja bulanan. Dan ketika masalah itu datang, saat gaji benar-benar kurang barulah pikiran bergerak dan karena sudah urgent maka biasanya cenderung mencari jalan pintas dengan cara korupsi, mencuri atau yang lebih lurus berhutang di koperasi.
Sebenarnya  penghasilan berapapun itu sama saja. Seseorang pernah merasakan memiliki penghasilan 1 juta /bulan. Ia juga pernah merasakan penghasilan 5 juta/bulan. Menurutnya sama saja. Sama-sama cukup? Atau sama – sama habis?
Dulu dengan 1 juta/bulan  ia masih bisa menabung dan sekarang dengan 5 juta/bulan  ia juga tetap bisa menabung. Tapi harus diakui prosentasi tabungan ketika masih 1 juta  justru lebih besar daripada sekarang.
Banyak  orang sering terlupa asyiknya menabung di masa sulit. Ketika penghasilannya  baru 2 juta/bulan  ia sudah punya 10gr emas murni. Sekarang penghasilan 5 juta per bulan  ia malah gak punya emas sama sekali! Aneh khan? Karena itu sejak sebulan yang lalu ketika terima gaji cobalah menyisihkan penghasilan. 
Ada seorang teman yang penghasilannya harian, jadi ia sisihkan harian juga. Setiap pagi ke ATM ambil uang untuk ditabung. Aneh ya? Nabung malah ngambil ATM . Ternyata katanya, kalau ditaruh di bank justru malah cepet habis karena ditransfer ke sana sini .
Ternyata sudah sebulan ia bisa rutin menabung. Ia belum mau tergoda untuk menambah tabungan meski bisa, karena pengalaman sebelumnya ketika berhasil satu bulan. Ia lalu menambah tabungan hingga 2x  dari biasanya dan dengan nilai yang baru. Ketika sehari saja tak  bisa nabung akhirnya bertumpuk dua kewajiban nabungnya dan malah tak menabung sama sekali.
Maka, sebaiknya konsisten saja. Kalau mau 100rb/bulan ya 100rb/bulan terus. Kalau bisa sih dibelikan sesuatu yang bisa berkembang sehingga bisa menambah penghasilan di masa mendatang.
Seseorang  pernah share di facebook bahwa untuk bisa menjalankan ibadah qurban dan umrah itu sebenarnya sangat mudah. 1).Menyisihkan Rp. 3.000/hari = Rp. 1.095.000/tahun = 1 kambing. 2) Menyisihkan Rp. 20.000/hari = Rp. 7.300.000/tahun = 1 sapi. 3). Menyisihkan Rp. 50.000/hari = Rp. 18.250.000/tahun = 1 x umrah.
Lihatlah, kalau kita potong penghasilan kita 3.000 saja tiap hari atau kalau bulanan berarti 90.000/bulan, maka tahun depan kita sudah bisa beli 1 ekor kambing qurban. Demikian juga kalau disimpan sehari 50.000 maka  setahun bias umrah satu kali. Kedisiplinan paling penting dalam menabung ini.
Keluarga Guru
Bagaimana dengan keluarga guru? 
Seorang Guru PNS mempunyai gaji bulanan sekitar 2 jt/bulan. Ada juga yang sekitar 4 jutaan sebulan bahkan yang sudah sertifikasi bisa mencapai 5-6 jutaan sebulan. Jumlah itu akan berlipat jika sang istri atau suaminya juga PNS. Bisa-bisa sebulan memperoleh penghailan Rp 10-12 juta. Jumlah yang besar untuk ukuran kebanyakan orang Indonesia. 
Namun kenyataannya para guru tak sedikit berpenghasilan besar , tapi kondisi keuangan keluarganya terus galau. Setiap bulan selalu habis dan habis. Di akhir bukan bahkan pertengahan bulan pun dompet kempis lagi. Otomatis tak bisa menabung, bahkan tidak mampu membayar hutang.  Setiap bulan, setiap tahun kebutuhan hidup bertambah. Anak harus sekolah, kuliah, ia sendiri kuliah lagi dan perlu biaya. Sudah lulus tetap saja dibelit kesulitan keuangan. Padahal logikanya beban sudah berkurang. Ia tak bisa keluar dari kesulitan finansial seperti  itu.
Begitulah kalau beda sikap, beda kebiasaan, beda strategi, maka akan beda pula kondisi keuangannya. Guru, kepada siswa ia  ajarkan cara berhemat, menabung, berinvestasi, berusaha, bersedekah, tetapi sebenarnya  ia sendiri tak mampu merealisasikan ilmu-ilmu dan kebiasaan seperti itu. Aneh dan ironi sekali. 
Sekarang, di tahun baru ini yu rubah cara keliru denga cara yang benar dan cerdas! Cerdas bekerja, cerdas mencari rejeki, cerdas menggunakan dan mengelola keuangan keluarga. Skala efisiensi, prioritas, penuh perhitungan dan perencanaan jangan sampai terus menerus ditabrak dan diabaikan. 
(agus ponda/bp/ganesha)

Tidak ada komentar: