Rabu, 24 Oktober 2012

Jadi Guru Sukses dengan Konsep Diri Positif

Pada suatu negeri antah berantah hiduplah seekor  elang muda dengan induk angkatnya. Kebetulan dalam cerita ini induk dan saudara angkatnya berjenis  ayam. Beberapa bulan yang lalu si induk ayam sedang mengais makan di pinggir hutan. Secara tidak sengaja si induk ayam menemukan sebutir telur. Rasa keibuannya mengerakkan langkahnya untuk mengerami telur tersebut. Beberapa hari setelah itu telurpun menetas dan lahirlah anak elang dengan segala perbedaan fisik. Tubuhnya  lebih besar dari anak-anak ayam pada umumnya.
.......................................................
Dengan rasa kasih dan sayang si induk ayam membesarkan si Elang. Anak elang tumbuh bersama keluarga ayam. Dia diajar cara mencari makan seperti ayam-ayam mencari makan, mengais tanah untuk menemukan cacing, biji-bijian dan sisa-sisa makanan. Induk ayampun mengajarkan si Elang berkotek-kotek, berjalan dan berlarian ala ayam. Singkat cerita anak elang itu kini telah menjadi ayam, mengais mencari makan, berkotek dan berjalan serta bermain seperti ayam pada umumnya.
Masa terus berganti. Anak elang kini tumbuh remaja. Kerap waktu mudanya dihabiskan bermain-main bersama saudara ayamnya dengan sukacita. Ketika asyik bermain, tanpa senggaja matanya menangkap pergerakan di udara. Seekor elang dewasa tengah menari di udara. Elang dewasa itu melakukan manuver indah, membubung, menukik dan meliuk-liuk di angkasa. Terasa asyik, bebas dan perkasa.

Bergegas elang muda menyudahi permainannya. Ada rasa ingin tahu tentang makhluk apa yang tadi terbang bebas di angkasa. Tanya ingin segera dijawab. Sampailah dia bertemu ibu ayamnya. “Ibu, baru saja aku melihat sosok yang luar biasa, terbang di angkasa sedemikian perwira. Seolah menguasai jagad raya?” Tanya elang muda. Sesaat, si Ibu mencerna maksud pertanyaan dan kemudian menjawab,” Oh makhluk itu elang, sang penguasa angkasa, anak ku.” Dengan nafas yang memburu, kembali elang muda bertanya,” bisakah aku terbang bebas, membubung, menukik dan meliuk-liuk seperti makhluk itu, ibu?”
Ibu ayam menghela napas panjang. Dia menatap elang muda sedalam-dalamnya tatap. “Anakku sayang, kita bangsa ayam telah ditakdirkan hanya sampai di tanah ini kemampuan kita. Kita mengais dan berkotek. Kita tidak akan pernah bisa terbang seperti makhluk penguasa angkasa itu.” Ibu ayam berkata sambil mengusapkan kepalanya ke elang muda sebagai tanda kasih dan sayangnya. Induk ayam menangkap kegalauan dari asa yang membubung tinggi di angkasa. Asa hilang lenyap sebatas mata memandang.
Elang muda kini menyadari bahwa terbang adalah suatu kemustahilan. Dia hanya menyadari bahwa dia adalah seekor ayam yang ditakdirkan hanya bisa mengais makanan dan berkotek. Dia lepas asanya daan kembali ke kehidupan ayamnya, bermain bersama teman-teman ayamnya. Sampai saatnya tiba, elang muda berangsur tua dengan perilaku ayam terus melekat sangat erat.
Walau elang muda dianugerahi oleh Sang Pencipta dua kaki dengan cakar-cakar yang kuat, bulu yang lebat anugerah itu berbuah kesia-siaan. Stempel ayam sedemikian melekat dan mematikan potensi diri yang sejatinya elang, penguasa angkasa.
Cerita tadi menyadarkan kita bahwa setiap siswa memiliki potensi yang luar biasa. Dengan modalitas yang berbada-beda pada hakekatnya mereka siap ditempa menjadi hebat. Tinggal sekarang bagaimana upaya kita menuntun mereka untuk memiliki konsep diri positif.

Konsep Diri
Apa kaitan konsep diri dengan keberhasilan?
Guru sejak awal hendaknya membangun komitmen untuk mulai berupaya membangun konsep diri positif siswa. Ini juga tugas kita sebagai guru.
Konsep diri adalah perasaan, pandangan dan harapan kita terhadap diri kita sendiri. Konsep diri terdiri dari 3 (tiga) bagian; Harga Diri, Citra Diri dan Diri Ideal. Harga diri adalah perasaan bahwa kita adalah pribadi yang cakap, mampu dan memiliki keunggulan dan kekuatan. Citra Diri adalah pandangan positif kita terhadap diri sendiri. Dan Diri Ideal adalah harapan dan keinginan kita untuk menjadi pribadi seperti apa di masa depan kelak.
Konsep diri positif akan membawa seseorang kepada pencapaian tujuan dan kesuksesan. Sebaliknya konsep diri negative membawa kita pada kegagalan. Dalam hal ini guru perlu berjuang agar setiap siswa di ruang kelasnya  memiliki konsep diri yang positif sehingga gairah belajar siswa tetap terjaga dan proses pembelajaran diri dapat dilalui dengan suka cita.
Siswa yang memandang dirinya tak berharga karena sering diabaikan dalam kehidupannya biasanya tidak percaya diri ketika belajar. Siswa yang meyakini bahwa dia tidak cakap dan mampu memahami semua pelajaran pun akan jauh dari kesuksesan belajar. Demikian juga halnya dengan siswa yang tidak jelas mau menjadi apa di masa depannya. Biasanya ketidakjelasan ini akan membuat mereka terombang-ambing dalam belantara kehidupan.
Guru perlu sering mengajak siswa berbincang-bincang di luar kelas tentang keistimewaan yang mereka miliki dalam upaya meningkatkan citra diri. Guru perlu menyampaikan kepada siswa bahwa mereka bisa mengerti pelajaran dan mendemonstrasikan keterampilan dalam pembelajaran asal mereka gigih dan sabar. Guru pun perlu memberi inspirasi kepada siswa tentang penting memiliki cita-cita. Everything is possible! Konsep ini perlu ditanamkan kepada mereka. Mereka bisa berates kali lebih hebat dari pada orang-orang terdekat mereka. Mereka bisa menjadi tokoh-tokoh yang tidak hanya sekedar berada di tingkat nasional tapi lebih tinggi lagi internasional.
Bayangkan kebahagian guru ketika mampu melahirkan orang-orang hebat yang akan menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara republic ini. Wow, amazing! Jangan menjadi seperti induk ayam yang telah mematikan potensi elang muda untuk terbang, membubung, menukik dan meliuk-liuk di angkasa. Walau si Elang muda punya potensi yang luar biasa potensi itu mati hanya karena perkataan. Hati-hatilah dalam berkata-kata terutama yang menyangkut stempel diri siswa. Jangan pernah menyebut siswa bodoh. Siswa itu bisa menjadi betul-betul bodoh karena ucapan kita. (diolah dari: Indra Muis/ganesha)

Senin, 22 Oktober 2012

Guru Inspirator, Seperti Apakah?


Perubahan kurikulum pada tahun ajaran 2013/2014 harus dibarengi peningkatan kualitas guru. Dengan kurikulum baru ini, guru tidak hanya jadi pengajar, tapi juga inspirator.
................................

Kehadiran sosok guru di tengah -tengah anak didiknya, bakal kian lengkap. Pasalnya, perubahan kurikulum pada tahun ajaran 2013/2014, menuntut guru lebih memaksimalkan perannya, tak semata sebagai pendidik, namun juga pemberi dan pemantik  inspirasi bagi anak didiknya.
“Guru sebagai inspirator ini akan menjadi lompatan penting dunia pendidikan ke depannya..” kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti.
Lanjut Wiendu  nantinya dengan bahan-bahan pelatihan yang ada diharapkan guru sebagai inspirator akan muncul. “Guru sebagai inspirator, bisa menerobos ruang waktu dan kurikulum bertahun-tahun," harapnya.
Artinya  tegas Wiendu,  perubahan kurikulum penting, tapi guru lebih penting. Seperti apa pun kurikulum yang dibuat kalau guru tidak maksimal, hasilnya juga tidak akan maksimal. “Maka perubahan kurikulum ini harus dibarengi peningkatan kualitas guru.” ujarnya.

Makna Guru Inspiratif
Selama ini ada banyak memang guru yang sudah mampu menjadi inspirator bagi murid-muridnya. Namun peran tersebut masih dianggap bukan hal yang utama. Cukup mendidik dan mengajar, memberi ilmu, guru merasa sudah memenuhi sebagian besar tugasnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata  “inspirasi” adalah kata benda yang berarti “ilham”. Sedangkan kata “ilham” sendiri memiliki tiga arti yakni  petunjuk Tuhan yang timbul di hati, berarti pula pikiran (angan-angan) yang timbul dari hati atau  bisikan hati dan bermakna pula  sesuatu yang menggerakkan hati untuk mencipta (mengarang syair, lagu, dsb).
Dalam hal ini berarti seorang guru harus mampu membangkitkan pikiran atau angan-angan muridnya untuk melakukan sesuatu atau menjadi sesuatu yang positif (cita-cita atau keinginan). Guru juga harus bisa menggerakan hati anak didiknya untuk menciptakan sesuatu, membuat sesuatu, berusaha, berjuang dan mengikuti sesuatu yang diyakininya benar dan baik.
Ngainun Naim, dalam bukunya “Menjadi Guru Inspiratif “ menjelaskan bahwa guru adalah orang yang mengantarkan seseorang untuk mencapai kemulian. Guru begitu memiliki peranan penting dalam proses belajar siswa. Guru juga harus bisa memberikan pencerahan bagi siswanya dan mampu melahirkan siswa yang tangguh, siap menghadapi aneka tantangan sekaligus  memberi perubahan yang hebat bagi kehidupannya.
“Pencerahan itu pasti lahir dari guru yang inspiratif. Guru inspiratif adalah guru yang memiliki orientasi jauh lebih luas. Guru inspiratif memilih melakukan tindakan yang sangat strategis, yaitu bagaimana ia mampu memberikan perspektif yang mencerahkan. Guru inspiratif menawarkan perspektif yang memberdayakan, menghasilkan energi yang kreatif, “ ujar Ngainun.
Lanjut Ngainun,  guru inspiratif tidak hanya melahirkan daya tarik dan spirit perubahan terhadap diri siswanya dari aspek diri pribadinya semata, tetapi ia juga harus mampu mendesain iklim dan suasana yang juga inspiratif.
Penciptaan pola yang inspiratif akan semakin memperkukuh karakter dan sifat inspiratif yang ada pada diri guru. Perpaduan keduanya yaitu karakter diri guru dan suasana pembelajaran akan menjadikan dimensi inspiratif, semakin menemukan momentum untuk mengkristalkan dan membangun energi perubahan positif dalam diri setiap siswa.
Tambah Ngainun, dalam usaha untuk menciptakan iklim pembelajaran yang inspiratif, aspek paling utama yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana guru mampu untuk menarik dan mendorong minat siswa untuk tenang dan menyukai terhadap pelajaran.
“Penciptaan suasana pembelajaran yang inspiratif sangat penting artinya untuk semakin mengukuhkan dan mendukung kekuatan inspiratif yang bersumber dari diri pribadi guru. Dua aspek ini: pribadi guru dan suasana pembelajaran, pada gilirannya akan mampu mengakumulasikan potensi dalam diri para siswanya untuk semakin meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya. “ jelasnya.
Katanya, modal inilah yang pada gilirannya dapat dilejitkan untuk melakukan perubahan menujuh arah pencapaian cita-cita hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
“Dalam jangka pendek, para siswa mampu menjadi siswa dengan prestasi belajar yang memuaskan. Sedangkan cita-cita jangka panjangnya adalah bagaimana menjadi pribadi yang sukses dalam makna yang luas; sukses hidup, keluarga, profesi, social, dan kemasyarakatan.” ucap Ngainun.

Tak Semata Naik Kelas
Sementara itu Lendo Nove, seorang pendiri Sekolah Alam di Bandung, mengatakan bahwa guru dalam bekerja layaknya tidak seperti tukang, namun bak seniman. Guru seperti ini tak semata berusaha mencetak  murid-muridnya naik kelas dengan standar angka-angka tertentu, namun mampu membekali anak didiknya dengan inspirasi yang tak pernah mati.
Guru adalah contoh terdekat bagi anak-anak didik di samping keluarganya di rumah. Maka guru harus mampu  menginspirasi siswa  dengan segala tindakannya. Guru bisa menginspirasi muridnya dari hal-hal yang kecil, misalnya jujur dalam bertindak, berkarya, menulis, dan berkata. Peran guru seperti itu bisa menghindarkan murid dari  sikap tak jujur, curang, dan sikap negatif lainnya.
Dengan demikian, nantinya kebahagiaan seorang guru lahir bukan semata-mata karena mampu mengantarkan anak didiknya lulus jenjang sebuah sekolah, namun kebahagiaan yang utama adalah ketika guru mampu mengantarkan anak didiknya tamat sekolah dengan membawa inspirasi yang besar. Dengan inspirasi itu, anak didiknya akan bisa hidup terhormat karena mampu berbuat sesuatu, kreatif, mempunyai keinginan untuk maju, pantang menyerah, cerdas, jujur, percaya diri dan tak mudah putus asa.
Semoga Anda bisa menginspirasi murid-murid Anda, mulai dari hal-hal kecil, lalu berlanjut ke hal-hal yang besar dan luar biasa.
                                                                                                  (agus ponda/ganesha)

Jam Belajar SD Direncanakan Ditambah

KTSP Akan Diganti

Bukan Indonesia, kalau bidang pendidikan tak pernah sepi dari perubahan atau hal-hal baru. Yang lama diganti dengan yang baru atau sebaliknya. Termasuk  jam belajar dan Kurikulum.
........................................
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang menggulirkan wacana ingin menambah jam belajar siswa Sekolah Dasar. Tetapi sampai saat ini, ketentuan jam belajar baru itu masih tahap penggodokan. Kemendikbud terus mengkaji dampak aturan baru ini dengan beberapa pakar pendidikan dan psikologi.
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Suyanto di Jakarta, Rabu (19/9) mengatakan, ada banyak konsekuensi terkait rencana penambahan jam belajar ini. Selain konsekuensi psikologis, juga ada konsekuensi teknis pembelajaran.  Contoh SD kelas 1, dari 26 jam seminggu akan ditambah jadi 30 jam sepekan.
Untuk diketahui, dalam Permendiknas No 22/2006 tentang Standar Isi Jam Belajar untuk SD/ MI kelas I adalah 26 jam pelajaran, kelas II 27 jam, kelas III 28 jam, dan Kelas IV hingga VI adalah 32 jam. Lama satu jam pelajaran 35 menit.
 "Jika nanti jadi ditambah (jam belajar SD, red), maka konsekuensinya ada mata pelajaran yang harus dikurangi," katanya. Dengan cara ini, bisa menekan potensi siswa SD kelelahan secara psikologis dalam mengikuti pembelajaran. Suyanto juga mengatakan jika nantinya jam belajar SD jadi ditambah, maka model belajarnya juga harus dirubah menjadi lebih tematik dan segar.
 Mantan rektor Universitas Negeri Yogyakarta itu menuturkan, saat ini jumlah mata pelajaran yang harus dihadapi siswa SD tidak bisa disebut sedikit. Dia mengatakan jika siswa SD saat ini menghadapi sembilan mata pelajaran. Selanjutnya untuk siswa SMP ada 12 mata pelajaran, dan siswa SMA ada 16 mata pelajaran.
 Merujuk pada pola pendidikan di negara-negara yang sistem pendidikan sudah maju, rata-rata jam belajarnya lebih banyak empat jam per hari dibandingkan dengan di Indonesia. "Itu adalah contoh kasus di negara-negara yang pendidikan maju secara progresif," kata dia.


Kurikulum Diganti Lagi
Wacara penambahan jam belajar siswa SD ini tidak terlepas dari rencana Kemendikbud mengganti kurikulum yang sudah ada. Seperti diketahui, kurikulum pendidikan saat ini bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pemerintah menargetkan kurikulum pendidikan yang baru ini keluar akhir tahun ini. Sehingga bisa dijalankan pada tahun ajaran baru 2013-2014 nanti.
Nuh menuturkan penambahan jam belajar siswa di sekolah adalah bagian dari revisi kurikulum. Dia menargetkan kurikulum baru akan rampung bulan Februari 2013.
Menurutnya, revisi kurikulum tidak hanya mengacu kepada salah satu negara. Misalnya, saat ini, pemerintah bersama praktisi pendidikan sedang mengkaji kurikulum yang dipakai negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Selain itu, kajian kurikulum juga dilakukan kepada negara-negara yang gigih mempertahankan karakter kebangsaan seperti Jepang dan Korea.
“Kita tidak kiblat ke mana-mana, tapi kita pelajari kurikulum di sejumlah negara,” ujar Nuh.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemdikbud Suyanto mengatakan pembahasan revisi kurikulum melibatkan satuan kerja, eselon I dan unit utama, Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemdikbud,  dan praktisi pendidikan dan budayawan seperti Anies Baswedan, Frans Magnis Suseno, Ratna Megawangi, dan Sofyan Djalil.
“Yang budayawan melihat dari aspek budaya, sedangkan seperti Anies Baswedan melihat dari sisi kepemimpinan, jadi kurikulum ini lengkap,” kata Suyanto.
Dia mengaku tidak menemui kendala berarti dalam pembahasan revisi kurikulum. Menurutnya, pembahasan dengan melibatkan tokoh-tokoh pendidik dan budaya sudah dilakukan selama sebulan.

Orangtua Tak Perlu Risau
Di bagian lain, Mendikbud Mohammad Nuh meminta masyarakat terutama orang tua yang memiliki anak usia SD tidak perlu risau. Dia menjamin jika penambahan jam belajar ini tidak akan menimbulkan beban psikologi kepada para siswa. Nuh menjamin demikian karena penambahan jam belajar ini tidak semata-mata dalam bentuk pengajaran di dalam kelas seperti pada umumnya.
 Lebih dari itu, penambahan jam belajar ini bisa berupa diskusi, menontot video-video pendidikan, kegiatan ekstrakurikuler  olahraga, serta kegiatan keagamaan dan sejenisnya. "Intinya penambahan jam belajar ini bukan berarti harus ada penambahan jam untuk tatap muka di dalam kelas. Intinya kita jamin bukan menambah beban belajar formal," tutur menteri asal Surabaya itu.
Nuh menjelaskan bahwa pada intinya tambahan jam akan dimanfaatkan untuk pendidikan karakter, bukan menambah jam pelajaran siswa secara formal. Tujuannya adalah internalisasi nilai. Artinya skema baru penambahan jam belajar ini sejalan dengan penanaman pendidikan berkarakter.
Nuh menuturkan, rencana penambahan jam belajar ini muncul karena kondisi lingkungan para siswa yang sudah mengalami perubahan drastis. Dia mengatakan, saat ini banyak orang tua yang sudah sibuk dengan aktifitas pekerjaannya sendiri. Sehingga, anak-anak kurang mendapatkan sentuhan pendidikan di keluarga. Sebagai gantinya, kekurangan pendidikan di keluarga itu diberikan di dalam sekolah.
"Tidak apa-apa orang tua sekarang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Tetapi pendidikan anak-anak harus diperhatikan. Terutama pendidikan soal moral dan akhlaq.” katanya
 Kembali Nuh mengingatkan, penambahan jam tidak serta merta akan jadi beban untuk anak. “Anak pukul 12 pulang, lepas, tidak ada yang kontrol, dia bisa tawuran dan sebagainya. Lebih baik lebih lama di sekolah. Dia bisa ikut ekstrakurikuler atau kerjakan PR,” kata Nuh di Jakarta. Penambahan jam belajar ini dilandaskan pada perlunya memproteksi para siswa dari lingkungan negatif di luar sekolah.
Nuh mengatakan tambahan jam belajar siswa di sekolah rencananaya akan diberlakukan mulai dari SD, SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi. Khusus untuk siswa SD, dia mengatakan tambahan jam bisa dipakai untuk aktivitas bermain.


Menguntungkan Guru
Nuh menjelaskan penambahan jam mengharuskan pemerintah menyiapkan fasilitas berupa ruang makan. Sekolah juga harus memikirkan kebutuhan makan siang untuk siswa. Namun, menurutnya, penambahan jam berdampak lebih positif karena guru bisa mengawasi siswa.
“Sekolah-sekolah yang bagus atau mahal hampir semua full day atau semi-full day. Anak baru pulang pukul 4 atau 5 sore, atau pukul 2 siang. Artinya apa? Orangtua lebih yakin, lebih mempercayakan anak-anak ditangani di sekolah daripada di rumah tidak ada yang urus,” ujarnya.
Mendikbud menambahkan penambahan jam belajar siswa juga menguntungkan bagi para guru. Guru yang kekurangan jam mengajar (minimal 24 jam seminggu) bisa mengambil dari tambahan jam tersebut. Menurut Nuh, tambahan waktu belajar siswa akan dihitung per minggu.
“Kalau sekarang anak SD 26 jam dalam satu minggu bisa jadi kita naikkan 30 jam sehingga dia tambah lama di sekolah, tetapi tidak dalam bentuk belajar secara formal tetapi penanaman nilai,” kata Nuh.
                                                                                                                 (jps/sp/nt/ganesha)

Wow, Soal UN 2013 Ada 20 Variasi?

Kisi-kisinya Akan Dilansir Oktober

Karena masih ada kecurangan UN, pemerintah berupaya lebih untuk meminimalkan hal itu tahun depan. Caranya, membuat soal dalam 20 variasi atau lebih.
........................................
Menurut Nuh, tingkat kelulusan UN memang meningkat dan kejadian menyontek terus turun. “Tapi, untuk meningkatkan proses kejujuran siswa dalam mengerjakan soal, harus terus dilakukan pembenahan.”
Namun rupanya tak mudah melangkah ke arah itu. Rencana pemerintah membuat 20 variasi soal Ujian Nasional untuk setiap mata pelajaran di setiap ruang ujian, memerlukan persiapan khusus. Diantaranya adalah panitia memajukan jadwal melansir kisi-kisi soal UN 2013. Melalui kisi-kisi ini, calon peserta UN bisa lebih dini mempersiapkan diri.
Kepala Badan Penelitian dan Pe-ngembangan (Kabalit-bang) Kementerian Pendidikan dan Kebu-dayaan (Kemendik-bud) Khairil Anwar Notodiputro di Jakarta kemarin (14/9) menjelaskan, pihaknya sudah menyelesaikan pembuatan draf kisi-kisi soal Unas. "Terutama yang untuk SMA sederajat," kata dia.
Dia menjelaskan, draf kisi-kisi soal itu harus lebih dulu dilaporkan ke Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Setelah mendapat pengesahan dari BSNP, baru kisi-kisi ini dilansir atau disebarkan ke masyarakat. Sehingga bisa dimanfaatkan para guru dan siswa jelang menghadapi UN tahun depan.
Khairil mengatakan biasanya kisi-kisi soal UN baru diumumkan menjelang akhir tahun. "Tahun lalu (2011, red), kisi-kisi baru kita keluarkan akhir November," kata dia. Untuk kisi-kisi soal UN 2013, Khairil menargetkan sudah bisa diumumkan kepada masyarakat Oktober mendatang.
Dia lantas mengatakan, kisi-kisi soal UN ini bukan disebarkan ke masyarakat dalam bentuk butir-butir soal ujian layaknya seperti di lembar soal unas. Sebaliknya, kisi-kisi ini disebar ke masyakarat dalam bentuk uraian.
"Contohnya untuk mata pelajaran mate-matika, ada kisi-kisi yang bunyinya mencari akar persamaan kuadrat," kata Khairil.
Melalui kisi-kisi soal UN ini, para guru maupun siswa bisa fokus dalam belajar. Pada guru diharapkan bisa membuat soal-soal latihan menjelang unas melalui kisi-kisi tersebut.
Dengan demikian, dia menghimbau masyarakat tidak tertipu dengan potensi praktek-praktek kejahatan. Misalnya, ada pihak yang mengaku memiliki butir-butir soal yang tingkat kemiripannya dengan soal UN mencapai 75 persen atau bahkan 100 persen. Praktek ini tentu tidak benar, sebab sampai saat ini pemerintah belum menyusun butir-butir soal UN.
Khairil juga menjelaskan jika kisi-kisi soal unas yang disebar ke masyarakat nantinya juga menjadi dasar bagi tim pembuat soal. Saat menyiapkan butir-butir soal unas, seluruh anggota tim pembuat soal nantinya wajib merujuk pada kisi-kisi soal tersebut.
"Jadi kerja tim pembuat soal dengan materi yang dipelajari siswa nyambung," ucap Khairil. Dia menegaskan, panitia menghindari kasus ada siswa yang merasa soal unas tidak pernah diajarkan selama di sekolah. Terkait keberadaan 20 variasi soal, Khairil mengatakan menjadi sebuah tantangan bagi panitia karena harus menyiapkan butir soal yang cukup banyak.

Kinerja Pembuat Soal
Sementara itu Prof Djoko Suryo, pengamat pendidikan dan kebudayaan dari UGM, menilai, semakin banyak variasi soal, akan semakin meredam aksi penjual bocoran soal. Namun perubahan dari 5 variasi soal menjadi 20 varian memerlukan kajian tersendiri agar tidak menjadi beban negatif aspek lainnya.
Pemerintah juga harus memperbaiki kinerja panitia pembuat soal, mengingat selama ini masih banyak soal yang salah ketika dibagikan ke peserta ujian. “Jumlah tenaga pembuat soal harus ditambah, dan ini menyangkut biaya lebih besar,” kata dia.

Dikritik
Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto, menilai rencana pemerintah membuat 20 variasi soal ujian nasional sebagai hal yang mustahil. "Membuat dua soal yang sama saja sulit sekali, apalagi 20. Ini mudah dikatakan tetapi sulit dikerjakan," katanya kepada Tempo, Selasa, 11 September 2012.
Dikatakan Iwan, paket soal ujian nasional yang berbeda pun harus memiliki tingkat kesulitan yang sama. Tujuannya, agar tak ada siswa yang diuntungkan maupun dirugikan dari jenis soal yang berbeda.
Pendapat serupa juga disampaikan pemerhati pendidikan dari Education Forum, Elin Driana. Dia mengatakan variasi soal yang dibuat pemerintah untuk memperketat pengawasan Ujian Nasional 2013 harus dipastikan memiliki tingkat kesulitan yang setara.
Soal UN yang berdampak besar bagi siswa harus dibuat dengan berbagai pertimbangan.
“Setidaknya ada empat aspek yang harus diperhatikan yakni reliabilitas, validitas, tingkat kesulitan yang sama, dan tidak bias,” kata Elin.
Keempat aspek tersebut menurut dia perlu diperhatikan benar agar soal, meski berbeda paket, tetap setara.
“Pemerintah harus bisa menunjukkan bahwa meskipun paket soalnya berbeda, tetapi kedua puluh paket soal itu tingkat kesulitannya sama,” tutur Elin.
Rencana membuat variasi soal UN hingga 20 jenis disampaikan kemarin, Senin, 10 September, oleh Menteri Pendidikan Muhammad Nuh dalam rapat kerja dengan Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat. Pengetatan tersebut dilakukan terkait rencana pemerintah mengintegrasikan hasil ujian sebagai instrumen masuk perguruan tinggi.
"Jadi tak mungkin menyontek karena setiap peserta dalam satu kelas soalnya berbeda,” kata Nuh.
 (jps/kom/ganesha/nt)

Duh, Sebagian Besar Guru Tak Lulus PLPG...

Rayon 111 UNY “Terparah” (?)

Kabar ‘duka’ terhembus dari  kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) 2012. Tak seperti PLPG angkatan sebelumnya, kali ini banyak guru tak lulus PLPG. Mereka pun harus mengulang. Bahkan tak cukup sekali, karena juga tak lulus ujian ulangan. Adakah yang minus  dari mereka?
.....................................................
Setelah digeber sejak sekitar bulan Juli 2012, pelaksanaan PLPG berakhir juga. Setidaknya 46 Universitas di seluruh Indonesia sebagai penyelenggara PLPG 2012, sudah mulai mengumumkan hasi PLPG di rayon masing-masing. Dengan sistem online, para peserta PLPG bisa langsung mengetahui apakah dirinya lulus atau tidak.
Hasilnya cukup mengejutkan dan menyesakkan dada. Tak seperti sangkaan sebelumnya, yang seolah bisa dipastikan sebagai  besar lulus PLPG., kali ini ternyata banyak guru yang tak lulus PLPG.
Sebagai contoh Rayon 111 Universitas Negeri Yogyakarta yang diantaranya diikuti sekitar 848 guru-guru Sekolah Dasar dari Kabupaten Ciamis. Pengumuman di rayon ini telah membuat sebagian besar guru peserta histeris atau berduka. Bagaimana tidak, dari jumlah 848, hanya sekitar 306 guru yang lulus PLPG.  Sisanya  sekitar  64% tak lulus. Artinya hanya 36% yang lulus. Me-reka adalah peserta PLPG gelombang 5 - 8.
Melihat lebih banyaknya kata “Meng-ulang” daripada “Lulus” dalam pengumum-an hasil PLPG Rayon 111 UNY, membuat banyak guru bersedih. Para guru yang lulus juga mengaku prihatin dengan ‘nasib’ rekan-rekannya yang harus kembali balik ke Yogyakarta untuk mengulang.
“Alhamdulillah saya lulus, tapi saya tak menyangka banyak rekan saya yang tak lulus. Dan mereka itu banyak yang sebenarnya lebih senior,” ujar seorang guru yang tak mau disebutkan namanya.
Sebut saja nama guru itu Warsih. Menurut Warsih, yang memprihatinkan di banyak kecamatan, justru hanya beberapa orang saja yang lulus, sebaliknya lebih banyak yang tak lulus.
Sebagaimana diketahui, untuk menentu-kan seorang peserta PLPG lulus atau tidak didasarkan pada hasil Ujian Tulis, Ujian Praktek, Hasil Workshop, Partisipasi selama PLPG, dan penilaian Teman Sejawat. Peserta PLPG akan dinyatakan lulus apabila skor akhir = 65,00 dengan skor ujian tulis = 60,00 dan skor ujian praktek = 65,00.
Dari hasil pengumuman Rayon 111 tersebut, sebagian besar guru tak lulus harus mengulang dalam hal ujian uraian, sebagian lagi dalam hal ujian obyektif. Bahkan banyak pula yang double harus mengulang keduanya, obyektif dan uraian.
Hasil lainnya dari Semarang, Jawa tengah, lebih kurang 40% dari 11.000-an peserta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) di Rayon 112 Universitas Negeri Semarang (Unnes) tidak lulus.
’’Ini tidak hanya di Rayon Unnes, tapi seluruh Indonesia. Kenyataannya memang seperti itu, banyak peserta sertifikasi profesi tidak bisa lulus,’’ kata Sekretaris Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon 112 Unnes, Drs. Masugino, M.Pd., di ruang kerjanya Gedung H lantai I Kampus Unnes.

Lemah Analisis
Pertanyaan pun muncul, mengapa banyak guru yang tak lulus PLPG 2012?
Ketua Panitia Sertifikasi Guru  Rayon  114 Universitas Negeri Surabaya, Alimufi Arief, sementara menyimpulkan banyaknya guru yang tak lulus ujian utama PLPG beberapa waktu lalu karena tingkat kecerdas-an guru yang lemah. Mereka rata-rata tak lulus karena lemahnya tingkat analisis mereka.
Saat ditemui di sela-sela pelaksanaan ujian ulang PLPG, dosen Unesa ini mengaku prihatin. "Daya nalar dan analisis mereka lemah sehingga tak lulus," kata Alimufi Minggu (2/9/2012).
Lanjutnya, Panitia Rayon 114 mencatat dari hasil ujian utama PLPG akhir Juli lalu, sebanyak 4.537 guru tak memenuhi standar. Mereka diijinkan mengikuti ujian ulang. Bahkan ujian ulang pertama sudah digelar untuk guru TK dan SD. Dari peserta ujian ulang 2.136, yang tidak lulus 1.168.
“Yang lulus hanya 968. Yang tidak lulus tersebut diikutkan ujian gelombang kedua bersama ujian gelombang pertama guru bidang studi (SMP, SMA/SMK). Kalau diberi soal studi kasus yang memerlukan analisis, guru rata-rata tak cakap," kata Alimufi.
Konon, Panitia PLPG juga tak habis pikir. Bagaimana mungkin para guru yang biasa melakukan tindakan kelas tak bisa. Begitu juga sebe-lum ujian ada kisi-kisi materi ujian PLPG.  Ternyata semua bergantung kompetensi guru itu sendiri.
Jelas Alimufi, ada bebe-rapa mata ujian menyangkut kompetensi guru dalam PLPG. Yakni ujian prakik, ujian teknik (bidang studi) nasional dan ujian teknik lokal. Mereka juga harus membuat analisis. Namun di tataran inilah banyak kelemahan guru.
Dari 4.537 masing-ma-sing yang tak lulus di setiap mata ujian , ujian praktik tak lulus 12, ujian teknik nasional 406, ujian lokal 2.963, dan sisanya ujian gabungan.

Banyak Faktor
Dari Ciamis, Warsih mengatakan, salah satu faktor guru tak lulus  karena faktor  kurangnya penilaian dari rekan. Walaupun hanya sekitar 10% dari total penilaian, namun cukup menentukan.  Menurutnya banyak guru yang kurang dalam hal ‘sosialisasi atau pergaulan sehari-hari’ saat PLPG.  Dalam satu kamar saja, mereka seolah masih ada sekat. Padahal rekan terdekat akan diminta untuk memberian nilai tentang dirinya.
“Seharusnya kita berlaku sopan, familiar, terbuka dan tidak terlalu jaga imej, meskipun teman terdekat kita saat itu entah siapa dan dari mana.” ucapnya.
Hal lainnya, lanjut Warsih, banyak guru yang tak lulus dalam ujian cara mengajar. Ini mengherankan.”Masa cara mengajar saja kita tak lulus?” tanyanya.
Hal lainnya jelas Warsih, keaktifan atau partisipasi peserta juga turut menentukan nilai akhir. Selain itu yang juga penting, adalah dalam hal pembuatan Penelilitian Tindakan Kelas (PTK). “PTK yang dianggap baik oleh penilai, adalah PTK yang lebih ke proses pembelajaran, daripada menekankan pada peningkatan hasil belajar siswa.” katanya

Waktu tak Cukup
Sementara itu dari Surakarta Jawa Tengah, beberapa peserta PLPG yang tidak lulus ujian PLPG, mengeluhkan terbatasnya waktu mengerjakan soal ujian. Akibatnya mereka tidak bisa mengerjakan soal dengan benar.
Salah seorang peserta PLPG yang tercatat sebagai guru SDN Petoran, Jebres, Rochmat, mengungkapkan ia tidak lulus pada ujian lokal PLPG. Menurutnya, waktu mengerjakan soal ujian sangat mepet.
“Dalam waktu satu jam, kami harus mengerjakan soal esai dan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Padahal untuk membuat PTK, butuh waktu panjang,” kilahnya. Akibatnya Rochmat dan 152 guru lainnya harus mengambil surat tugas mengikuti ujian ulang PLPG, di Ruang Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Disdikpora Solo. Pasalnya mereka dinyatakan tidak lulus PLPG.
Rochmat menceritakan dirinya termasuk peserta tahap I rombongan belajar (Rombel) pertama. Dari 30 guru di Rombel tersebut, hanya lima orang yang lulus. Sementara pada Rombel II dan III, hanya satu guru yang lulus pada setiap rombel. Setiap Rombel terdiri atas 30 guru.
Peserta PLPG lainnya dari SDN Wonosaren, Lilis, menjelaskan faktor kelelahan kemungkinan menjadi salah satu penyebab ia dan teman-temannya tidak lulus PLPG. Ia menerangkan selama 10 hari mereka harus mengikuti PLPG di tempat tertentu. Selama PLPG, mereka mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) setiap hari mulai pukul 07.00-17.00 WIB. Malam harinya mereka masih harus menyiapkan beberapa perangkat untuk Diklat esok harinya. “Sebenarnya materi yang diujikan sudah disampaikan saat diklat. Tapi karena waktu belajarnya kurang dan lelah, banyak yang lupa,” ungkapnya.
Terlebih bagi guru yang tak lagi muda seperti dirinya, terang Lilis, tidaklah mudah untuk mempelajari banyak teori. Terlebih kebanyakan peserta PLPG sudah berkeluarga. Otomatis mereka juga memikirkan keluarga yang ditinggalkan 10 hari. “Bahkan ada yang mikir utang,” ujarnya berkelakar.

Kelelahan
Peserta lainnya dari SDN Tunggulsari, Aminah, mengatakan selama mengikuti PLPG ia merasa kelelahan. Sehingga saat ujian, ada soal ujian yang tidak bisa dikerjakan dengan benar. Rochmat menerangkan setiap peserta PLPG harus mengikuti tiga kali ujian. Yaitu ujian nasional yang soalnya dari pusat, ujian lokal yang soalnya dibuat UNS dan praktik mengajar. “Soal ujian lokal memang lebih sulit dibandingkan soal ujian nasional. Sehingga banyak guru yang tidak lulus dan harus mengulang ujian lokal,” jelasnya.
Kepala Bidang PTK, Disdikpora Solo, Sulardi mengungkapkan setiap peserta PLPG seharusnya mempersiapkan diri dengan baik dan bisa mengatur dirinya. Manurutnya, hal itu menjadi salah satu kunci sukses PLPG. Ketika seorang calon peserta PLPG dinyatakan lulus uji kompetensi, terangnya, dirinya harus siap mengikuti PLPG kapan pun. Tak terkecuali jika guru tersebut harus mengikuti PLPG tahap I.
“Tak ada alasan ikut PLPG, guru belum siap,” tutupnya.

Dikembalikan ke Daerah
Sedangkan Sekretaris Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon 112 Unnes Semarang, Drs. Masugino, M.Pd., menuturkan, banyaknya guru tak lulus PLPG menjadi terapi kejut bahwa ketika mereka mengikuti sertifikasi sudah pasti lulus. Itu hanya pandangan yang tidak benar. Ada proses ujian yang harus diikuti dan semua dilaksanakan secara serius.
’’Jangan sampai beranggapan begitu lolos bisa ikut PLPG dan pasti lulus. Tidak seperti itu. Kami melakukan proses ini sesuai dengan standar, sehingga yang dinilai tidak memiliki kompetensi mengajar secara profesional, tentu tidak lulus,’’ katanya.
Kini yang jelas  mereka yang tak lulus PLPG sedang berjuang kembali agar lulus ujian ulangan. Bila tak lulus mereka harus kembali mengikuti ujian ulangan gelombang 2 dan seterusnya. Namun tentu saja panitia tak mau terus menerus mengurus peserta yang berkali-kali tak lulus ujian ulangan.
“Di Rayon 112, peserta yang dua kali tak juga lulus ujian ulangan, terpaksa kami kembalikan ke daerahnya masing-masing.” tegas Masugino.*

Mengukur Ketulusan Hati Seorang Guru

Ada seorang guru mengabdikan diri dengan menerima murid-muridnya belajar selepas maghrib di rumahnya.  Secara berkelompok murid-murid belajar bersama sang guru. Dengan ikhlas, di sela waktu istirahatnya, sang guru memberi pelajaran tambahan hingga isya’ menjelang.
.......................................
Selang beberapa saat kegiatan berlangsung murid yang belajar semakin berkurang. Sang guru heran, apa ada yang salah pada dirinya? Mencoba bercermin mengupas diri. Tak ada yang keliru. Dia tidak memungut biaya atas apa yang dilakukannya membimbing murid di malam hari. Tidak pernah sekalipun kata kasar terlontar menghadapi murid yang beragam kepandaian, bahkan bila saat ia berlebih rezeki, ia hidangkan roti dan makanan kecil lain untuk murid-muridnya. Kenapa?
Salah satu murid akhirnya bercerita bahwa sebagian murid takut belajar tambahan di malam hari karena sepulang belajar mereka selalu diganggu hantu penunggu pohon besar di pinggir kampung.  Sang guru berang, merasa siswanya terganggu haknya untuk meraih ilmu. Akhirnya selepas isya, setelah semua murid pulang, sang guru mendatangi hantu penunggu pohon besar.  Ditantangnya setan berkelahi karena telah mengganggu muridnya. Perkelahian seru tak terhindarkan, semangat membela hak muridnya mampu memompa semua kemampuan lahir bathin sang guru hingga dapat mengalahkan hantu penunggu pohon besar. 
Sang guru pun menang, makhlus halus penunggu pohon besar segera akan diusir dari tempatnya tinggal selama ini. Namun makhlus halus itu merayu sang guru untuk tetap bisa tinggal di pohon besar. Dia berjanji untuk tidak mengganggu murid-murid sang guru dan akan memberikan setumpuk uang dan emas yang akan diberikan esok hari di bawah tempat tidur sang guru selepas memberi pelajaran tambahan pada muridnya. Karena kebesaran hati sang guru, setan penunggu pohon besar diampuninya. 
Esok malam selepas maghrib banyak murid datang, karena pagi hari sudah diberitahu, setan penunggu pohon besar sudah kalah dalam pertarungan.
Riang gembira, suka cita mewarnai suasana belajar mereka. Sang guru merasa sangat bersyukur murid-muridnya dapat belajar tanpa diganggu rasa takut.Selepas isya’ mereka berpamitan.
Saat sang guru akan tidur dan merebahkan diri di pembaringan ia tersenyum, teringat pertarungannya degan setan penunggu pohon besar.  Semakin lebar senyumnya mengingat kemenanggannya. Tiba-tiba sang guru teringat akan janji setan penunggu pohon besar yang akan memberikan harta kekayaan atas kemenangannya. Tapi setelah dilihat di bawah pembaringannya ternyata tidak ada satupun emas dan uang seperti yang djanjikan.  Sang guru marah besar!
“Dasar setan tukang bohong! Penipu!” makinya.
Tanpa berpikir dua kali sang guru mendatangi setan penunggu pohon besar.  Ditagihnya janji setan penunggu pohon besar. Karena tetap ingkar akhirnya perkelahian terjadi.  Seru dan sengit! Melebihi pertarungan sebelumnya. Tapi kali ini sang guru tidak beruntung. Nafsu amarah dan keinginan atas harta menutup ketulusan hatinya, ia pun kalah.
***
Kisah di atas hanya sebuah illustrasi, bagaimana ketulusan hati seorang guru tiba-tiba dapat diukur hanya karena godaan materi atau harta. Motivasi agar muridnya bisa memperoleh ilmu darinya sebenarnya tak kalah hebat dengan motivasi dirinya untuk memiliki materi. Namun sayang, “Yang di Atas” justru tak mengabulkan keinginan yang kedua itu.
Bagaimana dengan Anda?
Mungkin  Anda tak peduli apakah ketulusan hati seorang guru selama ini terukur atau tidak? Atau bahkan tak mau tahu apakah diri Anda punya ketulusan hati  sebagai seorang guru? Namun kisah semirip di atas, bukan tak mungkin pernah terjadi pada Anda. Pada saat itu ketulusan hati Anda bisa nampak atau sebalik tidak nampak. Bisa terlihat makin dalam atau sebalinya kian dangkal bahkan telah hilang.
Apa sih ketulusan hati itu?
Ada yang beranggapan bahwa suatu ketulusan tidak bisa diukur dengan kata-kata, maupun bentuk materi . Satu ketulusan itu sebenarnya memang sangat sulit untuk digambarkan dan dilukiskan, karena suatu ketulusan akan dirasakan oleh perasaan (hati) yang melakukan tersebut apakah dia punya kepentingan atau memang benar-benar tanpa pamrih (ikhlas). Namun dari kisah tadi, ketulusan hati bisa memiliki beberapa dimensi.
Pertama, seseorang bisa dikatakan tulus jika ia melakukan sesuatu dengan bersungguh-sungguh. Ia sungguh-sungguh dalam mengemban tugas mendididik dan membimbing siswa meraih ilmu, keterampilan dan nilai-nilai hidup.
Kedua, ketulusan hati bermakna melakukan sesuatu tanpa berharap pamrih atau balasan jasa dari manusia. Ia ikhlas dan tulus melaku-kan itu dengan niat mendapatkan pahala keba-ikan. Adapun balasan itu semata dari Allah.
Ketiga, ketulusan hati bermakna keikhlasan untuk melakukan sesuatu atau berbuat. Ia mengerjakan sesuatu tanpa merasa dipaksa, dibebani, disuruh-suruh, atau bahkan diintimidasi. Ia melakukan sebuah pekerjaan atau apapun dengan kemauan dari hati. Dorongan yang utama datang dari dalam dirinya bukan dari luar semata.

Tetap Jaga Ketulusan Hati
Di zaman sekarang banyak godaan pada guru agar membuang jauh-jauh ketulusan hati.  Tuntutan dan realitas kebendaan bukan tak mungkin mengikis ketulusan seorang guru. Tuntutan ekonomi, status sosial, bahkan gengsi kerap menyeret guru untuk mencampakan nilai-nilai itu.
Di samping masih banyak guru yang tulus, tak sedikit pula yang kian berani bersuara lantang menuntut “pamrih” berupa gaji atau penghasilan yang layak. Puncaknya lahir sertifikasi guru, penghasilan bertambah.
Di satu sisi, sertifikasi guru adalah buah keikhlasan sebagian guru dalam menjalankan tugasnya, di sisi lain ada yang beranggapan inilah hasil ‘jeritan’ guru yang tak tahan berlama-lama bekerja tanpa pamrih, agar diberi “balasan jasa” yang manusiawi.   
Maka kini seolah ketulusan hati telah mulai terkikis, tergantikan oleh keinginan mendapat ‘balasan jasa yang cukup. Serrtifikasi (baca: kenaikan gaji) hampir menjadi tujuan, membutakan ikrar pendidik untuk membawa siswa menuju cita-cita.
Sertifikat profesi menjadi akhir dari perjalanan pendidik dalam karirnya.  Bahkan kegagalan dalam sertifikasi menjadi seperti ‘ingkarnya setan penunggu pohon besar atas janjinya’ yang harus langsung di protes dan didemo.  Kegagalan tidak lagi dijadikan cermin evaluasi untuk lebih mengembangkan diri.
Meningkatnya kesejahteraan pendidik dengan sertifikat profesi seharusnya akan menjadi janji untuk selalu berbuat profesional dalam mendidik seperti amanat UU No. 20 tahun 2003. Kenaikan gaji dari sertifikasi hendaknya dijadikan senjata untuk memperkaya kompetensi,  supaya siswa merasakan kenikmatan belajar dalam suasana menyenangkan, aktif dinamis dan dialogis.
Walau sudah mendapat sertifikasi ketulusan hati seorang guru  harus tetap tergambar dengan memberikan layanan terbaik kepada peserta didik-nya. Mampu menjadi mata air bagi peserta didik untuk menghilangkan rasa haus dan dahaga akan ilmu. Jeli melihat kebutuhan dan kondisi siswa.
Ketulusan hati diperlukan oleh seorang guru karena guru menghadapi benda hidup yaitu manusia. Ketulusan hati diperlukan oleh seorang guru karena guru yang baik itu bukan hanya pengajar tapi juga pendidik. Bukan hanya pelajaran atau pengetahuan, tapi juga moral agama dan sosial, di mana kesabaran dan ketulusan hati ada di dalamnya.
                                                                                                                 (agus ponda/ganesha)

Kamis, 18 Oktober 2012

Guru Tak Mampu Capai Kompetensi Minimal

 Uji Kompetensi Guru (UKG) gelombang pertama yang dimulai pada 31 Juli 2012 telah selesai diselenggarakan pada 12 Agustus 2012 lalu. Sebanyak 624.702 guru telah mengikuti UKG dari 1.006.211 guru dan melibatkan sebanyak 2.979 tempat uji kompetensi (TUK).
.....................................................
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BP SDMP-PMP) Kemdikbud,  Syawal Gultom meyampaikan, sejak awal UKG tidak dikaitkan dengan sertifikat yang dimiliki dan tunjangan profesi. Akan tetapi, UKG ini diharapkan dapat  mengawal guru sampai pada kompetensi minimal yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas keprofesian.
"Pertanyaannya adalah bagaimana cara paling efisien agar guru capai standar minimal yang dipersyaratkan. Tentu harus kita lakukan pemetaan dulu," terang Syawal di Gedung Kemdikbud, Jakarta, Selasa (14/8).
Menurut Syawal, UKG difungsikan untuk dua hal. Pertama, kata dia, untuk pemetaan dalam rangka menetapkan pembinaan keprofesian berkelanjutan atau bahasa lebih sederhana pendidikan dan latihan (diklat). Yang kedua, UKG ini juga akan ditindaklanjuti dengan penilaian kinerja.
"UKG tidak hanya untuk melihat kompetensi guru, tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran harus diobservasi oleh kepala sekolah, pengawas, atau guru berprestasi," katanya.
Syawal menyebutkan nilai rata-rata nasional UKG 4,5. Nilai rata-rata ini, kata dia, sudah menggambarkan apa saja yang harus dilakukan dan dalam hal apa saja guru mengalami kesulitan.  Dia mencontohkan, untuk mata pelajaran Matematika apakah guru kesulitan di aljabar, geometri, atau statistik. Berdasarkan kompetensi itu, kemudian didesain diklatnya.
"Hasil UKG ini masukan berharga bagi guru untuk mengembangkan diri sendiri, masukan bagi sekolah untuk membina guru, penyelenggara diklat, dan LPTK," imbuhnya.
Pelaksanaan UKG gelombang kedua akan dilaksanakan pada 1-6 Oktober 2012 mendatang. Peserta yang ikut selain yang telah dirancang mengikuti pada gelombang kedua, juga, peserta gelombang pertama yang mengalami kendala baik teknis maupun administrasi.

Diklat Online
Syawal  mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan menindaklanjuti hasil pemetaan terhadap Uji Kompetensi Guru (UKG). Tindaklanjuti ini dilakukan dengan menyelenggarakan pendidikan dan latihan secara daring (online) pada 2013.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Syawal Gultom mengatakan, materi diklat dirancang berdasarkan hasil pemetaan meliputi proses mempelajari materi, melatihkannya, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan untuk mengukur perubahan kompetensi pada guru.
"Nanti uji kompetensi tidak berhenti di sini. Kita punya 2.979 TUK (tempat uji kompetensi) dan laboratorium komputer aktif yang bisa digunakan untuk diklat online. Jadi nanti uji kompetensi ini akan dilanjutkan dengan diklat online," terang Syawal di Gedung Kemdikbud, Jakarta, Selasa (14/8).
Menurut Syawal, Diklat secara online dilakukan karena keterbatasan dana untuk menyelenggarakan diklat secara tatap muka dengan jumlah guru yang banyak . Padahal, kata dia, semua guru wajib melakukan pembinaan keprofesian secara individual  maupun kelompok, oleh diri sendiri maupun oleh pemerintah.
"Yang paling mahal diklat itu kan tatap muka langsung. Kalau modul interaktif komputer atau online system tidak terlalu mahal. Jadi bisa menjangkau semua guru nantinya," katanya.
Lebih jauh Syawal menambahkan, Diklat tersebut akan dilakukan secara terus menerus untuk memenuhi kompetensi minimal. Perancangan diklat berbasis analisis UKG yaitu adalah pada kesulitan yang dialami oleh guru dan kompetensi-kompetensi apa saja skor guru rendah. Kemudian, pada indikator apa guru mengalami kelemahan.
"Diklatnya ini dikumpulkan guru yang mengalami kelemahan yang sama. Jadi lebih efisien. Tidak mengulang materi yang sebetulnya sudah dikuasai guru. Itu tindak lanjut diklat nanti di 2013," ucapnya.
(jps/nt)

Empat Tahun Dibuang Orangtua, Hafizah Hafal Quran 5 Juz

Pemirsa teve mungkin sempat terhenyak, ketika seorang anak kecil yang hapal lima juz Al-Quran itu tampil di acara Curhat Akbar Indosiar, Minggu siang. Bukan semata kemampuannya menghapal Kalamullah, namun tentang nasib dirinya yang sudah empat tahun tak bersua kedua orangtuanya.
……………..

Di bulan Ramadhan, Minggu siang. Masjid Agung Ciamis, menjadi saksi, anak kecil berusia sembilan tahun itu melafalkan ayat Quran, namun setelah itu  ia tersendat memanggil kedua orangtuanya yang entah ada di mana.
“Saya rindu papa dan mama. Mengapa papa mama tidak menengok saya sejak saya ditinggal papa mamah tahun 2008 lalu? Apakah papa mamah tak takut dosa?” ujar anak kecil itu yang tak lain bernama Hafizah.
Decak kagum pada kemampuan gadis kecil itu menghafal 5 juz Al-Quran pun berubah menjadi rasa simpatik dan kesedihan banyak jamaah terutama kaum hawa. Tak kuasa menahan sedih, presenter Curhat Akbar, Irfan Hakim berlinang air mata. Ustad Ahmad Al-Habsyi pun berkaca-kaca.
Berkali-kali Irfan hakim menanyai gadis kecil itu. Karena Hafizah tak bisa menjelaskan nasib dirinya, Irfan Hakim pun memanggil seorang ibu. Ia tak lain Hj. Neni Heryani, S.Pd., istri pengasuh Pesantren Nurul Amal Cijeungjing.  Hj. Neni pun berkisah singkat.
Empat tahun lalu, menurut Hj. Neni, seorang penjual keliling di desa Cijeungjing  asal Pandeglang Banten, menitipkan  Hafizah di pesantren yang diasuh suaminya. Konon ayah Hafizah merupakan kenalan pedagang itu. Karena anak pedagang itu juga masantren di Pesantren Nurul Amal, maka Hafizahpun dititipkan ke Nurul Amal. Kala itu Hafizah berusia kurang dari 5 tahun. Intinya Hafizah seolah dibuang oleh kedua orangtuanya.
Hj. Neni tak tahu mengapa  anak kecil itu diterlantarkan kedua orangtuanya. Tak mau berlarut dalam beragam pertanyaan yang tak terjawab, pihak pesantren mengasuh anak itu. “Kami merawatnya, hingga lima tahun berlalu tak ada kabar di mana kedua orangtua  Hafizah. Hanya katanya, ada di sekitar Jakarta.” ucap Hj. Neni.
Namun kuasa Allah bicara. Sesuai namanya, Hafizah yang artinya penghafal Al-Qur-an, gadis kecil itu pun menampakan kemampuan yang luar biasa. Selama lima tahun dibuang orangtuanya, ia justru mampu menghafal 5 juz Al-Quran. Dan  sudah kehendak-Nya, Hafizah telah mengetuk hati kedua orangtuanya di Masjid Agung Ciamis, melalui acara ramadhan di teve nasional.
“Hafizah sekarang sudah kelas 4 MI atas bimbingan kami, Alhamdulillah, kini ia bisa membaca Qur’an, bahkan menghafal  Al-Qur’an sampai lima Juz.” kata Hj. Neni.
Hafizah sendiri hingga kini tak henti-hentinya sangat merindukan ayah dan ibunya. Ketika ditanya Ganesha dia menjawab dengan sedikit berbicara dan anggukan. Pandangan matanya kosong dan wajahnya muram, sepertinya menahan kesedihan yang mendalam.
Sebagai orang tua asuhnya Hj. Neni sangat berharap suatu waktu ada orang tuanya datang ke pesantrennya di Cijeungjing, yaitu yayasan Nurul Amal. “Hafizah sangat berbakat, apalagi dia sangat berpotensi jadi sangat disayangkan apabila orang tuanya meninggalkannya. Bagi siapa saja yang mengenal anak ini kami sanggat berharap sekali menghubungi pihak yayasan,” pungkas Hj.Neni. (nung/ayu/agus ponda/Ganesha)

Kemendikbud Terlalu Bersemangat, Sosialisasi Hanya Seminggu

Uji Kompetensi Guru sudah berjalan. Ada banyak kisah “seru” seputar UKG ini. Tentang Pusat yang terlalu bersemangat dan daerah yang ‘pontang-panting” menyiapkan tempat dan perangkat tes. Lalu guru peserta dengan beragam potensi. Dan hasilnya? Simak saja liputan Ganesha berikut ini.
...............................
Akhirnya  Pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (UKG) di Kabupaten Ciamis berlangsung juga. Tes ini dimulai  tanggal 30 Juli hingga 5 Agustus 2012.
Praktis di tengah bulan Ramadhan, para guru ditempa fisik dan mentalnya. Mereka berburu tempat tes UKG yang tersebar di beberapa tempat sejak pagi hingga sore hari menjelang berbuka puasa.
  Sebanyak 6.442 peserta yang terdiri dari 4.079 guru SD, 1.551 guru SMP, 666 guru SMA, 69 guru SLB dan 67 guru TK mengikuti UKG yang baru pertama kali digelar tersebut. Dalam satu hari, pelaksanaan terbagi dalam 3 shift. Shift pagi pukul 7 hingga pukul 10. Shift kedua pukul 10.30 hingga 13 siang dan  shift ketiga pukul 14 hingga pukul 16.30 sore.

Sempat Tak Konek
Namun tak disangka, pada hari pertama shift pertama, jaringan internet mengalami gangguan. Tidak ada koneksi antara server di Tempat Ujian Kompetensi (TUK) dengan server di Kemendikbud. Kontan panitia daerah bingung, guru peserta pun galau. Meski sudah berada di depan laptop, mereka tak bisa melaksanakan tes. Hingga waktu shif pertama habis di beberapa daerah mereka tak sempat menjawab satu soal pun. 
Kejadian ini menurut operator TUK di SMAN 3 Ciamis tidak hanya berlangsung di Kabupaten Ciamis saja namun juga di seluruh wilayah Propinsi Jawa Barat bahkan di Jawa tengah dan Yogyakarta.
“Saya baru saja dapat informasi dari Garut, katanya sama belum bisa online”, ujar Dedi, operator TUK SMAN 3 Ciamis. Bahkan hingga pukul 9 lebih, baru beberapa propinsi yang bisa connect dengan Kemendikbud. Diantaranya Maluku, Papua, dan Jambi.
Pada pukul 10 pagi jaringan baru bisa online. Ini dapat terlihat dengan munculnya menu login pada layar monitor.
Bagi peserta ujian shift pertama tersebut kondisi demikian melegakan sekaligus menjengkelkan. Karena dengan terpaksa mereka harus mengikuti UKG pada waktu yang lain.
“Saya kecewa sekali, sudah datang dari pukul 6 pagi tapi tidak bisa ikut ujian”, ujar seorang peserta dari salah satu SMP di kota Ciamis saat Ganesha memantau di TUK SMAN 3 Ciamis.
Bahkan tidak hanya shift satu saja yang tidak bisa ikut ujian, di SMPN 1 Panumbangan peserta shift kedua yang berlangsung dari pukul 10.30 hingga 13.00 tidak bisa ikut ujian pula. Karena hingga pukul 13.00 server belum bisa online.

Ujian Susulan & Data Guru

Kasubag Kepegawaian Disdik Kabupaten Ciamis U. Sukiman mengatakan, bagi peserta yang tidak bisa ikut ujian karena kejadian tersebut atau tidak bisa hadir sesuai jadwal, dapat mengikuti ujian pada saat jadwal kosong atau mengikuti ujian setelah jadwal keseluruhan selesai.
 “Di Kabupaten Ciamis pelaksanaan UKG hingga tanggal 5 Agustus tetapi untuk tingkat nasional hingga tanggal 12 Agustus,” kata Sukiman. 
Oleh karenanya, peserta yang tidak bisa ujian karena mendapat gangguan teknis tadi dapat ikut ujian susulan mulai tanggal 6 hingga 12 Agustus 2012.
Sukiman menambahkan, ada peserta UKG yang mengalami kendala dari pusat, yaitu tidak mendapat soal walaupun sudah memasukan data pribadi, seperti NUPTK dan sertifikat pendidik. Contohnya untuk  guru SMP tidak ada soal pelajaran Lingkungan Hidup dan Bahasa Sunda. Untuk guru SMA tidak ada soal mata pelajaran Bahasa Indonesia, PPKN, dan BK. Mereka akan ikut UKG pada jadwal berikutnya.
“Itu tanggungjawab dari pusat. Bukan daerah. Mereka dijadwalkan ikut UKG bersama Pengawas,” jelas Sukiman. 
Dia mengungkapkan, para Pengawas, baik Pengawas TK/SD yang berjumlah 132 maupun Pengawas bidang studi yang berjumlah 43 orang akan mengikuti UKG tanggal 1 hingga 6 Oktober 2012 bersama guru SMK yang berjumlah 129 orang.
“Guru SMK tidak mengikuti UKG saat ini karena soal-soalnya di Kemendikbud belum siap,” jelas Sukiman.

 Tak Ada Gaptek?
Mengenai kemampuan para peserta UKG dalam menggunakan peralatan komputer nampaknya tidak ada kendala. Ganesha yang memantau di beberapa lokus tidak melihat guru yang benar-benar gaptek. Walaupun memang pada awal-awal pelaksanaan ujian terlihat kaku dan masih bingung.
Hal ini diakui oleh operator TUK SMPN 1 Cisaga Agus Ramdhan.
“Awalnya memang kaku tetapi berikutnya lancar karena software soal dibuat sedemikan rupa agar mudah dioperasikan. Di keyboard hanya ada 9 tombol yang berfungsi ketika ditekan. Menjawabnya pun bisa menggunakan mouse”, jelasnya.
Lancarnya para peserta ujian dalam mengisi soal tidak lepas dari upaya sosialisasi dan pelatihan yang telah dilaksanakan peserta. Khususnya peserta dari guru SD. Sebelumnya di sejumlah UPTD Pendidikan dilaksanakan pelatihan menggunakan komputer berikut latihan ujian berdasar kisi-kisi yang diperoleh dari website Kemendikbud. Seperti yang pengalaman Taryati guru SDN 1 Sidamulya Kepel Cisaga. Menurutnya, dia bersama guru yang lain mengikuti pelatihan dan mendapat kisi-kisi yang diberikan oleh pihak UPTD Pendidikan Kecamatan Cisaga.

Nilai Rata-rata
Pada kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan ini, rata-rata nilai peserta UKG ternyata tidak mencapai batas minimal atau KKM yang ditentukan yaitu 70. Berdasarkan informasi dari beberapa operator, nilai rata-rata yang dapat diraih peserta berkisar antara 30 hingga 65. Namun ada juga yang bisa mencapai angka 70 tetapi sangat sedikit.
“Di sini ada yang pernah mencapai angka 83 itu pun satu orang,” jelas Agus Ramdhan, operator TUK SMPN 1 Cisaga.
Bahkan di TUK SMPN 1 Cijeungjing pada hari pertama hanya satu orang yang mencapai nilai 70.
“Rata-rata nilainya 50”, jelas seorang operator dari TUK SMPN 1 Cijeungjing.
Perolehan nilai yang rata-rata rendah tersebut diakui oleh Sukiman. Berdasar hasil pemantauannya di sejumlah lokus atau TUK, rata-rata nilai berkisar antara 35 hingga 65.
“Ada juga yang nilainya 30 bahkan ada pula yang sampai 80 puluh”, katanya.
Menurutnya, keadaan tersebut bisa dimaklumi. Apalagi untuk guru Bahasa Inggris yang narasi soalnya terlalu panjang, sulit untuk memahaminya.
Secara umum, walaupun ada kendala dan hasilnya di bawah KKM, pihak Disdik Kabupaten Ciamis, menurut Sukiman, merasa puas atas penyelenggaraan UKG yang baru berlangsung ini. Karena dari awal sudah melakukan berbagai persiapan walaupun menghadapi berbagai kendala. Saat pelaksanaan, kendala-kendala tersebut dapat diatasi kecuali yang bersumber dari Kemendikbud.
“Kalau masalah hasil, kita tunggu saja perlakuannya. Yang pasti, kita TNI. Turut, Nurut, dan Ikut kebijakan pemerintah,” pungkas Sukiman.

Waktu Sosialisasi  Mepet
Sementara itu PLt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, H. Tatang, S.Ag., M.P.d., mengatakan pihaknya memahami keluhan-keluhan di antara para guru bahwa Kemendikbud belum mensosi-alisasikan kegiatan UKG. Menurutnya, di Kabupaten Ciamis sendiri jauh-jauh hari isu UKG sudah dikomunikasikan. Namun secara resmi kegiatan UKG ini disosialisasikan seminggu sebelum pelaksanaan. Yang pertama, berlangsung di SMPN 1 Pangandaran, diikuti 10 kecamatan di wilayah selatan Ciamis. Yang kedua, di aula Disdik untuk wilayah Ciamis utara dan barat. Kegiatan tersebut diikuti oleh perwakilan saja, yaitu Kepala UPTD Pendidikan, utusan Kepala SD, SMP, SMA, SMK.
“Sehingga disadari jika ada guru-guru yang belum tersosialisasikan karena waktunya yang sangat singkat,” katanya.
Namun demikian, menurut H. Tatang, dari 26 lokus TUK nampak ada kondusifitas pelaksanaan. Hanya hari pertama saja ada kendala karena ada gangguan koneksi internet di shift pertama.  “Itu di luar jangkauan kita,” ujarnya.

Tanggapan Peserta
Salah seorang peserta di Kota Ciamis, Dr. Agus Sumantri mengatakan, kemungkinan rendahnya nilai UKG bisa terjadi karena menurutnya,  soal-soal yang diujikan sudah jauh keluar dari kisi kisi yang sebelumnya sudah dapat dipelajari oleh peserta UKG.
“Bagaimana hasil tes akan maksimal kalau soal melenceng seperti itu dan penulisannya kurang baik?“ tanyanya.
Ia menambahkan secara keseluruhan dirinya kurang puas tentang UKG.  “Secara keseluruhan pelaksanaan ujian kurang mulus, hal ini menurut saya karena Kemendikbud terlalu "bersemangat " untuk melaksanakan uji kompetensi guru dengan sistem online,” katanya. Sebaliknya, Agus menilai Kemendikbud tidak mempertimbangkan atau mungkin lupa bahwa Indonesia wilayahnya luas. Bahkan kata Agus, masih ada wilayah Indonesia yang masih sulit untuk akses internet. Selain itu Kemendikbud belum pernah melakukan try out  (uji coba).
“Selain soal-soalnya harus lebih valid,  Kemendikbud sebaiknya mempersiapkan dulu perangkat IT-nya dan adakan dulu uji coba. Dan kalau sudah bagus, baru lakukan ujian yang sebenarnya,” saran Agus yang juga kepala SMPN 2 Ciamis.
Mendikbud Mohammad Nuh mengakui memang UKG sempat mengalami kekacauan. Kekacauan UKG disebabkan karena urusan teknis.“Jadi solusinya dengan cara teknis juga,” katanya.
Meski sempat bermasalah di mana-mana, Nuh menegaskan UKG jalan terus. Dengan kekacauan ini, dia berjanji menyiapkan UKG lebih matang pada tahap kedua nanti.” Jika sambungan internet di suatu tempat uji kompetensi (TUK) masih kecil, ya harus ditingkatkan.” ujar M.Nuh.
 (arief/agus ponda/ganesha)

Tak Aneh WC Sekolah Jorok?

Kualitas sebuah lembaga pendidikan salah satunya bisa dinilai dari  sarana sanitasi. WC yang tak memadai dan aroma yang memualkan perut, pertanda kejeniusan serta kepiawaian pengelola sekolah masih rendah.
.........................................................
Seorang teman punya kebiasaan unik. Setiap masuk ke sebuah restoran atau warung nasi, sebelum memutuskan memesan makanan atau minuman, hal pertama yang dikunjunginya adalah WC atau toilet rumah makan. Jika kondisi dan situasi tempat WC di tempat tersebut bersih, maka selanjutnya ia mau memesan makanan. Jika tidak, maka dengan sedikit dalih, dia beranjak dari tempat tersebut. Mungkin aneh, tapi itulah cara dia dalam menilai kualitas dan selera.
Seorang alumni SMK hampir serupa. Namun ini soal sekolah atau kampus. Saat ikut tes SNMPTN di sebuah SMK di Bandung, hal pertama yang diucapkannya tentang sekolah itu adalah tentang WC-nya tak menyenangkan. Ia tak bicara tentang sekolah itu yang berstatus  Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Saat jeda istirahat, yang ia tunjukkan adalah roman muka ‘sebel’. Pasalnya WC sekolah tersebut jorok, mampet dan kotor.
Dari dua ilustrasi itu, cukup menyakinkan kita bahwa sebelum menilai hal-hal yang besar tentang sebuah tempat, sebuah bangunan atau sebuah sekolah, orang akan lebih dulu bisa menarik kesimpulan ‘sempurna’ tidaknya tempat itu cukup dengan menyimpulkan kondisi tempat  untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh alias kamar kecil, toliet atau WC.
Lalu bagaimana dengan WC sekolah Anda? Apakah seperti itu?

Sanitasi Sekolah Rendah
Tentang WC sekolah, ada hal yang sangat menarik, ketika Redaksi Ganesha bersilaturahmi dengan para unsur Pendidikan Kabupaten Ciamis di Wisma Guru menjelang bulan puasa lalu. Dr. Aning Effendi, M.Pd., Ketua MKKS SMP Kabupaten Ciamis, mengatakan hingga saat ini hal yang masih kurang diperhatikan tentang sekolah adalah masalah sanitasi.
Dr. Aning menyorot minimnya sarana santasi berupa WC sekolah. Bahkan tak sedikit sekolah yang hanya memiliki satu dua WC padahal jumlah siswanya tidak sedikit.
“Sekarang yang juga harus kita sorot adalah, bagaimana banyak sekolah menggunakan satu dua buah WC selama puluhan tahun. Terus-menerus oleh banyak siswa dan guru. Bayangkan itu.” ujar  Dr.Aning.
Kondisi yang disoal Dr. Aning sebenarnya bukan rahasia umum lagi. Memang benar dan sangat memprihatinkan sebagian besar sarana sanitasi sekolah di daerah tidak layak. Umumnya WC sekolah mulai dari SD hingga SLTA, berupa pemandangan yang gelap, kotor, dinding penuh coretan, mampet, dan aroma tidak sedap.
Kondisi itu tentu sangat ironis. Sekolah yang salah satunya mengajarkan kebersihan dan kesehatan kepada anak didik, justru tak sanggup mengurus sarana sanitasi seperti itu.  Juga tak sanggup menyediakannya dalam jumlah yang ideal. Padahal manusia yang punya hajat, ketika keinginan itu muncul tak bisa ditunda-tunda lagi. Bila tempatnya tak memadai atau tak cukup, haruskah kebiasaan binatang ditiru?

Perhatikan Jumlah Siswa
Dr. Aning menjelasan, hal yang harus diperhatikan pengelola sekolah untuk memperbaiki sanitasi adalah berapa banyak jumlah siswa di sekolah tersebut.
“Kalau jumlah siswanya banyak, maka jumlah sarana sanitasinya harus seimbang.” katanya. Ia mencontohkan di SMPN 1 Cijeungjing dengan jumlah siswa 636 orang, maka dibangun 22 buah WC untuk siswa dan 2 untuk para Guru.
“Ini sesuai dengan rasio siswa. Satu WC untuk 20 orang siswa,” jelas H. Aning. Ia menambahkan, sumber mata air pun sudah disiapkan. Sehingga di musim kemarau seperti sekarang tidak akan kekurangan air.
Sementara itu Kepala SMPN 2 Ciamis, Dr. Agus Sumantri, M.Pd., mengatakan pengadaan dan pemeliharaan WC selalu menjadi perhatian utama.
“Ini, karena kami sangat memperhatikan betapa pentingnya WC bagi manusia, sebab kalau zat sisa dari tubuh tidak dikeluarkan, maka akan berakibat fatal.“ ujar Dr. Agus Sumantri yang sukses mengantarkan SMP 2 Ciamis meraih penghargaan nasional berupa Sekolah Adiwiyata selama 3 kali berturut-turut.
Menurutnya, di SMPN  Ciamis ada 11 WC siswa putra dan 6 WC siswa putri dan 2 WC guru sehingga total ada 17 WC siswa dan 2 WC guru. Sedangkan jumlah siswanya mencapai  628 orang. Artinya secara keseluruhan rasionya 1 WC untuk 36 orang.
Berdasarkan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) PBB, perbandingan fasilitas toilet di sekolah yang baik adalah 1:25 untuk perempuan dan 1:40 untuk laki-laki. Artinya, jika rata-rata satu SD/MI misalnya memiliki 120 murid yang masing-masing terdiri atas 60 murid laki-laki dan perempuan, jumlah toilet minimal 2 untuk laki-laki dan 3 untuk perempuan.

Mengapa Banyak WC Jorok?
Dr.  Agus Sumantri tak memungkiri, masih banyak WC atau kamar kecil sekolah yang tak memenuhi kriteria sehat, bersih, dan ramah lingkungan.  Ia menilai banyaknya WC yang tidak ideal di sekolah seolah menjadi hal yang biasa. Padahal hal itu terjadi karena beberapa hal.
“Pertama, WC diperlakukan sebagai sarana yang kurang penting oleh manajemen sekolah. Kedua letak WC pada umumnya dibangun di tempat yang jorok yang jauh dari perhatian publik. Ketiga kurangnya kesadaran para pemakai WC dalam pemanfaatannya, misalnya saja habis buang ari kecil, atau besar tidak disentor.” ujar Dr. Agus.
Hal lainnya lanjut Dr. Agus  joroknya WC sekolah terjadi karena kurangnya pasokan air. Kebutuhan air bersih dalam WC tidak maksimal. ”Dan yang sering terjadi adalah kerusakan kran air , lalu pintu WC yang rusak tidak segera diperbaiki.” kata Dr.Agus.
Ia menyarankan, seharusnya sekolah jangan bosan untuk selalu melakukan tindakan pemeliharaan dan perbaikan kalau ada kerusakan pada sarana WC.
“Pengelola sekolah harus menyadari bahwa WC sekolah dipergunakan oleh orang banyak, jadi kalau ada kerusakan kita harus maklum, tapi harus segera ditangani,” ujarnya.
Hal yang paling pokok mengapa sarana sanitasi sekolah tidak sehat dan tidak memadai, lanjut Dr. Agus adalah kurangnya kesadaran warga sekolah, bahwa WC seharusnya merupakan bagian penting yang harus diperhatikan kondisinya. Selain itu belum adanya budaya memeliharanya.

Jadi Tempat Menyenangkan
Ia menambahkan di SMPN 2 Ciamis, WC diupayakan nyaman digunakan, bersih dan sehat serta terpelihara keutuhan sarananya oleh sekolah.
“Yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan WC adalah penjaga sekolah, namun demikian seluruh warga sekolah ikut serta dalam memelihara. Para siswa di sekolah kami memperlakukan WC sekolah seperti layaknya WC di rumah” katanya memberikan tips.
Ia mencontohkan pada saat menggunakan WC, siswa tidak menggunakan alas kaki , maka WC di sekolah  tetap bersih. “Sebaliknya dapat dibayangkan bila WC sekolah diperlakukan jorok. Misalnya saja masuk WC memakai sepatu dan sepatunya kotor. “Saya yakin akan tambah kotor. Di kami para guru pun kalau masuk WC, alas kaki pasti dilepas.
Siswa dan guru harus mentaati itu demi kebersihan dan kesehatan WC,” kata Dr.Agus.
Kini kian jelas, sebenarnya seba-gai salah satu sarana sanitasi, keberadaan WC bukan hal yang sepele atau perlu disepelekan.  Sekali lagi kualitas sebu-ah lembaga pendi-dikan salah satu-nya bisa dinilai dari tampak dan aroma yang terdapat di toilet sekolah.
Kejeniusan serta kepiawaian pengelola bisa tergambar dari tampak dan aroma mulai dari depan sekolah hingga bagian dalam sekolah termasuk toilet.
Berhasil tidaknya para guru membina, membimbing ratusan bahkan ribuan manusia dengan ribuan karakter  bisa terwujud dari tampak dan aroma toilet sekolah.
Ratusan bahkan ribuan calon pemimpin yang dirindukan di masa depan, bisa tergambar dari karakter para siswa menggunakan serta memelihara toilet sekolah.
Kini sudah seharusnya tempat-tempat yang dianggap “jorok” diubah menjadi tempat-tempat yang sehat, menyenangkan bahkan kalau perlu menjadi tempat idola. Termasuk toilet sekolah. Mengapa tidak?
                                                                                                                            (agus ponda/ganesha)

Hasil UKG Langsung Diketahui

Digelar 30 Juli-12 September 2012
Karena sistemnya online maka hasilnya pun dapat langsung diketahui saat itu juga. Dengan sistem ini, begitu waktu tes sudah selesai, seorang peserta bisa mengecek berapa nilai yang didapatnya. Nilai tinggi atau rendah?
....................................
Di tengah-tengah pro kontra, akhirnya Uji Kompetensi Guru (UKG) segera dilaksanakan. Termasuk untuk Kabupaten Ciamis.
Bagi guru yang sudah bersertifikat pendidik di Kabupaten Ciamis, Disdik mewanti-wanti agar mereka bersiap-siap untuk mengikuti Uji Kompetensi Guru (UKG). Konon UKG secara bertahap dilakukan mulai tanggal 30 Juli 2012 sampai 12 September 2012.
Hingga saat ini, di Kabupaten Ciamis sebanyak 7.160 guru sudah bersertifikat pendidik, dari total guru per Juli 2012 berjumlah 11.535 orang. Guru yang sudah bersertifikat ini akan mendatangi 26 lokus atau tempat UKG yang telah dipersiapkan oleh panitia. Tempat tersebut berada di sekitar Kabupaten Ciamis. Pelaksanaan UKG dimulai dari jenjang pendidikan SMP, berikutnya SMA/K dan terakhir guru TK/SD/SLB.
Untuk kelancaran pelaksanaan UKG, Disdik Kabupaten Ciamis telah melakukan sosialisasi pada para Kepala UPTD Pendi-dikan, Kepala SMP dan SMA/K yang berada di wilayah Ciamis selatan pada hari Kamis (19 Juli 2012). Pada kegiatan tersebut Kadisdik Kabupaten Ciamis H. Akasah  yang didampingi Kasubag Kepegawaian U. Sukiman memberikan pengarahan pada para peserta sosialisasi.
Kasubag Kepegawaian Disdik Kabupaten Ciamis U. Sukiman menjelaskan pada Ganesha di ruang kerjanya, yang menjadi latar belakang pelaksanaan UKG adalah guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, dan mengajar. Selain itu juga membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Oleh karena itu guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal S1/D IV dengan menguasai kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Selain itu juga harus memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki tujuan pendidikan nasional.
Dia pun menjelaskan, guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional.  “Undang-undang no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau warna tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi”, jelasnya. Sebagai tenaga profesional, Sukiman menuturkan, guru dituntut untuk selalu dan selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Saat ini kondisi dan situasi yang ada menjadi sebab masing-masing guru memiliki perbedaan dalam penguasaan kompetensi yang disyaratkan. Untuk mengetahui kondisi penguasaan kompetensi seorang guru harus dilakukan pemetaan kompetensi guru melalui uji kompetensi guru. “UKG dimaksudkan untuk mengetahui peta penguasaan guru pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional”, kata Sukiman.

Bukan Guru Bersertifikat Saja
Selanjutnya, peta penguasaan kompetensi guru tersebut akan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pemberian program pembinaan dan pengembangan profesi guru.  Output UKG difokuskan pada identifikasi kelemahan guru dalam penguasaan kompetensi pedagogik, dan profesional. “Jadi tidak ada alasan bagi guru untuk tidak mengikuti UKG. UKG wajib diikuti oleh semua guru dalam jabatan baik PNS maupun non PNS yang telah ditetapkan oleh Mendikbud SK jabatan guru non-PNS-nya”, kata Sukiman.
Sukiman mengungkapkan pula bahwa sebenarnya tidak hanya guru yang sudah bersertifikat pendidik saja yang harus mengikuti UKG. Namun sasaran UKG adalah semua guru yang mengajar di sekolah, baik guru yang sudah bersertifikat pendidik maupun yang belum memiliki sertifikat pendidik. Bagi guru yang belum tersertifikat direncanakan mengikuti UKG pada tahun 2013.
Tujuan UKG sendiri adalah untuk pemetaan penguasaan kompetensi guru (pedagogik dan profesional). Nantinya dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pelaksaan program pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam bentuk kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Selanjutnya juga sebagai entri point penilaian kinerja guru dan sebagai alat kontrol pelaksanaan penilaian kinerja guru. “Melalui UKG akan terbina karir kepangkatan dan jabatan dalam hal program pengembang-an keprofesian berkelanjutan”, katanya.

Sistem Online
UKG periode sekarang akan dilaksanakan dengan cara sistem online bagi kabupaten/kota yang sudah memiliki perangkat yang memiliki persyaratan online. Dari ke-26 lokus yang sudah didata oleh Disdik Kabupaten Ciamis, harus memiliki sumber daya manusia yang memahami Local Area Network (LAN) dan terbiasa bekerja dengan internet. Dia akan ditugasi sebagai tim teknis sistem UKG Online. Di tempat tersebut pula harus memiliki laboratorium komputer minimal 20 unit PC dan 1 server yang terkoneksi dalam jaringan LAN. Jaringan tersebut sebaiknya memakai kabel bukan WiFi. Untuk komputernya sendiri harus memiliki spesifikasi minimal, yaitu prosesor Pentium 3-600 Mhz, memory 512 Mb, hard disk free 5 Gb, CDROM untuk booting sistem UKG online, dan monitor 14 inchi. Sedangkan spesifikasi server sendiri adalah mempunyai prosesor pentium 4-2 Ghz, memory 1 Gb, hardisk free 10 Gb, CD ROM, monitor 14 inch dan terkoneksi dengan jaringan internet minimal 256 kbps.
“Teknisi sudah mendapat pembekalan penggunaan aplikasi ujian online dan mekanisme pelaksanaannya sehingga dapat mengatasi permasalahan yang timbul pada saat pelaksanaan UKG”, jelas Sukiman.
Pelaksanaan UKG sendiri untuk setiap peserta akan berlangsung selama 120 menit atau 2 jam. Setiap harinya peserta UKG akan dibagi dalam 2 sampai 3 gelombang. Selama pelaksanaan, di setiap lokus akan ada 2 orang petugas, yaitu 1 orang dari LPMP dan 1 orang teknisi dari Disdik Kabupaten Ciamis. “Karena sistemnya online maka hasilnya pun dapat langsung diketahui saat itu juga,” tambah Sukiman.
Sukiman berharap pada para guru yang mengikuti UKG untuk tenang. “Tidak usah resah, tidak ada istilah lulus dan tidak lulus. Dan tidak akan berdampak pada tunjangan profesi,” tegasnya. Jadi semata-mata untuk mengukur kompetensi pedagogik dan profesional guru. Setelah diketahui hasilnya, para guru tersebut akan diprogramkan untuk mengikuti pelatihan.
Dengan sistem ini, begitu soal waktu tes sudah selesai, seorang peserta bisa mengecek berapa nilai yang didapatnya.
(Arief/ganesha)