Selasa, 29 Mei 2012

UN 2012: Jujur Nggak, Ya?

Pelaksanaan Ujian Nasional 2012 tinggal hitungan hari. Rangkaian UN tahun ini akan dimulai pada tingkat SMA/SMK,  tanggal 16-19 April 2012, disusul UN SMP/MTs, 23-26 April 2012, serta tingkat SD/MI/SDLB akan digelar pada tanggal 7-9 Mei 2012.  Kecurigaan sejumlah kalangan dan  fakta tahun sebelumnya, bahwa masih ada UN yang curang,  memaksa pihak Kemedikbud mendengungkan slogan UN  ”Jujur dan Berprestasi”.  Mungkinkah terjamin sebuah kejujuran?
…………………………………
Mungkinkah... kita kan slalu bersama? Itu lirik lagu “Mungkinkah” yang dulu ngetop dinyanyikan Andre Taulani dengan grup band Stinky. Kenyataannya mereka bubar, alias tak lagi bersama. Bagaimana dengan Ujian Nasional  2012, mungkinkah, mereka akan bersama-sama menjaga kejujuran?
Pertanyaan yang sulit dijawab dengan pasti. Sebab kejujuran sebenarnya tidak sulit ditunjukkan, sebaliknya ketidakjujuran, tak akan mungkin blak-blakan dipertontonkan. Kecuali ketahuan.
Entah sudah berapa kali, kata “jujur” diteriakan, dalam hal Ujian Nasional di tengah tudingan, dugaan dan isu bahwa UN dari tahun ke tahun selalu saja ada yang curang.  Namun yang pasti, tahun ini nampaknya tuntutan agar pelaksanaan UN harus jujur lebih dahsyat digelorakan semua pihak.   
Kemedikbud tak lagi berdiam diri. Tak cukup lagi, tudingan ada UN yang curang tahun sebelumnya, hanya dijawab, itu hanya sedikit, atau kalaupun ada hanya enol koma sekian persen saja.  Tidak cukup lagi, kasus kecurangan UN dipandang hanya kasus kecil dan tidak mengganggu kredibilitas UN secara keseluruhan.Maka tahun ini Kemendikbud  membentangkan slogan “Jujur dan Berprestasi” dalam pelaksanaan ujian nasional (UN) tahun 2012. Slogan yang  bukan sekadar jargon, tapi harus benar-benar diwujudkan.
Itu sebabnya Mendikbud Muhammad Nuh, berharap semua siswa yang mengikuti UN yang akan diselenggarakan pada pertengahan April hingga Mei itu, dapat mengerjakan soal dengan baik dan tidak berlaku curang. “Setiap siswa harus bisa berlaku adil dan tidak curang dalam melaksanakan ujian, karena meskipun lulus, tapi kalau curang, maka akan menjadi beban moril.” pesannya.
Pesan M.Nuh itu, hanya kepada siswa. Padahal pelaksanaan UN melibatkan banyak unsur. Dan kecurangan UN selama ini yang dituduhkan, bukan semata kecurangan yang dilakukan para siswa, tapi oleh pihak lainnya.
Anggota Komisi X DPR-RI, Ahmad Zainuddin,  mengatakan slogan “UN  Jujur” tak cukup ditujukan kepada siswa, tapi juga kepada sejumlah oknum yang selama ini tidak bertanggung jawab. Artinya kecurangan UN bukan semata terjadi pada siswa, justru sejumlah temuan memastikan, bahwa ada pihak sekolah yang membuat sistem kecurangan dalam pelaksanaan UN.
“Ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut, pemerintah harus menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak sekolah. Kalau perlu diumumkan saja sekolah yang terbukti melakukan kecurangan saat UN, agar masyarakat mengetahuinya,” tegas politisi PKS itu kepada sejumlah media di Jakarta, Kamis (5/4).
Karena sudah banyak kecurangan sekolah dalam UN terbukti, maka tahun ini adalah saatnya Kemdikbud melakukan langkah kongkrit dan lebih tegas memberantas kecurangan UN. “Kemendikbud harus bisa membuktikan slogan pelaksanaan Ujian Nasional tahun 2012 ini.” ujar Ahmad.
Sulit Terwujud?
Namun nampaknya tak mudah  memastikan pelaksa-naan UN benar-benar jujur. Sejumlah faktor menjadi peng-halang keinginan mulia terse-but. Menurut Ahmad, salah satunya  tentang karakter kejujuran. Ia menilai kejujuran dari seseorang itu tidak datang dengan sendirinya. Tapi butuh waktu. Kalaupun  ada yang mau jujur, tapi malah bisa dikalahkan oleh ketidak-jujuran orang-orang lainnya.
Ahmad Zainuddin mendesak agar pengawasan pelaksanaan UN tahun ini diperketat. Sebab disinyalir kecurangan UN masih terjadi jika tidak ada komitmen yang kuat dari semua pihak untuk UN yang jujur.
Untuk itu ia mengajak semua pihak, baik siswa maupun sekolah dan pemerintah, agar melaksanakan UN dengan jujur. “Kami berharap pelaksanaan UN tahun ini dapat menghasilkan prestasi siswa yang meningkat, tidak saja nilai kognitif tetapi juga nilai afektif dan psikomotoriknya. Masyarakat juga diminta untuk ikut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan ujian siswa, agar kecurangan UN dapat dihindari. “Ayo beresin UN”, serunya.
Faktor lainnya, selama ini pihak sekolah tak mau ada siswa yang gagal dalam UN. Ini karena menyangkut gengsi sekolah dan takut menerima reaksi negatif dari pihak orangtua siswa bila anaknya tak lulus UN. Maka siswa yang berpotensi tak mampu meraih nilai standar  UN, akan ‘dibantu’  sedangkan siswa yang diyakini lolos, dipastikan tetap pada jalur yang aman. Akibatnya sekolah menghalalkan segala cara hanya untuk mengejar prestasi lulus UN sempurna. Hasilnya, UN-nya berprestasi, namun tidak jujur.
Faktor lainnya, sejumlah pihak menemukan sistem ketidakjujuran dalam UN sudah ‘mendarah daging”. Sistem ini dilakukan pihak sekolah dengan ‘menugaskan’ beberapa guru’ ikut sibuk menjawab soal-soal UN untuk dibagikan ke siswa. Atau menambal soal-soal yang tidak dijawab dengan benar oleh siswa sehingga nilai yang bakal didapat nantinya minimal memenuhi standar kelulusan.
Kesulitan lainnya untuk memberantas UN curang adalah, ‘sifat tahu sama tahu’. Biasanya sebuah sekolah yang sedang me-lakukan misi perbantuan pada siswa  yang sedang menjawab soal UN, dibiarkan saja oleh pihak pengawas atau pihak peninjau lainnya. Karena, di pihak lainnya, sekolah lain pun melakukan hal seperti itu, Sehingga “sehati” untuk sama-sama menjaga kelancaran “misi penyelamatan” anak didik.
Faktor lainnya, ada sejumlah daerah yang justru, kepala daerahnya memesan hasil UN yang sangat memuaskan. Maka sekuat tenaga dengan segala jurus, pihak terkait dan  sekolah mengamankan pesanan sang kepala daerah. Ini demi nama baik dan gengsi daerah tersebut dalam bidang pendidikan.
Terkait faktor ini, Mendikbud M, Nuh pernah mengatakan bahwa permintaan kepala daerah  agar di daerahnya 100% UN lulus,  itu hal yang wajar.
“Itu wajar. Terus, apakah juga boleh kepala daerah meminta jangan lulus semuanya?” tanya Nuh.
Namun kata Nuh,  permintaan kepala daerah seperti itu harus disikapi dengan bijak oleh Disdik dan sekolah.
Nuh tidak memungkiri jika tuntutan kepala daerah supaya kelulusan unas 100 persen sering salah persepsi. Ujung-ujungnya, jajaran dinas pendidikan, kepala sekolah, hingga guru nekat melanggar aturan UN. Misalnya dengan membocorkan kunci jawabah kepada siswa.
Menurut Nuh, rata-rata angka kelulusan tahun lalu di daerah sudah baik. Yaitu 90 persen ke atas. Yang harus dibenahi adalah, memperkuat kejujuran dalam pelaksanaan UN. “Mesti ada saja yang tidak lulus. Apa-kah jika ada yang sakit, harus dipaksakan lulus,” katanya. Nuh mewanti-wanti jangan sampai kepala daerah mengorganisir jajarannya menjalankan pelanggaran UN.
 (agus ponda/ganesha/nt)

Tidak ada komentar: