Senin, 19 September 2011

Banyak Sebab Mengapa Guru Kian Ogah Dimutasi?

Pemerintah sedang berupaya keras bagaimana agar distribusi Pegawai Negeri Sipil di seluruh Indonesia merata sesuai kebutuhan. Salah satu PNS yang dibidik untuk ditata kembali adalah para pendidik. Namun ada indikasi, kian hari guru PNS kian sulit untuk dimutasi, benarkah? Apa saja sebabnya? .......................................

Di tengah akan diluncurkannya Penataan Pegawai Negeri Sipil, sejumlah fakta mengemuka, guru di banyak daerah ternyata tidak mudah untuk dimutasi. Kondisi ini jauh berbeda dengan kebiasaan mutasi atau pindah tugas yang sering terjadi di kalangan pegawai militer seperti TNI atau kepolisian yang selalu siap sedia ditempatkan di mana saja. Guru cenderung kurang patuh pada keinginan pemerintah pusat dan daerah.
Tengoklah, banyak penolakan mutasi yang dialamatkan kepada guru. Awal bulan Agustus 2011, di Kalimantan, misalnya, pemerataan guru di setiap sekolah yang berada di pinggiran Kota Banjarmasin, masih sulit dilakukan oleh dinas pendidikan setempat. Padahal mutasi hanya akan memindahkan lokasi tugas mereka, bukan ke daerah terpencil, tapi hanya berkisar daerah tengah dan pinggiran kota itu.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, Noor Ipansyah, di Banjarmasin, mengungkapkan, tenaga pengajar di wilayah Kota Banjarmasin selalu mengalami ketimpangan dari segi jumlah, baik pinggiran maupun tengah kota. Dengan adanya ketimpangan itu, dinas pendidikan tidak bisa menjamin selesainya target waktu untuk pemerataan tenaga pengajar di wilayah tersebut.
"Kami sudah melakukan berbagai cara dan upaya menyebar keberadaan guru baik ke pinggiran maupun tengah kota, tapi selalu saja mengalami kesulitan. Kesulitan itu mengingat banyaknya guru yang melakukan penolakan apabila ingin dilakukan mutasi ke daerah pinggiran kota," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Noor, ke depan dinas pendidikan akan bertindak tegas terhadap para guru yang menolak mutasi. Sanksi bagi guru yang tidak mau dimutasi berupa penundaan gaji berkala dan ke depannya akan lebih dipertegas lagi.
Baru-baru ini di Sumatera Utara, Kabupaten Samosir juga dihebohkan dengan pemutasian 143 guru. Para guru sebagian besar tidak suka dipindahkan. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menangis karena mutasi.
Banyak guru yang merasa dirugikan karena mutasi, yang menangis, karena suami dan isteri yang sama-sama guru terpaksa harus berjauhan. Ibu di Kecamatan A. Bapak di Kecamatan B dan anaknya sekolah di Kecamatan C. Mereka harus berpisah karena mutasi melalui SK Bupati.
Kisah penolakan mutasi guru juga terjadi di Nusa Tenggara Barat. Seorang guru tak mau dimutasi ke SLTP lainnya, bahkan bersedia dipecat. Ia bersikukuh bahwa selama mengajar di sekolah lama, dirinya tak pernah ada masalah, sehingga tak masuk akal dirinya dimutasi. Ia mengaku tidak jelas dengan mutasi yang menimpanya.
“Jika mutasi guru dilandasi azas pemerataan dan azas manfaat, ada baiknya mutasi dilakukan. Bagaimana jika mutasi dilakukan/terjadi karena rasa dengki dari kepala sekolah dan atau penguasa tertentu?” tanya guru SMP tersebut.

Banyak Sebab & Alasan
Banyaknya penolakan mutasi dari para guru di berbagai daerah ternyata bukan tanpa sebab. Alasan penolakan beragam. Ada guru yang menolak mutasi karena mereka merasa jadi korban kebebasan berotonomi daerah yang dinilai mulai kebablasan. Ada kebijakan yang tidak memperhatikan “nurani dan akal sehat”. Kebijakan terjadi pada berbagai aspek yang mengakibatkan ada “suka dan duka” serta tidak seimbang.
Di daerah Samosir misalnya, sebagian guru menangkap kesan, kebijakan mutasi dilakukan bupati bukan untuk pemerataan namun ada unsur dendam politik.Seorang guru yang sudah menerima SK mutasi dikabarkan tidak jadi pindah setelah diketahui dia isteri dari seorang pendukung bupati saat pilkada. Membuktikan kalau mutasi seolah-olah dicemari dendam politik. Artinya mutasi dilakukan bukan murni untuk pemerataan distribusi guru PNS.
Alasan lainnya, banyak guru resah dan ketakutan bahwa mutasi bisa mengancam status sertifikasi seorang guru. Pada unit kerja lama, para guru yang dimutasi ada yang sudah mendapat pengakuan dan tes sertifikasi. Dengan dipindahkan ke unit kerja baru, kemungkinan besar mereka tidak lagi mendapatkannya. Karena berpeluang jam kerjanya tidak lagi mencapai 24 jam/minggu, sebagai salah satu syarat penerima sertifikasi.
Sebab lain, mental guru yang ‘lembek’ banyak guru yang manja dan merasa bakal tidak sanggup bertugas di daerah yang serba minim, seperti minim sarana transfortasi, lokasi jauh/terpencil, fasilitas kehidupan masyarakat tak lengkap, dan kondisi sekolah baru yang serba kurang. Guru terkesan tak sanggup hidup survival bila ditugaskan ke daerah pinggiran atau terpencil.
Guru juga menolak mutasi karena alasan ekonomi. Terlebih bila mutasi tanpa kompensasi penambahan penghasilan dari pemerintah. Mutasi dinilai hanya akan keluarnya biaya hidup yang lebih besar. Misalnya biaya transportasi di perjalanan serta kebutuhan sehari-hari. Pengeluaran untuk dapur bertambah karena tidak lagi satu kuali dengan suami/istri/anak. Di tempat baru mereka harus mencari tempat tinggal atau harus mengontrak.

Sekolah Serasa Milik Sendiri
Yang paling ‘parah’ sesungguhnya sikap mental para guru yang kian ogah hidup ‘repot’ karena urusan tempat kerja. Karena terlanjur “betah’ di sekolah lama, maka tak ada kamus pindah atau mutasi dalam karirnya. Sejak awal bertugas yang dibidik adalah sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya, hingga pensiun pun akan bertahan di sekolah tersebut.
Terlalu lamanya seorang PNS bekerja di suatu lembaga atau sekolah sering menimbulkan perasaan yang salah. Misalnya mereka sudah merasa bahwa sekolah tempatnya bekerja sudah ‘menjadi milik sendiri’. Sikap yang tumbuh bukan lagi sikap sebagai PNS yang siap ditempatkan di mana saja, tapi sikap statis yang tak mau lagi diutak-atik di sekolah ‘milik sendiri’. Mereka tak lagi berpikir bagaimana masyarakat butuh sekolah yang lebih segar, regenerasi, peningkatan kualitas sesuai perkembangan jaman.
Sandy Guswan, seorang guru Bahasa Inggris di MAN 2 Banjarmasin yang juga seorang kolumnis mengatakan bahwa ideal-nya justru setelah dirasa cukup lama meng-abdi di sebuah sekolah para guru seperti itu dapat dimutasikan ke sekolah lainnya.
“Manusia adalah makhluk dinamis yang selalu ingin bergerak dan berubah menuju hal-hal yang lebih baik. Itu merupakan fitrah manusia. Air yang mengalir tentu lebih baik daripada air yang diam. Diam mengakibatkan keburukan. Guru tentu tidak ingin hal-hal buruk atau negatif terjadi pada diri dan lingkungan mereka. Sehingga perubahan merupakan suatu kebutuhan.” seharusnya kata Sandy, itu yang menjadi prinsip mutasi guru. Ia menilai, selama ini guru yang sejak awal bertugas sampai pensiun selalu mengabdi di sebuah sekolah yang sama, sebenarnya merugikan dalam usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Peta Kualitas Guru
Sandy berpendapat, untuk penyebaran guru, dinas pendidikan sudah saatnya membuat peta kualitas tenaga pendidiknya. Berdasarkan data tersebut dinas pendidikan dapat menyebar para guru berkualitas baik pada semua sekolah dan bukannya menumpuk guru-guru berkualitas pada satu sekolah tertentu saja. Guru-guru berkualitas ini diharapkan dapat menularkan ilmu-ilmu mereka kepada guru-guru yang masih kurang baik dari segi pengalaman maupun kemampuan.
Harus diakui mutasi guru bukanlah hal yang sederhana. Akan ada banyak masalah dan perlawanan dari para guru. Alasan tempat tugas baru yang jauh dari tempat tinggal sering menjadi alasan penolakan mutasi guru.
Lanjut Sandy, menyikapi perlawanan dari para guru yang tidak mau dimutasi tersebut dinas pendidikan dapat membuat kebijakan yang bersifat win-win solution. Artinya mutasi guru tetap dapat terlaksana dan guru pun bahagia atau setidaknya tidak menderita dengan adanya mutasi tersebut. Karena tujuan mutasi guru ini antara lain penyegaran bagi para guru dan pemerataan bagi sekolah-sekolah.
Memang, bukan hanya para orang tua dan anak didik yang berkeinginan ‘menuju’ sekolah unggul, favorit, bahkan standar nasional/internasional . Para guru pun juga beramai-ramai menuju sekolah tersebut baik karena keinginan pribadi atau karena perintah atasan. Akhirnya guru-guru berkualitas hanya akan menumpuk di sekolah-sekolah tertentu saja. Sedangkan di sekolah-sekolah pinggiran hanya ada guru-guru ‘sisa’ ditambah dengan anggaran yang kurang memadai maka lengkaplah penderitaan sekolah-sekolah tersebut.
Di samping terus meningjatkan kesejahteraan guru, sangat mendesak, pemerintah harus menghentikan pengkategorian sekolah yang tidak sehat tersebut. Semua sekolah harus diberi perhatian dan bantuan yang sama karena siswa-siswa yang belajar semuanya adalah harapan bangsa penerus bangsa ini.
Dinas pendidikan diharapkan dapat membuat formula yang adil baik bagi guru maupun bagi sekolah dalam program mutasi guru. Mutasi ini tentu bukan hal yang mudah bagi para pendidik. Sebagai langkah awal adalah perubahan tempat duduk para pendidik di kantor dewan guru yang terus diganti setiap semester atau setiap tahun. Ini tidak sulit untuk diprogramkan, hanya pertanyaannya apakah hanya mutasi tempat duduk di kantor guru pun mereka tak mau repot?
Semoga langkah kecil tersebut dapat ‘menyadarkan’ kita bahwa mutasi itu baik dan bermanfaat bagi guru dan mutu pendidikan nasional. Jadi jangan takut berpindah tempat tugas selagi anda tetap menjadi Guru PNS!
(agus ponda/ganesha)

Rabu, 07 September 2011

Menjaga Kesucian Hati Seorang Guru

Tak terasa bulan Ramadhan 1432 hijriyah telah berlalu. Sebulan penuh kita berpuasa dan menjalankan amalan lainnya. Hari kemenangan pun tiba.
...................................................
Idul Fitri adalah kesempatan setiap mus-lim untuk bersenang-senang. Hal itu boleh karena seorang muslim patut bangga berhasil menahan hawa nafsu selama sebulan.
“Tapi hal penting yang tidak boleh di-tinggalkan adalah silaturahim, saling ber-maafan, dan terus menjaga kesucian hati.” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdla-tul Ulama (PB NU), KH Said Aqil Siroj.
Momentum idul fitri untuk menjaga kesucian hati sejak hari kemenangan tersebut sangat penting bagi seorang pendidik. Saat ini banyak guru yang kerap lupa bahwa menjadi seorang guru bukan sesuatu yang mudah, sebaliknya ia adalah tugas yang sangat membutuhkan kesabaran hati. Dengan idul fitri, kita diingatkan bahwa sangat jelas seorang guru itu semestinya punya kesucian hati dalam mendidik. Bila mendidik dengan hati yang ikhlas, maka ilmu yang disampaikan juga akan menjadi berkat, siswa akan meraih kesuksesan dengan cemerlang, bukan sekadar dari segi akademik tetapi juga kesalehan diri.
Bagi para guru dan pendidik lainnya, Idul fitri harus dijadikan wahana introspeksi diri. Sejak saat ini tak ada salahnya kembali berbenah. Bila selama ini niat mendidik dengan kesucian hati kerap terlupakan, mari kita memulainya lagi dengan niat lillahitaalla. Niat mencari keridhoan dan barokah dari Allah Swt.
Tugas seorang guru itu terlalu mulia. Mari bersama-samalah kita menjalankan tanggungjawab ini dengan niat yang ikhlas karena Allah bukan karena gajinya semata-mata, tapi karena kita benar-benar paham dan menganggap ia adalah amanah dari Allah.
Seperti halnya hari-hari yang lalu, hari libur di akhir Ramadhan, Idul Fitri dan bebe-rapa hari setelahnya, di mana kita dihing-gapi rasa malas untuk kembali ke sekolah, ke tengah anak-anak didik, sejak saat ini dengan bulat dan mantap buang rasa itu.
“Tak ada salahnya, kembali berniat mendidik. Lalu hidupkan kembali semangat menyebarkan ilmu. Seorang guru itu mestilah seorang yang mempunyai semangat yang tinggi dalam mendidik anak-anak. Andai seorang guru itu layu dalam menjalankan amanah yang diberikan, bagaimana ia mampu melahirkan insan yang berguna satu hari nanti? Yuk tepuk dada, tanya diri sendiri, masihkah mau menjadi seorang pendidik setelah Allah berikan kita hari yang fitri itu?” kata seorang teman yang juga seorang guru.

Makna Kesucian Hati
Pertanyaan paling mahal dan bernilai bagi seorang guru adalah “apakah aku sudah kehilangan hati suciku selama ini? Mengapa? Padahal hati sejatinya menjadi asas segala sesuatu yang bernama sebuah kehidupan.
Penting diingat bahwa kesucian terbagi dua, yaitu kesucian lahiriah (kesucian badan) dan kesucian bathiniah (kesucian hati). Jika seorang hamba mampu menggabungkan dua kesucian itu, maka ia berhak meraih cinta Allah yang diidamkan setiap muslim.
“…Dan Allah mencintai orang-orang yang bersih.” (QS 9 : 108).
Hidup ini tidak akan bermakna tanpa hati yang hidup. Jika hati mati, maka semua amalan yang dilakukan akan menjadi timpang, kerja mengejar dunia akan mengaburi pandangan ke akhirat dan ibadah pula hilang kemanisannya.
Seorang yang sholat, puasa dan sedekah dengan hati yang berpaling dari Allah, hatinya akan mati, kotor dan menyimpan penyakit serta sudah tentu ibadahnya tidak memberi kesan kepada kepribadiannya.
Harus diingat bahwa fokus utama hati hanya akan terarah untuk memenuhi kehendak nafsu, padahal ia diciptakan untuk senantiasa memandang keagungan Tuhannya, menerima hidayah dan kemudian mengawal semua gerak kerja seluruh anggota badan semata-mata untuk keredaan Allah. Namun demikian, hati juga diciptakan dengan ciri sensitif seperti mudah terpengaruh oleh keadaan, mudah berubah, berbolak-balik, kadang tersesat dan kadang dapat terpimpin.
Adalah menjadi tugas seorang mukmin termasuk para pendidik menjaga hatinya, merawat dan menghidupkan semangat iman di dalam hati.
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa hati yang sehat adalah hati yang selamat dari siksa Allah. Hati yang terbebas dari segala ikatan syahwat. Hati yang selalu pasrah kepada Allah, tidak sedikit pun pernah menyimpan pembangkangan terhadap perintah dan keputusan Allah.
“Ia hanya menginginkan Allah dan berbuat sesuai dengan perintah Allah. Hanya Allah yang menjadi tujuan, menjadi nyawa perintah, sarana dan metode hidupnya. Tidak ada syubhat yang merintang di hadapannya, sehingga hati selalu meyakini berita dari Allah.” ujar Ibnul Qayyim.
Mencotoh ke masa lalu, sahabat Rasulullah pernah menerima teguran langsung melalui wahyu-Nya, supaya mereka sentiasa mengurus hati dengan penjagaan baik agar ia dapat berfungsi dengan sempurna sebagai agen penerima wahyu Allah. ini pelajaran pula bagi seorang pendidik sebagai agen ilmu.
Syeikh Amin Muhammad Jamal berkata, bahwa keselamatan hati tidak akan sempurna sebelum terhindar dari 5 hal, yaitu syirik yang menodai tauhid, bid’ah yang dapat menyalahi sunnah, nafsu syahwat yang cenderung melanggar perintah, ambisi yang mengotori keikhlasan, dan lalai yang dapat menodai dzikrullah.
Kelima faktor inilah yang sangat berpotensi mengotori qalbu sehingga cahaya kebenaran akan terhambat. Bahkan hati yang telah ternoda akan sulit mendapatkan manfaat yang layak dalam masalah apa pun, termasuk hubungan dengan sesama makhluk.” Seperti kata Ibnul Qayyim : “Bergaul dengan orang yang hatinya mati adalah penyakit. Berteman dengannya adalah racun. Dan bermajlis (berkumpul) dengan mereka adalah bencana.”
Dalam kitab Az-Zuhd al-Kabiir, karya al-Baihaqi (hal 174) dikisahkan : Dari Fath bin Syakraf, ia berkata : Abdullah al-Anthaki berkata kepadaku, “Wahai orang khurasan, hanya ada empat perkara. Tidak ada yang lain, yaitu matamu, lisanmu, hatimu dan hawa nafsumu.
Pertama, perhatikanlah matamu agar engkau tidak melihat sesuatu yang tidak halal. Kedua perhatikanlah lisanmu agar engkau tidak berkata sesuatu, padahal ALLAH mengetahui kebalikannya dari hatimu.Ketiga, perhatikanlah hatimu agar engkau tidak ada kedengkian dan dendam terhadap seorang muslim.Keempat perhatikanlah hawa nafsumu agar sedikit pun tidak berhasrat pada keburukan.
Jika keempat perkara ini tidak ada dalam dirimu, maka taburkanlah debu di atas ke-palamu, karena engkau benar-benar celaka.

Sumber Kedamaian
Abu Umar Basyir dalam tulisannya “Suci Hati Bersama Nabi SAW” melantunkan rangkaian kata indah penuh makna yang dalam tentang hati. Ia berujar : ” Hati adalah sumber kedamaian. Hati adalah nikmat ilahi yang harus dirawat tak ubahnya bayi dalam buaian. Hati adalah karunia yang harus kita pupuk menjadi sejumput bibit kemenangan.
Hati adalah anugerah. Gunjingan, hasad, dendam, kebencian dan permusu-han, seluruhnya adalah sampah. Hati nan jernih adalah hati yang teduh dan pasrah, hati yang selalu basah oleh dzikir dan kalimat-kalimat pengagungan nan indah.
Hati adalah matahari kehidupan. Mungkin bukan sekedar lentera yang hanya menerangi ruang terbatas, bukan sekedar lilin yang menebar cahaya sementara, untuk kemudian cahaya itu padam tak berbekas.
”Hati adalah ibarat cermin, setitik embun pun bisa membuatnya kusam, apalagi debu, kotoran dan air bernoda hitam. Namun cermin yang jernih, tak hanya berfungsi untuk mengenali diri sendiri, namun juga untuk menampakkan wajah sejati. hati ini tak ubahnya istana halimun; sebuah keindahan yang tak tampak, sebuah keagungan yang tak terlihat, namun bisa dirasakan. Akan tetapi bila hati sudah ternoda dosa, gelembung pahitnyua tercicipi setiap kalangan, ibarat santapan di sebuah pesta hidangan, “ kata Abu Umar Basyir
Namun lanjutnya, hati bukanlah Tuhan. Tapi juga jangan membiarkan hati menjadi sarang-sarang setan. Namun mengabaikan kata hati adalah awal sebuah kesesatan. Hati bukan juga gudang kebenaran. Hati hanya persinggahan petunjuk yang dipahami melalui ajaran Al-Qur’an. Menuhankan hati adalah kenistaan, namun menutup hati berarti pintu kesombongan.

Mendoakan Anak Didik
Guru jangan sampai lupa pada tanggung jawab. Tidak hanya mengajari, mendidik, guru pun harus selalu membimbing anak-anak didiknya, bukan semata ketika di sekolah, bahkan ketika anak-anak didik telah kembali ke rumahnya masing-masing pun peran guru tak terhenti karena jarak. Jangan kita selalu berpikir, bahwa hanya tugas seorang murid yang patut selalu mendoakan
“Betapa pentingnya seorang guru mendoakan anak-muridnya setiap hari. Doa agar mereka mudah menerima ilmu yang disampaikan maupun doa agar Allah menerangkan hati mereka. Dan doa juga agar Allah memberi kekuatan untuk kita dalam menjalankan tugas sebagai pendidik.” ujar seorang guru.
Seorang pendidik harus mampu membim-bing peserta didiknya agar mampu mencapai kompetensi dasar yang menjadi tujuan pembelajaran. Ia jangan putus asa untuk terus mendidik. Guru harus menghindarkan kata-kata memaksa anak untuk secepatnya menguasai materi. Penting pula menciptakan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.
Adalah penting dimensi rohani dalam se-tiap aktivitas, termasuk di dalamnya proses pembelajaran. Kita sering lupa bahwa di balik skill mengajar yang kita kuasai, dahsyatnya metode pengajaran, dan aspek lahiriah lainnya yang kita pergunakan, ada hal lain yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran, yaitu campur tangan Allah. Dan itu hanya bisa didekati dengan doa.
Banyak guru yang merasa bahwa ia sudah mengeluarkan kemampuan maksimalnya dalam mengajar, tapi ternyata banyak pula siswa yang tidak bisa mencerna pelajaran yang ia sampaikan. Celakanya, yang sering menjadi sasaran tembak dari ketidakberhasilannya adalah siswa. Gangguan konsentrasi lah, malas lah, ketidakmampuan belajar lah, dan berbagai predikat negatif lainnya.
Padahal mestinya sebelum mengkambinghitamkan siswa, alangkah bijaksananya kalau ia mengintrospeksi diri sendiri. Betulkah ia sudah maksimal dalam mengajar? Apakah ia mengajar dengan ikhlas? Dan yang paling penting adalah apakah ia sering berdoa untuk keberhasilan anak didiknya dalam proses pembelajaran.
Penguatan dimensi rohani dalam aspek pembelajaran bukan berarti guru tidak punya kewajiban untuk meningkatkan komptensi mengajarnya sehingga tidak menjadi kreatif. Tapi alangkah baiknya apabila usaha maksimal yang kita lakukan dalam proses pembelajaran diimbangi dengan doa terbaik kita untuk kebaikan dan keberhasilan anak didik kita. Tidak hanya ketika menjelang ujian akhir saja, tapi di setiap doa yang kita panjatkan. Bukankah Allah telah berfirman, "Berdoalah kamu kepadaKu niscaya Aku perkenankan doa permohonan kamu." (QS: AlMukmin:60).
(agus ponda/ dari berbagai sumber/ganesha)

Guru Harus Pahami Anak Berbakat

“Seorang guru harus memahami kemam-puan anak-anak didiknya, apakah ia tergo-long biasa atau malah berbakat. Jangan salah memperlakukan anak berbakat.”
.................................
Setiap anak manusia terlahir hakekatnya telah membawa ‘modal dasar’ berupa potential ability untuk perkembangan selanjutnya. Namun setiap anak sekalipun ia lahir kembar, tidak ada yang sama. Artinya pula setiap anak memiliki potensi yang berbeda. Ada anak yang memiliki potensi biasa-biasa, ada pula yang membawa potensi luar biasa.
Perbedaan individual ini menyebabkan tidak mudah memberikan pelayanan yang sesuai dengan masing-masing anak. Jika perbedaan itu tidak cukup signifikan, maka pelayanan secara massal atau kolektif dapat dilakukan. Jika perbedaan itu sangat men-colok, misalnya tingkat kecerdasan, kreati-vitas, kecacatan, dan motivasi, maka pada kondisi anak-anak seperti ini, maka diperlu-kan pelayanan dan perlakuan tersendiri sesuai potensi individualnya untuk mencapai perkembangan yang optimal yang sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Anak-anak yang memiliki kelebihan potensi individual sering diidentikkan sebagai anak berbakat. Seorang anak dikategorikan anak berbakat, tak semata-mata karena mudah memahami segala sesuatu, mempunyai daya ingat baik serta mampu menyelesaikan tugas-tugas sekolah dengan cepat. Bisa jadi mereka bukan siswa yang selalu berprestasi. Namun, ada sesuatu yang membedakan dirinya dengan siswa lain di kelas, yakni kewaspadaan (alertness), kemampuan memahami (quick insights), dan keterampilan lain yang lebih hebat dari anak lain seusianya. Hal ini membuat anak mampu menunjukkan prestasi luar biasa di sekolah. Satu ciri pasti yang ditunjukkan anak berbakat umumnya adalah skor IQ-nya tinggi.
Sementara pandangan lain yaitu pandangan yang berdasarkan dari sudut pandang berdimensi ganda. Menurut pandangan ini keterbakatan tidak hanya ditinjau dari segi kecerdasan tapi juga dilihat dari segi prestasi, kreativitas, dan karakteristik pribadi/sosial lainnya; dilihat dari segi kemampuan yang bersifat potensial maupun aktual (prestasi).
Hasil penelitian dan pengamatan dari para ahli menunjukkan bahwa anak berba-kat memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda dari anak lain pada umum-nya. Karakteristik dan kebutuhan yang mencakup aspek-aspek: intelektual, akademik, kreativitas, kepemimpinan, dan sosial, seni, afeksi, sensoris fisik, intuisi, dan ekologis.
Bagaimana perasaan guru jika ada anak didiknya yang diidentifikasi sebagai anak berbakat? Takjub? Bingung? Senang? Atau malah gelisah?
Harus diingat bahwa ternyata ada perla-kuan khusus bagi anak-anak yang memiliki kelebihan potensi di negara ini. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus” (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya” (pasal 12, ayat 1b).
Memperlakukan anak-anak berbakat menjadi tugas penting seorang guru, di samping tentu pula memperhatikan anak-anak didik lainnya dalam kategori yang bebeda. Itu sebabnya sejak awal guru harus mulai menyadari si anak akan memiliki peri-laku berbeda dengan teman-teman sebaya-nya. Semakin tinggi skor IQ anak, kian mem-buat anak menjadi tidak tipikal. Biasanya 3-5% persen anak dari populasi sekolah tergolong gifted (berbakat). Jika ada 1000 siswa, maka paling tidak ada 30-50 anak yang tergolong gifted. Jika dalam sebuah kelas ada 40 anak, maka kemungkinan ada 2-3 anak yang tergolong berbakat.
Ciri Anak Berbakat
Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah berbakat atau tidak, tidak terlalu sulit. Para guru dapat mempelajarai ciri-ciri anak berbakat. Menurut Treffinger, anak berbakat memiliki beberapa karakteristik yaitu: rasa ingin tahu yang tinggi, berimaginasi, produktif, independen dalam berpikir dan menilai, memiliki ketekunan, bersikukuh dalam menyelesaikan masalah dan berkonsentrasi ke masa depan dan hal-hal yang belum diketahuinya.
Sementara menurut Hoyle dan Wiks mendeskripsikan bahwa anak-anak berbakat menampilkan ciri-ciri perkembangan fisik yakni memiliki kemampuan berpikir superior, berpikir abstrak, menggeneralisir fakta, memahami makna dan hubungan, memiliki hasrat ingin tahu, bersikap mudah untuk belajar, mimiliki rentan minat yang luas. Selain itu anak memiliki kecakapan bekerja secara efektif dan mandiri, anak mampu mengingat secara cepat dan mampu membaca cepat. Ciri lainnya anak memiliki imajinasi yang luar biasa, menunjukkan inisiatif dan originalitas pekerjaan intelektual dan memiliki berbagai hobi.
Apabila karakterisitik tersebut tidak tersalurkan sebagaimana mestinya maka akan muncul masalah-masalah perkembangan berupa kebosanan terhadap pelajaran reguler, kesulitan hubungan sosial dalam kelompok seusianya, dan sulit berkonformitas pada kelompok.
Soal hobi misalnya, secara umum anak berbakat suka mengoleksi hal-hal yang menjadi minatnya. Misalnya perangko, komik, stiker, gantungan kunci, kerang dan lain-lainnya. Penuhilah kebutuhannya menjadi kolektor, karena melalui koleksi yang dimilikinya, kemampuan abstraksi anak menjadi semakin berkembang. Melalui koleksi ini anak akan mencari hal-hal yang sama, misalnya warna, ukuran, tekstur, atau ciri lainnya sehingga anak belajar melakukan klasifikasi dan perbandingan.
Perbedaan
Hal yang harus dipahami para pendidik bahwa anak berbakat berbeda perkembangannya dibanding teman sebayanya. Apalagi jika tingkat kecerdasan anak semakin tinggi. Kecendrungan bahwa secara fisik anak berbakat lebih kuat, lebih besar, dan lebih sehat dari anak normal. Reaksi-reaksi fisik terjadi lebih cepat dan lebih awal dari anak-anak biasa karena secara intelektual dia lebih mampu menyerap informasi dan stimulus dari luar. Perkembangan psikomotorik dan kemampuan koordinasi anak berbakat cenderung lebih cepat dari rata-rata.
Menurut Dr. Reni Akbar Hawadi Psi, Ketua Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, perbedaan-perbedaan yang dimiliki anak berbakat akan membuatnya merasa terasing dalam perkembangannya saat dia merasa harus bermain dan membangun persahabatan dengan anak-anak lain.
Bagi anak berbakat kebutuhan sosial dan emosional ini tidak dengan serta merta diperolehnya. Dikarenakan kelangkaan dan karakteristiknya, maka anak berbakat akan dilihat sebagai orang aneh dalam kelompok sosialnya. Ini sebenarnya yang menjadi tantangan diri seorang anak berbakat sesungguhnya. Anak harus mampu membawa dirinya agar bisa diterima baik oleh anak-anak yang lain.
“Perbedaan yang dimiliki anak berbakat sudah dapat dideteksi sejak bayi, seperti bisa berjalan atau berbicara lebih dini. Perkemba-ngan anak berbakat berada di atas 30 persen anak seusianya. Anak berbakat sering kali mampu melewati kesulitan belajar lebih cepat dari teman sebayanya,” ujar Reni.
Perkembangan yang cepat pada anak berbakat membawa konsekuensi adanya kebutuhan yang berbeda pada dirinya. Sebaiknya guru dan orang tua mendukung dan merangsang anak, namun tidak dengan tuntutan berlebihan. Jangan menghambat perkembangan unik anak dengan melemah-kan keinginannya mengeksplorasi lingku-ngan. Kebanyakan orang tua baru menya-dari anaknya tergolong anak berbakat saat mulai masuk prasekolah. Agar penanganan anak tidak terhambat, Reni menyarankan agar setiap orang tua memiliki semacam buku harian mencatat setiap perkembangan anak, “Pastikan mencatat setiap kali perilaku anak yang tidak biasa (unusual),” katanya.
Bakat pada Tingkatan Usia Sekolah
Di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulisannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan di kelas.
Tulisan anak berbakat sering kurang ter-atur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menu-lis. Perkembangan pikirannya jauh lebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkemba-ngan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.
Pada tingkat SLTP anak-anak berbakat dapat diidentifikasi pula. Misalnya kemam-puan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ di atas 120. Atau anak memiliki bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi isti-mewa dalam bidang-bidang tersebut. Hal lain anak berkreativitas yang tinggi dalam berpi-kir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru. Aspek bakat anak juga dapat dilihat dari kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok. Atau anak memiliki prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.
Pertanyaannya, bila di dunia ini selalu ada anak-anak berbakat, perlukah sekolah khusus untuk anak berbakat? Tentu perlu, tapi itu bukan hal yang mudah untuk mewujudkannya. Yang jelas di setiap sekolah selalu ada anak yang berbakat, di setiap kelas selalu ada anak yang memiliki kelebihan di banding teman-temannya.
Di Indonesia hingga kini kita hanya mengenal kelas akselerasi (percepatan) untuk anak-anak berbakat (gifted children). Sesungguhnya kelas akselerasi sudah banyak ditinggalkan, anak berbakat yang paling tepat adalah masuk ke kelas inklusi. Andaikan hanya mengupayakan kelas akselerasi saja, anak ini tidak akan terdeteksi sebagai anak berbakat dan juga tidak akan menerima pendidikan sebagaimana keunikan, kesulitan, dan kebutuhannya. Kesemua ini mengancam nasibnya di kemudian hari.
Apa yang dibutuhkannya anak-anak berbakat dalam pendidikannya adalah bimbingan guru yang memahami berbagai karakteristiknya, personalitasnya, tumbuh kembangnya, gaya berpikir, dan gaya belajarnya, yang memang berbeda dari anak-anak normal pada umumnya.
Mereka butuh pendekatan pembelajaran dua arah sekaligus. Pertama ke arah kesuli-tannya di mana ia membutuhkan dukungan, stimulasi, terapi, remedial teaching, dan kesabaran. Kedua, membutuhkan berbagai materi yang sesuai dengan karakteristik berpikir seorang anak berbakat yang lebih kepada materi yang penuh tantangan pengembangan kreativitas dan analisis.
Sekolah reguler sebenarnya juga mampu menerima anak-anak berbakat agar dapat mengikuti pendidikan bersama anak lainnya, sekaligus juga menerima layanan pengemba-ngan keberbakatan, namun yang lebih khu-sus lagi adalah kelas atau sekolah inklusi.
Pendek kata, dalam hal ini guru harus memperlakukan semua anak didiknya dengan adil dan bijaksana. Memang ada beberapa perlakuan yang sifatnya umum dan dapat diberlakukan untuk banyak anak, tetapi seharusnya tidak boleh mengorbankan kebutuhan individual anak termasuk untuk anak-anak berbakat.
(dari berbagai sumber/agus ponda/ganesha)

Benarkah 17-8-1945 Bertepatan dengan 17 Ramadhan?

Tujuh 17 Agustus 2011 bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaannya. Pada tanggal tersebut, 66 tahun yang lalu merupakan hari paling bersejarah bagi negeri ini karena di hari itulah merupakan awal dari “kebebasan” rakyat Indonesia dari segala penjajahan dan menjadi tanda terjadinya perubahan suatu bangsa. Tahun 2011 ini kita merayakan kemerdekaan tepat di bulan Ramadhan, bahkan tepat pada tanggal 17 Ramadhan 1432 H. Benarkah 17 Agustus 1945 pun bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan 1364H?
..........................................................................................
Hingga kini 66 tahun Indonesia merdeka ternyata masih banyak fakta menarik seputar detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang belum diketahui masyarakat Indonesia. Salah satu fakta itu adalah pertanyaan seputar ‘tanggal 17 Agustus 1945". Selama ini kita mendengar bahwa hari itu, 66 tahun yang lalu diyakini bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan 1365 Hijriyah, namun belum tahu banyak fakta-fakta yang mendukung keyakinan itu.
R. M Pradika Reksopranoto, seorang ahli matematika yang hidup pada masa itu memberikan kesaksian bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan memang benar pada tanggal 17-8-1945. Kata Pradika hari itu, bertepatan dengan hari Nuzulul-Qur’an tanggal 17 Ramadhan 1364 H. Namun fakta lain bicara bahwa Proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi pada 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan. Ada pernyataan “ Karena ini adalah 10 hari pertama bulan Ramadhan atau disebut juga bulan Rahmat...Hal ini diabadikan dalam Pembukaan UUD 1945 dalam kalimat “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa….”
Wikipedia juga hanya menjelaskan bahwa 17-8-1945 bertepatan dengan bulan Ramadhan saja. Namun bila dilihat dari fakta sejarah, kronologis pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indone-sia tak lepas dari terjadinya peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agus-tus 1945. Saat itu Soekarno dan Moham-mad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih, serta Chairul Saleh.
Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Tanggal turunnya al-Quran dikenal dengan istilah Nuzulul Qur’an,tepatnya tanggal 17 Ramadhan.
Manakah yang benar? Tentang tanggal 17 Ramadhan, kita tidak akan pernah mendapatkan data penting soal persitiwa 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan 17 Ramadhan di buku-buku sejarah kontemporer Indonesia manapun. Salah satu contohnya dalam buku karya M.C. Ricklefs “Sejarah Indonesia Modern 1200-2008” yang diterbitkan PT Serambi Ilmu Semesta Cetakan I: November 2008. Momentum menjelang dan pelaksanaan proklamasi 17 Agustus 1945 pada halaman 444 dan 445 hanya ditulis ala kadarnya. Tidak ada kepastian.
Untuk membutikan benar tidaknya tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan sebenarnya bisa dilakukan bila ada bukti kalender asli masehi dan hijriyah tahun 1945. Atau kita bisa menghitung hari ke belakang hingga bertemu tahun 1945. Seorang teman menghitungnya dengan kalender elektronik. Ia mengatakan benar, tanggal 17 Agustus 1945 itu hari Jumat.
“Memang betul 17 Agustus 1945 jatuh pada tanggal 17 Ramadhan. Dan Insya Allah secara periodik setiap 33 tahun tanggal 17 Agustus akan kembali bertepatan dengan 17 Ramadhan. Kalau kita diberi umur sampai 17 Agustus 2011 nanti yaitu ulang tahun Indonesia yang ke-66 Insya Allah 17 Agustus akan jatuh bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan di hari Jumat.” Katanya.
Tapi seorang teman menyanggah, “Coba dicek lagi, sepertinya 17 Agustus 1945 bukan 17 ramadhan 1364H tetapi 8 ramadhan 1364H, harinya benar jum’at. “
Yang lain berpendapat beda lagi,”Dalam banyak data yang ada, saya menemukan bahwa tanggal 17 Agustus 1945 M bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1364 H, hari Jum’at Legi.” Kata teman lain.
Perhitungan Konversi Tahun Masehi
Belum jelas tanggal, bahkan ada lagi yang mengatakan tahun 1945 itu bersamaan de-ngan tahun 1365 hijriyah. Dari pendapat itu kita juga dibuat bingung lagi, 17 Agustus 1945 itu pas di tahun Islam 1364 atau 1365 hijriyah? Hanya ada yang bukti bahwa menu-rut kalender hijriyah Muhammadiyah, tahun 1930 masehi bertepatan dengan tahun 1349 H, sehingga yang benar adalah 17 Agustus 1945 itu tepat di tahun Islam 1364 hijriyah.
Namun masih bingung juga. Penulis mencoba mencari rujukan lain, hingga bertemulah dengan sistem Perhitungan Konversi Tahun Masehi ke Tahun Hijriyah. Pertanyaannya tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal, bulan dan tahun hijriyah berapa? Contoh perhitungan Konversi Tahun Masehi ke Tahun Hijriyah membuktikan bahwa Tanggal 17-8-1945, bertepatan dengan hari Jum’at Legi tanggal 9 Ramadlan 1364 H.
Ternyata tanggal 17 Agustus 1945 menurut perhitungan di atas bukan berte-patan dengan tanggal 17 Ramadhan 1364. Namun kita sudah terlanjur yakin bahwa tanggal 17 Agustus 1945M=17 Ramadhan 1364H. Untuk menuntaskan kepenasaran itu, seharusnya ahli sejarah harus bekerja keras memberi kepastian termasuk adanya pelurusan atau pengakuan dari pihak negara. Sejarawan tak bisa bekerja sendiri, untuk mengungkap peristiwa sejarah secara multidimesional, mereka harus bekerja sama dengan pakar ilmu-ilmu lainnya atau memakai pendekatan ilmu lainnya.
Namun kita masih berandai-andai, jika benar 17 Agustus 1945 bersamaan dengan 17 Ramadhan 1364, maka itu merupakan tanggal yang dahsyat bagi Indonesia dan Islam. Jumat adalah hari suci umat muslim, dimana muslim diwajibkan menunaikan sholat Jumat ke masjid. Tanggal 17 Agustus hari Kemerdekaan Republik Indonesia, sementara 17 Ramadhan adalah malam Nuzulul Qur’an.
Pastinya tahun 2011 ini dalam bulan Ramadhan ada dua peristiwa penting yang diperingati pada hari yang sama, yakni Nuzu-lul Quran dan Hari Kemerdekaan RI. Walau-pun beda hari (17-8-2011 hari rabu), peristiwa peringatan HUT Kemerdekaan ini merupakan momentum yang istimewa bagi bangsa berusia 66 tahun ini, yang terus bergejolak dihantam berbagai masalah kenegaraan dan kemasyarakatan. Dirgahayu Indonesiaku dan selamat menunaikan Ibadah Puasa!
(Agus Ponda, S.S, alumni Ilmu Sejarah Universitas Negeri Jember, Pemred Ganesha)