Rabu, 21 Desember 2011

Ini Sekedar Nasehat di Akhir Tahun 2011

Ubah Paradigma Kuno yang Menyesatkan
Tahun 2011, tinggal hitungan hari akan berakhir. Bagi anda ini saatnya untuk mempersiapkan lebih baik lagi di tahun 2012 nanti. Baik dalam kinerja, baik dalam hati, dan baik dalam prilaku nyata. Pertanyaannya, selama tahun 2011, resolusi apa yang sudah Anda capai? Apa yang belum tercapai? Bagaimana dengan resolusi Anda di tahun baru 2012? Itu bisa jadi agenda Anda.
Sekedar untuk referensi anda agar lebih baik lagi di tahun 2012, di bawah ini ada tulisan berisi nasehat, pencerahan atau mungkin tips buat anda, anak anda atau para guru. Selamat membaca.
...............................

Pertama-tama saya hanya mau menanyakan beberapa hal yang sering sekali orangtua katakan pada anaknya. Mengapa mereka sering mengatakan, “Nak, belajar yang pintar, biar nanti gampang cari kerja.”
Sepertinya kok aneh sekali mereka bicara seperti itu. Dari kalimat tadi, ada dua tujuan yang bisa kita tangkap jelas: Belajar biar pintar.
Dua hal ini sebenarnya jelas-jelas paradigma yang dibangun kaum penjajah biar kita bisa dimanfaatkan dengan mudah.
Kenapa?
Pertama, biar pintar. Jadi kita dididik biar pintar saja, otak kita penuh dengan pelajaran-pelajaran. Kita tak dididik jadi orang yang cerdas, penuh akal, karena penjajah takut kita justru bisa mengakali mereka. Kita tak dididik jadi orang yang kritis, tanggap, dan demokratis, karena penjajah takut kita bisa memberontak seketika.
Kedua, cari kerja. Jadi kita dididik hanya untuk mencari pekerjaan, bukan untuk menciptakan pekerjaan. Penjajah hanya ingin kita bekerja untuk mereka, bukan untuk kita sendiri. Penjajah takut kita lebih maju dari mereka.
Jadi, kalau yang sampai saat ini masih menggunakan paradigma itu, maaf, Anda masih hidup dalam masa penjajahan.
Kalau hanya untuk pintar, beli buku saja di toko-toko buku sekitar kota anda tinggal. Satu minggu khatam 1 buku. Dijamin pintar. Kalau hanya cari kerja, sampah di jalanan masih banyak, menyapu di jalanan juga pekerjaan yang mulia bukan?

Introspeksi Diri
Tapi sekarang sudah terlanjur begini, apa yang bisa kita lakukan?
Gampang. Lakukan introspeksi diri. Cari hal apa yang sering bisa membuat Anda lupa makan, minum, tidur, bahkan bernafas.
Apakah editing video? Kalau iya, jadilah editor profesional. Gambar-gambar di Photoshop atau Corel? Jadi desain grafis saja. Atau menata ruang kerja anda, lebih menarik dan membangkitkan semangat bekerja mendidik anak bangsa. Guru layaknya harus punya ruang kerja, bukan hanya di sekolah tapi juga di rumah. Mungkin kamar sekaligus perpustakaan pribadi.
Jangan takut untuk beralih ke segala hal yang Anda sukai, ketika Anda berjuang untuk sesuatu yang Anda suka, seberat apapun tantangannya, pasti akan Anda hadapi dengan senang hati.
Berikutnya, fokus. Jadikan hobi sebagai fokus profesi Anda atau pelengkap aktivitas pokok. Jangan takut kalau nanti telah pensiun atau tidak dapat kerja, kerjaan itu bisa datang dari mana saja. Ketika Anda sudah menjadi profesional di bidang tertentu, pekerjaanlah yang akan mencari dan mengejar Anda.
Kalau hobimu mancing, profesional-lah di bidang mancing, lalu tunggulah pengusaha-pengusaha kolam pemancingan yang akan datang berkonsultasi tentang kolam ikannya atau pengusaha peralatan mancing yang meminta Anda menjadi kepala bidang research and development.

Ubah Paradigma Kuno
Saatnya kita tahu esensi pendidikan yang kita jalani saat ini, jangan sampai kita hanya menghambur-hamburkan uang untuk mengejar embel-embel SBI (Sekolah Berstandar Internasional), atau good will suatu universitas, bukan itu esensi pendidikan.
Seharusnya dunia pendidikan membuat yang berada di dalamnya menjadi insan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Bukan untuk menambah beban hidup orang tua atau menambah beban negara.
Cara belajar paling efektif adalah: Bekerja sambil belajar. Betapa banyak mahasiswa yang malas kalau suruh belajar? Itu karena tidak ada motivasi lain untuk belajar, kecuali untuk lulus ujian. Lihat bedanya, seorang pegawai swasta yang sangat antusias dalam mengikuti kursus brevet pajak meski begitu banyak aturan pasal-pasal dan tarifnya. Mereka sangat antusias karena mereka merasa butuh pelajaran itu untuk kehidupannya. Kehidupan nyatanya.
Di sini kita bisa lihat, dunia pendidikan seperti memiliki dunia sendiri dan tidak peduli dengan dunia nyata yang akan dihadapi oleh almamaternya. Ironis. Tapi kalau bekerja dulu sambil belajar, mana ada perusahaan yang mau nerima pegawai yang belum tahu apa-apa, dan baru mau belajar nanti kalau sudah kerja?
Hanya ada satu perusahaan yang mau menerima orang-orang seperti itu. Yaitu perusahaan Anda sendiri. Jadi, jangan takut untuk memulai untuk membangun perusahaan sendiri. Dan jangan bayangkan perusahaan itu harus yang megah, punya kantor, punya pegawai banyak, modal miliaran.
Coba tengok dulu forum Kaskus. Awalnya bukankah Kaskus ini didirikan hanya oleh 1 orang. Bang Andrew Darwish. Awalnya Kaskus hanya memiliki kantor di sebuah kosan kecil, sampai akhirnya sekarang punya kantor sendiri dan jutaan member.
Mulailah dari yang kecil, lihat sekeliling Anda, di sana banyak sekali peluang menanti. Dari sesuatu yang Anda mulai itu, bersiaplah untuk menjadi pribadi pembelajar, yang tak sadar bahwa sebenarnya Anda sedang belajar keras untuk meningkatkan kualitas diri.
Nah, jadi harusnya apa yang dipelajari di sekolah biar nyambung dengan dunia nyata?
Buang paradigma bahwa sekolah adalah tempat menimba ilmu. Sekolah seharusnya tidak hanya untuk menimba ilmu, tapi juga membangun sikap dan perilaku siswanya.
Mungkin akan lebih bijak jika sekolah SD tidak perlu memberikan pelajaran susunan pemerintahan, hukum, dan kewarganegaraan. Alangkah bijaksana jika SD hanya mengajarkan hal-hal yang nyata-nyata dibutuhkan untuk anak-anak seusianya. Mereka butuh bermain, butuh berinteraksi dengan teman-temannya. Mereka tidak membutuhkan les Matematika, les Bahasa Inggris, dan les-les lainnya.
Biarkan si anak mengutarakan keinginannya, kesukaannya. Berikan waktu yang cukup untuk mereka melakukan hobinya. Ketika sudah mulai beranjak dewasa, saatnya dunia pendidikan memberikan arahan untuk menjadi pribadi yang anggun.
Tanamkan nilai-nilai kejujuran, integritas, kerjasama, gotong-royong, pantang menyerah, kreatif, kritis, atraktif. Sediakan ilmu-ilmu yang mereka butuhkan, yang mereka tanyakan kepada gurunya. Pertanyaan yang mereka dapatkan sendiri dari observasi sederhana dalam kehidupan mereka di rumah, bersama teman di lingkungannya, ataupun di lingkungan sekolahnya.
Jadikan sekolah tempat yang menyenangkan untuk berinteraksi, mencari dan menggali ilmu. Bukan menjadikan sekolah sebagai tempat untuk membuang uang, tenaga, pikiran, hanya untuk mencari titel bekal mencari pekerjaan. Lalu, kenapa mereka juga mengatakan: “Sudahlah, nggak usah mikir yang macam-macam, yang penting kuliah, belajar, pintar, terus kerja.”
Berapa banyak anak SMA/SMK yang melanjutkan ke perguruan tinggi? Banyak.
Berapa banyak lulusan perguruan tinggi yang sampai sekarang masih menganggur? Banyak.
Berapa banyak yang mengeluhkan lulusan perguruan tinggi tidak siap turun di dunia kerja? Banyak juga.
Jelas lulusan perguruan tinggi itu banyak yang tidak siap turun di dunia kerja karena memang tidak dididik untuk siap di dunia kerja. Mereka tidak dididik untuk siap dalam menghadapi problematika hidup.
Mahasiswa di perguruan tinggi itu, diajarin tentang ilmu-ilmu yang tinggi. Abstrak, tak bisa dibayangkan di dunia nyata. Sebenarnya bukan tak bisa dibayangkan, tapi tak butuh dibayangkan, karena mereka tak punya pengalaman dan juga tak butuh bagi implementasi di dunia nyata mereka untuk menganalogikan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diterima dari kampus.
Mahasiswa itu dididik untuk selalu kritis atas pernyataan dosen. Mahasiswa itu dididik untuk siap sedia kalau mau ujian saja, sedangkan dunia kerja menuntut setiap yang kita kerjakan adalah ujian yang menentukan nasib pekerjaan kita selanjutnya. Jadi kalau mau cari kerja, bukan di perguruan tinggi tempatnya.
Di tempat kursus komputer, kursus menjahit, kursus bahasa, dan kursus-kursus lainnya yang mengasah kemampuan praktek, keterampilan, bukan hanya kemampuan otak.
Bukan berarti orang bekerja hanya butuh keterampilan dan tak butuh otak. Orang bekerja juga butuh otak, tapi bukan otak yang isinya logaritma, aljabar, statistika, manajemen keuangan, ekonomi makro, mikro. Bukan otak yang isinya hanya angan-angan tinggi. Tapi otak yang penuh akal, inspirasi, dan inovasi. Latihannya bukan dengan buku, tapi dengan praktek dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana menyiasati uang bulanan yang tiap tanggal 15 sudah tinggal 5 ribu perak? Bagaimana langganan internet bukan hanya untuk browsing BB+17, tapi bisa buat beli BB untuk kebutuhan dinamis. Itu yang dibutuhkan buat dunia kerja.

Hanya 10 %
Sudah banyak orang bilang, kalau ilmu yang kita terima di sekolah/kampus hanya terpakai 10% saja di dunia kerja. Tapi kenapa kita masih bela mati-matian sampai setengah mati berusaha dapat yang cuma 10% itu dengan beratus-ratus ribu hanya untuk beli formulirnya? Berjuta-juta untuk dapat topi yang ada gantungannya? Padahal itu cuman 10%!
Katanya, yang 90% itu EQ dan SQ. So, apa iya berteman itu bayar? Sejak kapan sholat harus bayar? Kenapa kita tak mati-matian melatih inovasi, kreatifitas, dan kejujuran? Apa orang jujur harus bayar juga? Apa belajar inovasi dan kreatifitas juga harus bayar? Bukannya inovasi dan kreatifitas yang membuat kita berusaha untuk memperoleh segala sesuatu dengan gratis? Kenapa coba bisa begitu? Konyol kan? Mencari burung rajawali yang terbang tinggi, padahal di depan mata ada merpati dalam sangkar.
Masih bangga dengan pendidikan tinggi?
Kalau bisa dikagumi tanpa harus berpendidikan tinggi, kenapa tidak? Zaman dulu it’s ok! Tapi sekarang pendidikan tinggi bukan sebuah kebanggaan semata!
Sekarang yang patut dibanggakan bukan pendidikan yang tinggi, tapi seberapa bermanfaatnya kita buat orang banyak. Sekarang jarang ada orang yang bermanfaat buat orang banyak. Sekarang isinya cuma berlomba memenuhi kantong sendiri buat anak istri cuma berlomba baca buku yang banyak biar nilainya bagus.
Lihat Bill Gates, Bob Sadino, apa yang dibanggakan dari mereka? Pintar? Sekolahnya pun tidak tamat. Yang dibanggakan dari mereka, betapa hebatnya manfaat yang mereka berikan untuk orang lain.
Jadi, zaman sekarang orang lebih kagum kalau melihat orang yang bisa memberikan manfaat buat orang banyak.
Maka jangan heran ada yang protes, anak-anak kita. “Mah, Pah, Bu, Pak, Ayah, Bunda, please... Ini bukan zamanmu lagi. Jangan paksa aku harus pintar. Aku tak bisa kalau harus dapat nilai 9 terus, tak bisa kalau harus IPK di atas 3 terus. Sekarang itu semua itu tak terlalu penting!”
“Aku ingin bermanfaat buat orang banyak! Biarkan aku melakukan hal kecil yang sederhana, yang penting bermanfaat buat orang banyak! Aku tak butuh ilmu yang macam-macam. Aku butuh ilmu yang bisa dipakai buat banyak orang!”
“Aku ingin membahagiakan kalian. Tapi apa engkau bahagia melihatku tersiksa? Aku tahu, kalian orang tua yang sangat menyayangiku. So, please let me do what i love. Bukankah ketika aku bahagia, kalian juga bahagia? Biarkan aku menjalani hidup dengan paradigma zjamanku sekarang, bukan paradigma zamanmu dulu!”
Bukan maksud hati sok tahu, orang tua tetap lebih berpengalaman, tapi pengalaman mereka adalah pengalaman zaman dulu. Sudah banyak berbeda dengan zaman sekarang. Tak ada alasan kalau kuliah tujuannya cuma membahagiakan orang tua. Terbalik! Orang tua menguliahkanmu biar bahagia. Kalau kamu ternyata tak bahagia kuliah, berarti selama ini cuma buang-buang uang, tenaga, pikiran, dan umur.
Kejarlah pendidikan yang memiliki tujuan untuk bekal hidup bahagia dunia akhirat.
Benar kan Mah, Pah, Ayah, Bunda?
(agus ponda/fimadani)

KETAHUAN MENYIMPAN MILIARAN UANG NEGARA

PNS Muda Sedang Disorot
Selama ini sorotan publik tentang pelaku korupsi uang negara, terfokus pada sosok pejabat atau pegawai negeri sipil berusia tua atau boleh dikata senior. Mereka itu sering dikaitkan sebagai bagian dari generasi lama orde ini atau orde itu. Namun kini, ternyata pelaku indikasi korupsi, bukan berasal dari kaum tua, justru pelakunya disinyalir para abdi negara generasi baru. “Hebatnya” lagi, mereka bukan hanya PNS muda di tingkat pusat, namun juga PNS muda di daerah. Jumlahnya pun mencengangkan.
..........................................................

Baru-baru ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir temuan mengejutkan. PPATK menemukan fakta, kini korupsi tidak hanya dilakukan pejabat yang tua, namun sudah dilakukan sejumlah pegawai negeri sipil yang masih muda.
Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, di Jakarta, Selasa 6 Desember 2011, mengatakan pihaknya menemukan ada dua orang anak muda golongan III B potensial, usia 28-38 tahun menyimpan rekening belasan miliar. “Mereka mengerjakan proyek fiktif dan menilep belasan miliar," kata Agus .
Menurut Agus, dengan demikian kini, PNS muda yang memiliki rekening miliaran rupiah ternyata bukan hanya Gayus Tambunan saja. "Sejak 2002, yang kami serahkan 1.800 laporan indikasi korupsi. Ternyata Gayus (Tambunan) nggak cuma satu, saya prihatin membaca laporan itu," ujarnya.
Agus yang baru menjabat selama sebulan, mengaku syok atas temuan tersebut. Awalnya, Agus menduga kedua PNS ini 'bekerja' untuk atasan mereka. "Ternyata tidak, mereka bermain sendiri."
Modus yang dilakukan PNS ini untuk korupsi dengan cara memasukkan dana miliaran tersebut ke rekening istrinya. Lalu, sang istri memecah ke anak mereka yang baru berusia 5 bulan. "Anaknya sudah diasuransi Rp 2 miliar, lalu anaknya yang 5 tahun juga diasuransikan pendidikan Rp 5 miliar. Uang itu juga dikirim ke ibu mertuanya," terang Agus.
Selain itu, Agus juga menemukan tiga anak perempuan menerima gratifikasi reguler sebanyak Rp 50 juta per bulan. "Untuk jumlah pegawai golongan IIIB yang punya rekening miliaran rupiah, selama saya menjabat jumlahnya kurang lebih 10 orang," katanya.

Pegawai Strategis di Pemda
Agus mencontohkan PNS tersebut adalah pegawai yang duduk di tempat-tempat strategis, seperti posisi bendahara. Menurutnya, data bendaharawan di hampir semua Pemda di seluruh Indonesia menunjukkan banyak terjadi penyimpangan.
Modusnya adalah dengan memanfaatkan proyek-proyek yang berjalan hingga akhir tahun. Misalnya pada akhir tahun dimana semua lembaga harus melakukan laporan pemindahan dan tutup buku, akan tetapi banyak proyek-proyek yang masih berjalan.
"Ini pragmatis, mereka pindahkan uang negara ke rekening pribadi. Alasannya biar mudah," kata Agus.
Menurutnya, praktik yang demikian kerap terjadi dan itu terjadi di pertengahan bulan Desember setiap tahunnya. Konyolnya uang tersebut dipindah ke rekening istrinya dan anaknya.
"Kan di bank ada bunga, lalu bunganya punya siapa dan kalau mati uangnya jadi wasiat dan itu jadi milik dia, ini kan uang negara," ujarnya.
Agus menjelaskan, hal tersebut diketahui dari aplikasi komputer yang dimiliki PPATK. "Ketika kita mengetik nama dan tanggal lahir orang itu, muncul riwayat transaksi keuangannya di bank, asuransi, agen," ujarnya.
Agus berharap KPK segera menindaklanjuti temuan PPATK itu. "Kami sudah laporkan ke KPK, karena masih berupa data intelijen masih butuh pendalaman, penyelidikan, dan penyidikan," kata Agus.
Menurutnya, PPATK merupakan institusi intelijen keuangan untuk memperkuat penegakan hukum sehingga data yang diserahkan bersifat intelijen. Karena itu ia tidak bisa menyebut detil data-data PNS muda yang disinyalir memiliki rekening miliaran rupiah. "Kami tidak bisa menyebut nama, ini kan intelijen unit, tentunya bila ada hasil dilaporkan ke penegak hukum," ujarnya.
Ia mendorong KPK agar dapat menerapkan dalam penyidikan dan penuntutan secara kumulatif terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang. "Maka saya katakan jangan kaget, semua pelaku pencucian uang baik pasif dan efektif akan terseret," ujarnya.
Menurutnya, dengan menggunakan UU Pencucian Uang, maka tidak hanya pelaku saja yang dapat dijerat. "Kalau gunakan UU TPPU, anak istri atau suaminya juga bisa ditarik bila terbukti melakukan hal itu. UU ini juga meminta pelaku untuk melakukan pembuktian terbalik, kalau dia tidak bisa membuktikan hartanya itu maka ada perampasan aset," ujarnya.

Awasi Anak Buah Glamor
Untuk itu, pihaknya meminta kepada Inspektorat Jenderal di kementerian untuk semakin memperketat pengawasan melekat (waskat). Apalagi, jika ada anak buah yang kelihatan glamor, dengan penghasilan yang bisa diketahui jumlahnya dan terus-menerus menduduki jabatan strategis. "Kami pertanyakan mengenai tindakan administratif yang dilakukan," ujarnya.
Selain itu, Agus meminta semua lembaga agar melakukan perbaikan, khususnya yang menyangkut pelayanan publik serta pengadaan barang dan jasa. "Sistem manualnya harus diperbaiki. Apakah memungut, pengadaan proyek dan rawan tergoda perbuatan koruptif," tuturnya.
Mengenai dugaan tersebut, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengusulkan agar tiap proyek pemerintah dilaksanakan pada awal tahun. Atau pembangunan harus dipercepat.
"Saya selalu bilang pembangunan itu harus dipercepat, itu harus diselesaikan hibernasi nasional itu. Hibernasi nasional itu orang baru kerja April. Harus dicari kiat yang tidak menyalahi prinsip akuntabilitas tapi bisa dipercepat. Jadi Januari atau Februari orang sudah mengerjakan proyek, jadi ada waktu 10 bulan untuk mengerjakan proyek," kata Azwar.
Azwar pun menilai tidak bakal ada proyek yang dapat selesai jika dimulai pada akhir tahun. "Mana mungkin ada proyek bulan November 70 persen, tiba-tiba bulan Desember sudah 100 persen, itu kan nggak mungkin," ujarnya. "Makanya saya berulang kali bilang, daripada kita berakrobat di ujung tahun, kita paksa lebih cepat mulainya di awal tahun."
Caranya, lanjut Azwar, satuan tiga sudah boleh buat tender. "Di DPR sudah dibahas. Sebelum dimulai satuan tiga sudah boleh tender, dengan catatan nanti tidak boleh diikat kontrak," ujarnya.
Azwar pun meminta agar temuan tersebut ditindaklanjuti. Apakah benar uang itu benar milik PNS tersebut atau karena hasil penyimpangan jabatan atas uang proyek yang dipindahkan.
Meski demikian, Azwar mengaku belum mendapatkan laporan tersebut. “Saya baru baca di koran saja. Rencananya kan hari ini ke PPATK," ujarnya.

Perjalanan Dinas Lahan Basah
Selain itu, Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, juga mengungkapkan sekitar 60 persen PNS diduga melakukan tindakan korupsi dengan modus perjalanan dinas. Menurut Abdullah, para PNS ini diindikasikan melakukan korupsi disebabkan besarnya gaji yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Gajinya hanya cukup untuk 10 hari," ujar Abdullah Hehamahua saat memberikan sambutan dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta.
KPK menilai, selama ini, para PNS yang melakukan perjalanan dinas lebih banyak dibanding waktu untuk bekerja. Bahkan, sering terdapat PNS yang memiliki laporan surat pertanggungjawaban selama 360 hari. "Itu kesempatan untuk memperoleh penghasilan," tuturnya.
Masyarakat, dia menambahkan, sering menganggap reformasi birokrasi yang digulirkan pemerintah untuk mengurangi tindakan korupsi hanya terpaku pada persoalan gaji. Namun, KPK menganggap alasan tersebut hanyalah salah satu alasan munculnya tindakan korupsi.
"Kami tawarkan pada Menteri Keuangan, gaji besar tapi tunjangannya tidak sampai sepertiganya," tuturnya.

Laporan Hasil Analisis
Dugaan kepemilikan rekening miliaran rupiah ini juga pernah diungkapkan Kepala PPATK Muhammad Yusuf. "Masak PNS punya rekening sampai ratusan miliar," ungkap Kepala PPATK, Muhammad Yusuf di Jakarta, Senin 28 November 2011.
Berapa jumlah temuan itu, kata Yusuf, diketahui dari Laporan Transaksi Keuangan (LHA) mencurigakan dari penyedia jasa keuangan atau perbankan. Berapa jumlah Laporan Hasil Analisis (LHA) yang terkait dengan PNS, Yusuf enggan membeberkannya. "Ada. Tapi tidak bisa disebutkan," katanya.
Informasi dan data soal itu, lanjutnya, bersifat rahasia, agar para oknum PNS 'miliarder' itu tidak dapat menyusun strategi apabila laporannya disebutkan ke publik. "Kalau saya bicara, nanti mereka bikin strategi dong," ucapnya.
Yusuf menegaskan bahwa ada beberapa LHA yang sudah dilaporkan dan kemudian disidik oleh penegak hukum. Contohnya, Gayus Tambunan dan Bahasyim Assifie. Banyak juga LHA, lanjutnya, yang belum ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum meski kasusnya sudah berjalan di ranah penyidikan.
PPATK sudah bersepakat dengan Kapolri untuk menindaklanjuti LHA tersebut. "Saya sudah meminta Kapolri untuk meninjau ulang dan beliau berkenan dan menjanjikannya. Artinya, kami sudah kirim. Belum ada tindak lanjut karena ada alamat yang fiktif, identitas palsu atau ada juga yang masih dalam proses," jelasnya.
Mantan Kepala PPATK, Yunus Husein pun sudah mencium soal transaksi yang mencurigakan di pemerintah daerah. "Kalau pemda banyak menyalahgunakan, jawabannya ya," kata Yunus.
Yunus menjelaskan, penyalahgunaan di daerah lebih banyak dilakukan dengan cara menyimpan dana pemerintah daerah di rekening pribadi. "Seharusnya kan tidak boleh," kata dia.
Meski demikian, Yunus tidak menyebut daerah mana saja yang paling banyak menyalahgunakan dana pemda tersebut, termasuk besarnya dana yang disalahgunakan. "Bisa menyesatkan itu kalau besaran. Kami tidak pernah hitung jumlah, tapi transaksi. Kalau jumlah berputar-putar," kata calon pimpinan KPK itu.
Yunus juga mengaku tidak tahu-menahu berapa banyak laporan PPATK yang sudah ditindaklanjuti penegak hukum. "Tanya penegak hukum. Kami kan kasih umpan saja," ucap Yunus.
Termasuk soal tindakan menyimpan dana tersebut di rekening pribadi, Yunus tidak berani menyebut hal itu kriminal atau bukan, sebab penyidiklah yang akan menentukan.
Kepemilikan rekening gendut oleh PNS muda ini mendapat perhatian dari Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, permasalahan ini cukup serius dan harus dituntaskan. "Saya kira agak serius, supaya diungkap," kata Mahfud.
"Kalau PNS-nya mendapatkan itu dengan wajar tidak apa-apa. Tetapi harus diungkap bagaimana seorang PNS golongan III atau bahkan golongan IV sekalipun punya harta ratusan miliar, itu nggak masuk akal."
Mantan politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan yang perlu diungkap adalah dugaan apakah mereka memanfaatkan dana negara. "Karena sebenarnya masalah kita itu birokrasi yang sangat bermasalah," ujarnya.
Dia menyarankan agar PPATK melaporkan indikasi-indikasi uang itu dari mana, kemudian jika sudah diketahui akan mudah mencari bagaimana bisa ada uang seperti itu. "PPATK tidak boleh menyebut itu secara samar-samar, dilaporkan saja daftarnya. Kemudian diseleksi lagi mana yang benar-benar bermasalah. Sehingga ini menjadi jelas," katanya.
Dia menambahkan karena inspektor pengawasan tidak bekerja dan maka PPATK harus bekerja keras. "Menurut saya ini serius untuk pemberantasan korupsi," pungkas Mahfud. (vvnws/jps/nt)

Ini Kritik SBY untuk Guru Bersertifikasi

Gaji Bertambah, Kinerja Tak Banyak Berubah
Perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap guru boleh dikata kian baik. Nasib guru, terutama guru PNS cukup beruntung di era pemerintahan SBY. Salah satunya dengan keluarnya Undang-undang Guru dan Dosen yang akhirnya memicu lahirnya kebijakan sertifikasi guru dan dosen. Berkat sertifikasi, gaji guru PNS naik berlipat, sedangkan bagi guru non PNS, tunjangan sertifikasi sangat membantu kehidupan mereka. Karena sudah ‘membela guru’, SBY pun tak ragu mengkritik guru. Terlebih ada sesuatu yang membuatnya gundah.
......................................
Itu sebabnya peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2011 dimanfaatkan SBY untuk memberikan koreksinya kepada guru. SBY menyoroti kinerja guru-guru yang telah lulus sertifikasi, namun tidak ada peningkatan dalam hal kinerjanya.
"Saya masih menerima masukan dari masyarakat, sebagian saudara-saudara kita yang sudah mencapai itu (lulus sertifikasi, Red.), kinerjanya belum banyak berubah," kata SBY dalam Peringatan HGN dan HUT ke-66 PGRI di Sentul Internasional Convention Center (SICC), kemarin (30/11).
Padahal, kata SBY, guru yang telah lulus sertifikasi, sudah bisa menerima tunjangan profesi dan tunjangan khusus. "Berarti kesejahteraan meningkat," kata SBY.
Selain soal kinerja, SBY juga memberikan dua koreksi lain untuk para guru. Yakni para guru yang diharapkan memiliki kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap sekolahnya sehingga lebih tertib dan teratur.
SBY juga mengkritik guru yang tidak bisa menjadi panutan bagi para muridnya. Padahal, kecintaan murid kepada mata pelajaran itu juga bergantung dari peran guru tersebut dalam memberikan teladan atau ajaran yang baik.
"Kenapa saya suka matematika dan ba-hasa? Itu karena saya terinspirasi oleh guru yang mengajar matematika dan bahasa," terangnya. Dengan perbaikan-perbaikan itu, maka masa depan guru ke depan dapat lebih baik lagi dari sekarang.
"Dengan demikian lingkungan pendidikan menjadi bagian character building. Saya koreksi, mari kita perbaiki tempat itu," urainya.

Pujian pada Guru Berprestasi
Selain koreksi, SBY juga menyampaikan apresiasinya terhadap guru yang berhasil dalam berbagai bidang. Kemudian juga me-reka yang melampaui panggilan tugasnya.
"Atau sangat dedikatif. Beyond the call of duty, benar-benar luar biasa," ujar SBY yang disambut riuh tepuk tangan ribuan guru di SICC.
Apresiasi juga ditujukan pada guru yang bertugas di daerah dan mendidik masyarakat yang kondisinya ekstrim. Misalnya infrastruktur yang serba kurang.
"Mereka patut mendapat penghargaan dari negara karena mengemban tugas di daerah yang penuh tantangan," katanya.

Pengelolaan Guru
Dalam kesempatan itu, presiden merespon pembahasan mengenai pengelolaan guru, apakah dikelola pemerintah pusat atau daerah. Kalimat itu spontan disambut ribuan guru dengan teriakan "pusat".
"Dengarkan dulu," potong SBY. "Ada plus dan minusnya. Kalau dikelola pusat, ada plus dan minusnya," imbuhnya.
Dia menyebut sudah memerintahkan un-tuk dilakukan kajian. Termasuk mengonsul-tasikannya dengan DPR jika diperlukan.
"Pembahasannya tidak emosional, tidak grusa-grusu. Sehingga ketika ditetapkan adalah solusi, bukan masalah," kata SBY.

Honorer Diperhatikan
Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepada jajarannya terutama kepada Kementrian Keuangan, Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama, untuk memperhatikan gaji dan tunjangan guru. Bukan hanya yang berstatus PNS, namun juga yang masih berstatus tenaga honorer.
Presiden SBY mengatakan masih banyak persoalan guru khususnya di daerah yang sampai padanya. Mulai dari masalah kesejahteraan, hingga aturan pengangkatan tenaga guru honorer.
“Kalau semua diangkat jadi PNS, kan tidak mungkin. Kita punya PNS itu sekitar 4 juta orang, setiap tahun ada 200 ribu orang yang pensiun. Artinya ada 200 ribu yang bisa masuk (jadi PNS),’’ ungkap SBY.
Dari jumlah inilah diharapkan, ada pengangkatan guru PNS yang berasal dari guru honorer. Untuk menentukan siapa yang berhak mengisi 200 ribu kursi ini, diharapkan jajaran terkait bersikap adil dan bijaksana.
“Sehingga angkatan kerja baru mendapat tempat dan mereka yang sudah antri juga bisa menjadi PNS. Ini harus dibicarakan dengan Menkeu dan pihak terkait lainnya, yang terbaik seperti apa,’’ kata SBY.
Selain itu SBY juga menyorot masalah keterlambatan tunjangan profesi yang sering dikeluhkan di daerah. Menurutnya masalah seperti ini jangan sampai lagi terjadi, karena menyangkut kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut.
“Tolong diperbaiki. Saya tidak ingin dengar terus ada yang terlambat. Kalau ada yang belum terima, harus ada aturan yang mengaturnya,’’ tegas SBY.
(agus ponda/berbagai sumber)

Ini Kata Dr. Sulistyo:

Tak Sembarang Orang Bisa Jadi Guru!
Peringatan HUT PGRI ke-66 dan Hari Guru Nasional 2011 telah usai. Ada sejumlah pesan disampaikan Ketua Umum PB-PGRI, Dr. H. Sulistyo untuk para guru, masyarakat dan pemerintah. Apa saja? Berikut laporan Tabloid Ganesha.
.....................................................

Peringatan HUT PGRI ke-66 dan Hari Guru Nasional 2011 di pusat dan daerah telah usai. Ketua Umum PB-PGRI, Dr. H. Sulistyo mengatakan, ada anggapan bahwa saat ini di Indonesia, menjadi guru merupakan hal yang mudah. Padahal untuk menjadi seorang guru, seseorang harus memiliki kriteria tertentu. termasuk kriteria ketika ia akan menjadi guru.
“Tak sembarang orang bisa jadi guru. Ada berbagai kriteria yang harus dipenuhi termasuk untuk kaum muda yang akan jadi guru,” kata Dr. H. Sulistyo, dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Jumat (25/11).
Kepada kaum muda, terutama para mahasiswa, Sulistyo memberikan warning agar tidak memaksakan diri menjadi guru bila tidak memenuhi kriteria tertentu.
“Pertama, kaum muda calon guru harus cerdas. Kita butuh anak muda cerdas terpilih. Kedua, jadi guru harus merupakan panggilan hati untuk berandil mau mendidik anak bangsa. Tanpa itu, jangan jadi guru!” katanya.
Sulistyo menjelaskan, ketika profesi guru kian mendapat perhatian dari pemerintah, maka minat kaum muda untuk menjadi guru menjadi berlipat. Maka sudah saatnya pemerintah memiliki aturan atau sistem yang baik dalam hal rekrutmen calon guru.
“Jangan sampai terlalu mudah menjadi seorang guru. Setiap orang bisa menjadi guru dan setiap orang bisa mengangkat guru. Padahal tidak sembarang orang bisa jadi guru dan tidak sembarang orang dapat mengangkat guru,” ujarnya.
Ucapan Sulistyo terkait munculnya booming guru sukwan akhir-akhir ini sebagai akibat tidak adanya sistem rekrutmen calon guru dari pemerintah. Akibatnya pemerintah daerah mengangkat guru honor, bahkan cukup dengan SK kepala sekolah saja seseorang bisa menjadi guru. Dampaknya, kini sejumlah persoalan guru muncul, termasuk persoalan guru honorer.

Satu Kesatuan Sistem
Kini sejumlah persoalan guru pada akhirnya harus segera ditangani. PGRI, kata Sulistyo, terus mendesak Pemerintah dan DPR agar membenahi guru dengan sebuah sistem yang terintegrasi. “Di banyak negara maju, pembe-nahan guru sudah sejak lama dilakukan dengan rangkaian sistem yang tak terpisahan,” katanya.
Sistem dimaksud, lanjut Sulistyo, mulai dari sistem seleksi calon mahasiswa keguruan, pembenahan lembaga pendidikan penghasil guru, rekrutment calon guru, distribusi atau penempatan guru, kesejahteraan, perlindungan hukum, hingga jaminan masa pensiun.
“Rangkaian itu satu kesatuan, itu kalau mau membenahi persoalan guru di negeri ini,” tegasnya. Ia mencontohkan, di negara maju, pemerintah menyeleksi kaum muda yang cerdas untuk menjadi guru. Yang terpilih karena cerdas dan memiliki panggilan jiwa. “Mereka mahasiswa cerdas dididik, diberi beasiswa dan jaminan kesejahteraan untuk menjadi guru,” urai Sulistyo.

Distribusi Guru
Soal jumlah guru, Sulistyo mengatakan bahwa Indonesia justru tergolong mewah untuk ukuran rasio jumlah guru.
“Sebenarnya kita tidak kekurangan guru. Bahkan berlebih. Hal ini diakibatkan tidak idealnya jumlah guru yang ada di Indonesia, dibandingkan dengan jumlah siswa,” katanya.
Di Indonesia, guru itu rasionya 1 guru : 18 siswa. Sedangkan di Amerika saja rasionya 1 : 20, dan di Korea 1 : 30. Indonesia kelebihan guru. Meski jumlah berlebih, namun ada masalah ketidakmerataan atau distribusi guru.
Kondisi ini, lanjut Sulistyo, membuktikan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kemampuan yang baik dalam menghitung kebutuhan guru di daerahnya masing-masing. Sehingga berdampak buruk pada penyelesaian persoalan pemerataan guru. “Wajar kalau akhirnya saat ini jumlah guru di daerah terpencil sangat minim, padahal jumlah guru cukup,” kata Sulistyo.
Disebutkan, kekurangan guru akibat distribusi yang tidak merata tidak hanya dialami daerah-daerah terpencil di luar Pulau Jawa. Kondisi itu juga terjadi di Pulau Jawa, bahkan di kabupaten/kota yang jaraknya tidak jauh dari Jakarta. “Di sekitar Jakarta seperti Bogor, Banten, masih banyak jumlah guru yang kurang,” terangnya.
Sulistyo mengatakan, persoalan distribusi ini sudah menjadi masalah menahun. Bahkan, hingga saat ini tak kunjung ada solusi penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Oleh karena itu diharapkan ada tindakan konkret yang segera harus dilakukan oleh pemerintah untuk menangani masalah ini. “Tidak ada penyelesaian signifikan. Mungkin solusinya, masalah guru ini tidak ikut didesentralisasikan,” tegasnya.

Butuh Peraturan Pemerintah
Sulistyo tak menampik, berkat perjuangan PGRI, kini penghasilan guru PNS terus mem-baik. Terlebih guru PNS yang telah lulus ser-tifikasi atau guru non PNS yang bersertifikat, gaji mereka bertambah besar. Namun ia tetap miris dengan nasib guru non PNS. “Secara umum guru itu ada dua, yakni guru PNS dan Non PNS. Guru Non PNS itu ada yang disebut honorer atau sukwan. Mereka ini yang kini harus diperhatikan,” katanya.
Para guru sukwan yang diangkat kepala sekolah mendapat upah bulanan hanya dari dana BOS. “Paling 100-200 ribu sebulan. Itu pun kalau BOS-nya lancar, kalau tidak?” kata Sulistyo. Soal nasib guru honorer yang menyedihkan itu, Sulistyo mengingatkan pemerintah bahwa mereka (honorer) harus mendapat penghargaan yang layak sebagaimana profesi lainnya di negeri ini.
“Di negeri ini ada yang namanya Upah Minimum Regional (UMR). Guru sukwan pun harus punya aturan itu. Terlebih, mereka itu banyak yang berijazah S-1. Padahal mereka mendidik anak bangsa. Itu tidak adil,” ujarnya.
Namun Sulistyo, menjelaskan para guru sukwan pun ada yang benar-benar dibutuhkan lembaga pendidikan ada pula yang tadinya asal angkat tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga kerjanya tak jelas.
“Kami ingin pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Guru Tidak Tetap. Guru honorer yang rajin bekerja dan dibutuhkan, itu yang harus dilindungi dengan aturan jelas. Bukan honorer yang ke sekolah satu dua hari dalam seminggu,” kata Sulistyo.
PGRI, kata Sulistyo, meminta Presiden SBY dan DPR untuk segera menangani guru-guru honorer. Walaupun pada akhirnya tidak semua guru honorer dapat diangkat jadi PNS, nanti-nya ada aturan khusus untuk guru tidak tetap.
(agus ponda/ganesha)